Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kali ini pahlawan lumpur
Kelas ramai dengan suara siswa yang bercanda dan berbicara. Guru belum datang, membuat suasana semakin bebas. Pintu kelas tiba-tiba terbuka, dan Alena masuk lebih dulu. Bajunya kotor dan wajahnya menunjukkan rasa jengah. Kael masuk tak lama di belakangnya, menatap kelas dengan ekspresi biasa. Kelas langsung heboh.
“Oh, ini yang katanya mau cuci muka?” Celetuk Luka dari belakang.
Tawa keras pecah dari bagian belakang kelas, terutama dari Ghost Riders. Luka dan Bayu saling menyikut sambil cekikikan. Alena berhenti sejenak di tengah kelas, bingung dengan perhatian mendadak ini. Kael, yang ada di belakangnya, menatap Luka tajam, membuat tawa mereka mereda sedikit.
"Berisik." Kesal Kael.
Luka melirik Kael, mencoba menahan tawa, lalu mengangkat bahu dengan santai. Alena menghela napas pelan dan berjalan ke tempat duduknya di dekat jendela, mengabaikan suara bisik-bisik yang terus berlanjut.
“Mood gue beneran berantakan pagi ini.” Ucap Alena dalam hati sambil duduk di bangkunya.
Alena duduk, mencoba membersihkan noda lumpur di bajunya dengan tisu yang ada di tas. Namun, noda itu sulit dihilangkan. Kael tiba-tiba muncul di samping mejanya, membuat Alena mendongak dengan ekspresi bingung.
"Pake."
Kael meletakkan jaketnya di meja Alena. Suasana kelas mendadak sunyi, semua siswa memperhatikan dengan penuh rasa ingin tahu. Alena menatap Kael dengan dahi berkerut, bingung dengan sikapnya.
“Ngapain sih? Gue nggak butuh.” Ujar Alena.
"Baju lo kotor banget. Gue nggak tau lo habis mandi di kubangan mana." Ucap Kael santai.
Alena melotot.
"Tahan dulu marah-marahnya, Pake."
Alena terdiam sejenak, menatap jaket itu dengan ragu. Namun, setelah melihat tatapan tulus Kael, ia akhirnya mengambil jaket itu dan memakainya. Bisik-bisik kecil mulai terdengar lagi dari bagian belakang kelas.
Bayu berbisik ke Luka, sambil menyenggolnya. “Kali ini Pahlawan lumpur."
Ezra tertawa pelan. "Ini namanya apa?"
Mereka semua sedikit mendekat, dan beramai-ramai berbisik. "Jatuh cinta."
Kael melirik mereka sekilas, membuat mereka langsung pura-pura sibuk. Ia kembali ke bangkunya di belakang tanpa mengatakan apa-apa lagi. Alena, yang kini memakai jaket Kael, mencoba fokus menenangkan dirinya.
“Makasih.” Ucap Alena pelan, hampir tidak terdengar.
Kael tidak menoleh, tetapi ia sempat tersenyum tipis sebelum duduk bersama gengnya. Luka dan Bayu masih ingin menggoda, tetapi tidak ada yang berani membuka mulut lagi. Kelas perlahan kembali ke keramaian seperti semula, sementara Alena menatap keluar jendela, merasa sedikit lebih tenang meski masih diliputi rasa bingung.
Suasana kelas perlahan mereda ketika pintu kembali terbuka. Ibu Merah, guru fisika yang dikenal tegas, masuk dengan membawa buku catatan dan laptop. Para siswa segera kembali ke tempat duduk masing-masing, suasana menjadi lebih tenang.
Ibu Merah melihat ke arah siswa sambil berjalan ke meja guru. “Baik, anak-anak, kita mulai pelajaran hari ini. Saya harap kalian sudah siap.”
Ibu Merah meletakkan barang-barangnya di meja dan mulai menulis di papan tulis. Siswa mulai membuka buku catatan dan mendengarkan dengan serius. Pelajaran fisika berlangsung cukup padat dengan teori dan contoh soal yang diberikan oleh Ibu Merah.
Alena tetap diam di tempat duduknya, mendengarkan dengan fokus meski sesekali melirik noda di bajunya yang masih tertutup jaket Kael. Kael, di bagian belakang bersama gengnya, terlihat lebih santai tapi tetap mencatat secukupnya.
“Sekarang, saya ingin kalian mengerjakan soal di papan tulis ini. Waktu kalian sampai bel berbunyi. Setelah itu, kumpulkan tugas kalian ke meja saya.” Jelas Ibu Merah dengan nada tegas, setelah selesai menjelaskan.
Siswa segera sibuk mencatat soal dan mulai mengerjakannya. Suasana kelas hening, hanya terdengar suara pensil dan pena yang menulis di kertas. Alena fokus mengerjakan tugasnya, meski sesekali terdengar bisik-bisik kecil dari bagian belakang kelas, tempat Ghost Riders duduk.
Lonceng berbunyi, menandakan akhir pelajaran. Suasana kelas kembali gaduh saat siswa mulai mengumpulkan tugas mereka ke meja guru.
Ibu Merah mengangkat tangan, mencoba menenangkan siswa. “Satu per satu. Jangan rebutan."
Alena mengumpulkan tugasnya dengan tenang, menghindari tatapan teman-teman sekelasnya. Sementara itu, Kael dan Ghost Riders adalah yang terakhir mengumpulkan, dengan Kael berjalan lebih dulu ke meja guru. Luka dan Bayu terus bercanda pelan di belakang, membuat Kael melirik mereka dengan sedikit senyum.
Setelah semua tugas terkumpul, Ibu Merah mengemasi barang-barangnya dan keluar dari kelas. Suasana kembali bebas, dan siswa mulai berbicara lagi sambil menunggu pelajaran berikutnya.
Luka berbisik ke Kael. "Kok lo bisa main lumpur sama Alena dan kenapa lo nggak kotor juga."
"Gue nggak main lumpur sama dia. Gue tadi ketemu dia waktu mau cuci muka, penampilannya udah begitu."
Luka hanya mengangguk sementara Kael melirik ke arah Alena sebentar sebelum bergabung dalam obrolan santai dengan gengnya.
...----------------...
Bel berbunyi menandakan waktu istirahat. Siswa-siswa berbondong-bondong keluar kelas, beberapa langsung menuju kantin. Di antara keramaian, Alena keluar dari kelas sendirian. Langkahnya tenang, wajahnya menunjukkan keletihan yang samar. Jaket Kael masih menutupi bajunya.
Alena tiba di kantin dan segera mencari meja kosong. Setelah menemukannya di sudut yang agak sepi, ia duduk sambil melepas jaket Kael dan melipatnya rapi di meja. Seorang penjaga kantin mendekat untuk menerima pesanannya.
Penjaga Kantin tersenyum ramah. “Mau pesan apa, Dek?”
“Mie ayam satu. Pake pangsit ya, Bu.”
“Siap. Tunggu sebentar.”
Penjaga kantin pergi, dan Alena duduk sendirian di meja itu. Ia memandang ke arah siswa lain yang sedang sibuk dengan teman-teman mereka. Suara tawa dan percakapan memenuhi kantin, tetapi ia tetap diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Hubungan gue selalu gagal selalu aja ada rusaknya. Jadi selingkuhan? Kayaknya gue emang di takdirkan buat jadi selingkuhan."
"What?! Nggak! gue nggak mau jadi selingkuhan!" Ucapnya dalam hati.
Matanya menatap kosong ke meja, jari-jarinya mengetuk pelan permukaan kayu. Ada sedikit rasa sakit yang terpancar di wajahnya, tetapi ia menepisnya dengan helaan napas panjang.
"Gue nggak akan berhenti. Gue tau cinta sejati itu ada. Gue cuma perlu lebih sabar, lebih hati-hati, dan percaya diri." Tekad Alena.
Ia menegakkan punggungnya, mencoba mengusir pikiran negatif. Tak lama kemudian, seorang pelayan datang dengan semangkuk mie ayam panas yang mengepul.
Penjaga Kantin meletakkan mangkuk di mejanya. “Mie ayam pesenan kamu. Silakan, Dek.”
Alena tersenyum tipis. “Makasih, Bu.”
Alena mengambil sumpit dan mulai mengaduk mie ayamnya perlahan, aroma hangat dari mangkuk itu memberikan sedikit kenyamanan. Sesekali ia melirik ke arah siswa lain, tetapi ia tetap fokus pada makanannya, menikmati setiap suap dengan diam.
Alena makan mie ayamnya dengan perlahan, ekspresinya menunjukkan perpaduan antara ketenangan dan tekad baru yang muncul dalam hatinya.
Wajahnya mulai terlihat lebih rileks saat ia menikmati makanan favoritnya. Namun, ketenangannya segera terusik ketika seorang siswa mendekat ke mejanya.
“Alena, ya?” Tanya siswa itu dengan nada sopan.
Alena menghentikan suapannya dan mendongak, menatap siswa itu dengan ekspresi datar tetapi sedikit bingung.
“Iya, kenapa?”
“Barusan Bu Merah minta kamu ke kantor guru. Katanya penting.”
Alena mengerutkan kening, jelas merasa bingung dan sedikit jengah karena harus meninggalkan makanannya. Ia meletakkan sumpitnya di mangkuk dengan perlahan, lalu menarik napas dalam-dalam.
“Sekarang?”
Siswa itu mengangguk. “Iya. Katanya sekarang juga.”
Alena mengangguk pelan, lalu berdiri dari kursinya. Ia melipat jaket Kael dan membawanya, meninggalkan mie ayam yang baru saja ia pesan dan tak lupa membayarnya.
“Ada apa lagi, sih? Baru juga istirahat.”
...----------------...
Ini Alena, yang kata kael. "Cewek imut kaya lo, ga cocok marah-marah."