NovelToon NovelToon
MY NAME IS QUIN

MY NAME IS QUIN

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / Diam-Diam Cinta / Identitas Tersembunyi
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Pansy Miracle

Quinevere King Neutron, putri Nathan Ace Neutron bersama dengan Clementine Elouise King, kini sudah tumbuh menjadi seorang gadis dengan kepribadian yang kuat. Tak hanya menjadi putri seorang mantan mafia, tapi ia juga menjadi cucu angkat dari mafia bernama Bone. Hidup yang lebih dari cukup, tak membuatnya sombong, justru ia hidup mandiri dengan menyembunyikan asal usulnya. Quin tak pernah takut apapun karena ia sudah banyak belajar dari pengalaman kedua orang tuanya. Ia tak ingin menjadi pribadi yang lemah, apalagi lemah hanya karena cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

UNDANGAN

Pyarrrr

Elon begitu kesal, amarahnya seakan tak terbendung lagi karena Quin benar-benar mengacuhkannya.

Apa aku tak terlihat di matamu? Apa aku begitu tak berarti? Apa benar selama ini kamu tak pernah mencintaiku dan hanya menganggap hubungan denganku hanya sebatas status? - batin Elon.

Pranngg

Elon kembali menjatuhkan semua barang-barang miliknya dengan kasar hingga pecah dan berhamburan di lantai.

Anya yang lewat di depan kamar tidur Elon pun mendengar suara tersebut, langsung membuka pintu.

“Ada apa ini Elon?!” tanya Anya dengan raut wajah ingin tahu.

Elon menoleh ke arah pintu, tapi sama sekali tak menjawab pertanyaan Anya. Ia tak tahu harus menjawab apa dan suaranya terasa tercekat di leher.

“Elon! Katakan ada apa?!” tanya Anya sekali lagi.

Elon masih berdiri diam, kemudian melangkah menuju tempat tidur lalu duduk. Ia menunduk sambil memegang kepala dengan kedua tangannya.

“Mom, apa aku harus bertunangan dengan Gisella?” tanya Elon.

Anya menautkan kedua alisnya, “Apa maksud pertanyaanmu, Elon?”

Elon menoleh ke arah Anya dan kembali bertanya, “Apa aku harus bertunangan lalu menikah dengan Gisella?”

Rasa amarah tiba-tiba muncul di dadda Anya. Ia sangat yakin kalau yang membuat Elon seperti ini pasti adalah Quin. Tangan Anya mengepal dengan gemuruh di dalam hati. Namun, ia berusaha menekan ego-nya agar niatnya tak terciumm oleh Elon.

“Mommy tahu kamu mencintai Quin. Kamu juga sangat tahu bahwa Mommy menyukainya, bahkan Mommy menyayanginya seperti putri Mommy sendiri. Tapi, kamu lihat sendiri bagaimana sikapnya pada kita.”

“Aku akan berusaha membujuknya, Mom. Aku yakin Quin hanya emosi sesaat. Tak mungkin ia menolak status dan kekayaan keluarga kita,” ujar Elon.

“Elon!” Anya menggelengkan kepalanya. Ia tak mau putranya itu merendahkan serta menjatuhkan harga dirinya demi mendapatkan Quin, wanita miskin yang tak sederajat dengan keluarga mereka.

“Kamu harus melupakannya, bukankah kamu juga akan segera bertunangan? Tunjukkan pada Quin bahwa kamu bisa membahagiakan pasanganmu, agar ia menyesal telah memutuskan hubungannya denganmu,” kata Anya berusaha mencari alasan untuk memanas-manasi Elon.

Elon tampak diam dan berpikir. Ia berusaha mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Mom Anya. Tanpa sadar, ia mengangguk-anggukkan kepalanya, seperti menyetujui perkataan Mom Anya.

Elon mengangkat wajahnya menatap Mom Anya kemudian berkata, “Kalau begitu segera laksanakan pertunanganku, Mom. Kalau perlu aku langsung menikah saja. Aku akan membuat Quin menyesal telah memutuskan hubungannya denganku. Aku juga pastikan ia akan berlutut dan memohon untuk kembali padaku.”

Sebuah senyuman terbit di wajah Anya. Ia merasa senang karena kata-katanya sudah menjadi umpan yang langsung disambar oleh Elon.

“Percayakan semua pada Mommy. Mommy akan membuat semuanya luar biasa, hingga membuat Quin menyesal telah melakukan ini padamu,” kata Anya.

Elon diam tak membalas perkataan Anya. Ia masih sibuk dengan pikiran-pikiran di dalam kepalanya. Anya pun bergegas keluar dari kamar tidur Elon dan langsung menuju kamar tidurnya sendiri. Ia mengambil ponsel miliknya kemudian menghubungi seseorang.

***

“Quin!”

“Ada apa, Re?” tanya Quin yang sedang mengetikkan sesuatu ke dalam komputer di hadapannya.

“Ini,” Rea memberikan sebuah amplop berwarna putih pada Quin.

Quin menautkan kedua alisnya karena tidak biasanya ia mendapatkan surat ataupun paket.

“Apa ini?” tanya Quin.

“Ntahlah, ada seorang pria yang memberikannya saat aku keluar tadi,” jawab Rea.

Quin pun mengambil amplop tersebut dari tangan Rea kemudian membukanya, setelah sebelumnya ia membolak-balik untuk mencari nama pengirim. Setelah melihat apa isi di dalamnya, ia pun meletakkannya begitu saja di atas meja, meski dalam hati sebenarnya ingin langsung membuangnya ke tempat sampah.

“Apa ini?” tanya Rea yang akhirnya mengambil dan melihatnya sendiri, “Undangan pernikahan?”

“Gila! Katanya mau tunangan dulu, ternyata langsung menikah,” ujar Rea, “Apa jangan-jangan …”

“Jangan menduga macam-macam,” kata Quin memutus kalimat Rea.

“Apapun yang terjadi, aku turut bahagia untuk mereka. Bukankah lebih baik mereka menikah, Re? Itu menjadi alasan agar Elon tak mengira aku akan mengejarnya, terutama Aunty Anya,” lanjut Quin.

“Kamu mengira begitu? Ku rasa tidak. Ntah mengapa aku yakin kalau ini hanya pancingan untukmu. Bukan aku beranggapan buruk, tapi dengan mereka mengirimkan undangan ini untukmu saja, aku merasa mereka sengaja memanas-manasi dirimu,” kata Rea.

Quin terdiam kemudian menatap Rea, “Kamu benar, Re. Apa dia menganggap kalau aku akan datang dan mengacaukan acara pernikahan tersebut karena cemburu?”

Keduanya pun langsung tertawa bersama-sama.

“Berharap banget sepertinya dia,” ujar Rea masih dengan tertawa.

“Menurutmu, apa yang harus kulakukan?” tanya Quin. Fokusnya saat ini hanya menyelesaikan studi, kemudian melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, ia juga harus tetap memastikan bahwa keadaan Fox baik-baik saja.

Rea mengendikkan kedua bahunya karena ia tak ada ide sama sekali.

***

“Kamu sudah memberikannya?” tanya Anya pada salah seorang supir yang ia tugaskan mengantar undangan pada Quin.

Ya, Elon memang tidak tahu jika Anya memberikan undangan pernikahannya dengan Gisella pada Quin. Anya ingin memperlihatkan pada Quin betapa besarnya acara pernikahan putranya itu.

“Sudah, Nyonya.”

“Langsung padanya?” tanya Anya lagi.

Supir itu menunduk lalu menjawab dengan sedikit terbata, “Ti-tidak, Nyonya. Saya memberikan pada salah seorang pekerja di sana.”

Plakkk

“Bodoh kamu!!” Anya langsung menampar pipi supir tersebut, “Tugas seperti itu saja tak mampu kamu selesaikan. Kalau sampai undangan itu tak sampai me tangan wanita miskin itu, yang membuat ia tidak datang, kamu akan lihat akibatnya.”

Supir tersebut terus menunduk dengan perasaan gelisah, bahkan jantungnya kini berdebar semakin cepat. Rasa sakit di pipinya tak ia hiraukan, karena ia merasa ancaman Anya akan lebih sakit dari itu.

“Kamu dan keluargamu akan kupastikan berada di jalan, tanpa ada siapapun yang mau mempekerjakan kalian,” lanjut Anya.

“Ma-maafkan saya, Nyonya,” supir tersebut langsung berlutut di hadapan Anya dengan tangan terkatup, memohon agar Anya tak melaksanakan ancamannya.

”kalau begitu sekarang pergi dan pastikan undangan itu berada di tangannya. Aku ingin bukti, bukan hanya ucapanmu saja,” kata Anya.

Bughhh

Anya menendang tubuh supir itu sebelum ia pergi meninggalkannya. Supir tersebut mengepalkan tangannya sambil menatap penuh amarah pada majikannya yang ia rasa amat sombong.

Setelahnya, ia bangkit berdiri lalu bergegas pergi dari sana, menuju ke perpusatakaan di mana Quin bekerja. Ia harus memastikan bahwa undangan tersebut benar-benar sudah diterima oleh Quin.

***

“Quin, aku pulang dulu,” pamit Rea.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore dan Rea berusaha tepat waktu saat pulang karena ia harus kembali bekerja pada pukul enam di sebuah cafe yang berjarak tiga puluh menit dari perpustakaan tersebut.

“Hati-hati!”

“Maaf ya, aku pulang duluan. Aku …”

Quin tersenyum, “Aku mengerti, Re. Jangan sungkan-sungkan jika kamu membutuhkan bantuanku, aku akan selalu ada untukmu.”

“Aku masih bisa mengatasinya, Quin. Terima kasih. Bye!” Rea melambaikan tangannya sebelum keluar dari pintu utama perpustakaan.

Selang beberapa menit, seorang pria paruh baya tampak memasuki perpustakaan, membuat Quin menautkan kedua alisnya.

“Maaf kami sudah tutup, anda bisa kembali besok, Tuan.”

Pria tersebut menatap Quin, “Apa anda Nona Quin?”

🌹🌹🌹

1
cowettttttt
Quin kaya orang sawan lama2 punya power tp g d pake...fox keliatan sangat ga punya power masih kecolongan dan belum berhasil sudah bertahun2 upaya bls dendam
cowettttttt
Quin ini lemah atau bagaiman masa cuma sekali mukul si Elon trs malah diam aja sisa nya...trs g jujur jg bahwa ibu ny meminta hbgn mereka bubar biar klrga Meraka rusuh..malah diam saja
Arbaati
ditunggu next nya Thor
Arbaati
wah cari mati si Elon
Rini
fox
Arbaati
grubyaaak...nggeblak gak bangun" Mak anyet wkwkwk....
millie ❣
gak masuk UGD loe mak lampir liat siapa queen wkwkwkwk
Rini
nah lo kejang nga tu
millie ❣
lama g up yg semangat thor
Rini
👍👍
Arbaati
lanjut Thor udah tak kasih vote
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc

Izin ya
Pansy: Thank you so much Kak 🙏🏻❤️
total 2 replies
Inez Putri
kurasa fox bukan org sembarang. ada rahsia di diri fox? pensran q
Rini
sombong mu Bu , ati2 Lo jantungan 😂
Arbaati
next tour
millie ❣
Gw yakin itu fox deh rajin up y thor 😊
Rini
fox kah
Rini
fox misterius juga
Rini
fox dimana
millie ❣
Ayo queen tunjukan powermu donk ama org yg uda ngebela loe 😌
Rini
bertindak buat temanmu queen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!