Diharapkan bijak dalam memilih bacaaan
Rosaline Malorie adalah seorang wanita sederhana, tidak suka pakaian terbuka, cantik, rendah hati, tapi selalu diabaikan oleh kedua orang tuanya. Dalam hidupnya tidak sekalipun mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya dan kakak satu- satunya, bahkan dijadikan jaminan untuk mempertahankan perusahaan ayah yang tidak mengangapnya.
Tapi semua penderitaan Rosaline berubah, ketika dia secara tak sengaja bertemu dengan seorang CEO dari perusahaan terkenal di Spanyol dan termasuk jajaran orang terkaya di Eropa. Pria itu mengklaim bahwa Rosaline adalah wanitanya.
Rhadika Browns adalah seorang CEO berkedok Mafia. Jarang orang yang mengetahui wajah dari ketua Black Sky ini.
Bagaimana kisah pertemuan mereka?
Apakah Rosaline besedia menjadi milik Rhadika, dan menjalani takdir yang mempermainkannya ketika masa lalu pria itu muncul kembali?
Apa alasan Adijaya selalu mengabaikan Rosaline?
So,Yuk kita baca selanjutnya di cerita Mafia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon The Winner Purba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah Paham
Jangan lupa dukungannya
like, komen dan hadiahnya
tambahkan ke favorit yah😊
┉ Happy Reading ┉
"Baby awas!" Rhadika langsung berlari mengikuti arah jatuh istrinya.
Hap
Ros jatuh tepat dipelukan Dika. Dika memeluk erat tubuh Ros, membenamkan kepala istri kecilnya didada bidang miliknya. Dia sangat takut jika terjadi sesuatu dengan istrinya.
Punggung Dika mengenai pinggiran taman yang disusun batu besar. Dika tidak mengeluh dan tetap pada ekspresi datar saat merasakan benturan dipunggungnya.
Ros bangun dari pelukan orang yang menyelamatkannya. Dia kaget melihat siapa yang menolongnya dan lebih kaget lagi melihat banyak orang yang sedang berkerumun disekitarnya. Termasuk Levi, paman Vill, dan juga Odion dan Clasy.
"Apa yang terjadi?" monolognya. Kemudian mengalihkan perhatiannya ke lelaki yang menyelamatkannya.
Ros melihat kameja putih suaminya mulai mengeluarkan darah. Ros panik dan hendak menyentuhnya, tapi tangannya ditepis oleh suaminya.
"Apa yang kau lakukan, hah? Jangan melakukan hal bodoh seperti ini lagi! Apa kamu pikir masalah bisa selesai dengan melakukan hal konyol seperti ini? Bagaiman tadi jika kau benar-benar jatuh?" Suara Dika naik satu oktaf. Setelah mengatakan itu Dika meninggalkan kerumunan dan menuju kamar.
Ros bingung mendengar ucapan suaminya. Memangnya apa yang dia lakukan. Dia juga melihat ada balon besar ada dibawah balkon kamar mereka. Wajah semua orang disekitarnya juga sangat pias saat ini.
Ditengah kebingungannya, Ros memilih mengikuti suaminya dari belakang. Sesampainya dikamar Dika mengabaikan istrinya. Bukannya marah pada istrinya, tapi pada dirinya sendiri, kenapa tidak becus menjaga salah satu orang paling berharga dalam hidupnya.
Dika merasa punggungnya perih dan sakit. Sepertinya saat dia jatuh, punggungnya retak. Tapi dia tidak peduli, keselamatan istrinya adalah yang terutama. Dika membuka kamejanya dan terlihat punggung dengan luka lebar. Kameja itu sudah berlumuran darah segar.
"Aku akan memanggil dokter," ucap Ros.
"Tidak perlu, aku tidak membutuhkannya," ketus Dika.
"Kalau begitu aku akan mengobatinya." Ros mencari kotak P3K dan menemukannya di laci samping tempat tidur. Ros mendekat hendak mengobati luka suaminya.
Tapi tangannya dicegah oleh pia didepannya. "Tidak perlu, aku bisa sendiri." Lagi-lagi Dika menolaknya. Pelupuk mata Ros sudah mulai penuh dengan air mata. Dan akhirnya dia menangis. "Kenapa, kenapa aku sangat lemah dihadapannya," monolog Ros sambil terisak.
Ros selalu lemah dihadapan lelaki didepannya. Sedangkan didepan Maura dia bisa menang, bahkan itu adalah hal paling kasar yang pernah dilakukannya semenjak dia lahir kebumi. Semua itu berjalan lancar, bahkan Ros tidak memberikan celah bagi Maura.
Tapi kenapa, kenapa dihadapan pria ini dia seperti seseorang yang lemah yang butuh perlindungan.
Dika yang melihat Ros mulai menangis mulai buka suara. "Kenapa, apa kau sudah menyadari kesalahan mu?" Dika menatap lekat kedua manik yang telah mengeluarkan air mata dan berdiri dihadapan istrinya.
Sebenarnya dia juga sakit melihat wajah menyedihkan istrinya. Tapi dia berharap dengan pelajaran ini, dengan dia mengabaikan kelinci rakusnya, wanita didepannya sadar bahwa yang dilakukanya tadi adalah kesalahan besar. Masalah tidak akan selesai dengan melakukan hal konyol yang merugikan diri sendiri.
"Apa kau masih mencintainya, hingga kau marah begini padaku. Apa kau marah karena aku telah menampar bahkan mengusirnya dari mansion ini?" tanya Ros
Keduanya sama-sama menyampaikan tujuan masing-masing. Namun yang dimaksud Dika adalah kejadian rencana bunuh diri kelinci rakusnya, berbamding terbalik dengan perkataan Ros tentang kejadian Maura yang ditamparnya. Hal ini memicu kesalah pahaman bagi keduanya.
"Mencintai apa maksudmu?" Wajah Dika penuh kebingungan.
"Apa sebegitu menjijikkannya aku bagimu, sampai kau tidak mau kusentuh? Atau aku tidak layak menyentuh tubuhmu yang berharga itu?" Ros sambil terisak bertanya kepada suaminya.
"Omong kosong apa yang kau katakan." Dika heran dengan isi kepala istrinya, selalu berkeliaran terlalu jauh.
"Yah benar, kenapa aku tidak sadar diri. Aku terlalu lancang dengan posisi ku sebagai jaminan hutang. Bahkan malam pertama aku diting—"
Dika membungkam istrinya dengan bibirnya. Berharap istrinya berhenti dari semua omong kosongnya. Ros yang melihat itu mendorong kuat suaminya hingga ciuman itu terlepas.
"Lihat, semua itu jelas sekarang bukan? Bahkan kamu membuktikan sekarang apa posisiku dirumah ini. Benar yang dikatakan mantan kekasihmu bahwa aku hanya lah seorang *******. Benar bukan?"
"Kenapa otak kecilmu selalu melangkah terlalu jauh? Kapan aku memperlakukan mu seperti seorang *******, hah?" Dika bingung, sebenarnya yang harus marah disini siapa?
"Lihat, kamu dengan sesukanya menciumku, meninggalkan aku saat aku pingsan, saat aku sakit. Apa kamu tau, itu semua karena ulahmu. Bahkan kau tidak menjenguk ku sama sekali selama satu minggu ini," Ros mengeluarkan semua kekesalan yang terpendam dalam hatinya.
"Stop, stop it Ros!" Dika mulai frustasi dengan semua ucapan istrinya.
"Bahkan dimalam pertama kita kau pergi tanpa memberitahu ku kemana pergi, apa yang kau lakukan diluaran sana, dengan siapa. Kau hanya pergi dan menyuruh Levi menjagaku. Sebenarnya yang suamiku kau apa Levi," teriak Ros.
Dika bungkam, dia merasa bersalah tapi sudah berjanji juga pada adiknya tidak akan memberitahu istrinya tentang Felice. Dika mengumpat dihatinya. "Felice, bahkan dengan ketidak hadiranmu, maupun kehadiran mu selalu membuat ku menghadapi hal-hal sulit."
"Bahkan kamu mengabiskan malam bersama mantan kekasihmu disaat aku membutuhkan pelukan hangat dari seseorang untuk menenangkan ku."
"Maaf, saat itu aku..."
Aku menunggumu untuk memberikan penjelasan padaku siapa sebenarnya dirimu. Tapi, kau lebih memilih wanita s*ialan itu" ucap Ros dengan terisak. Hilang sudah kelembutan Ros.
"Bukan begitu, dokter mengatakan kau butuh waktu istirahat dan menjauhkan penyebab kamu ping—"
"Bullshit. Bahkan kamu berpegangan tangan dengan mantan kekasihmu. Yah aku sadar, aku sadar dengan posisiku saat ini," ucap Ros dibanjiri air mata.
Dika yang mendengar itu merasa frustasi. Wanita didepannya tidak bisa diajak bicara dengan kepala dingin sekarang.
"Apakah kamu puas sekarang, apa kau sudah puas mengabiskan malam panas bersama mantan keasihmu. Apakah menyenangkan?" Ros tersenyum sinis.
Ros mengeluarkan seluruh keluh kesahnya. Setidaknya, meskipun menangis tapi dia berhasil mengeluarkan keberaniannya.
"Apa maksudmu? Semalam aku di kantor menyelesaikan berkas pent—"
"Bahkan kamu tidak pernah mengajakku melakukannya. Apa aku harus bersikap seperti seorang ******* agar kamu tertarik?" ucap Ros.
"Bukan begitu baby, aku tau kamu waktu itu belum sia...," lagi-lagi Ros memotong penjelasan Dika.
"Baju seksi, belahan dada rendah, punggung terbuka? Apa itu yang kamu suka? Baiklah." Ros terus memotong perkataan suaminya. Inilah salah satu kebiasaan buruk Ros yang paling sulit dihilangkan. Tidak mau mendengar penjelasan orang secara lengkap.
Ros ingin bergegas kearah lemari untuk melakukan seperti yang dikatakannya tadi. Dia ingin menunjukkan bahwa dia sungguh-sungguh, bukan ancaman semata.