Ares dan Rara bersahabat baik dari kecil. Tidak mau kehilangan Ares membuat Rara mempertahankan hubungan mereka hanya sebatas sahabat dan memilih Arno menjadi pacarnya. Masalah muncul saat Papa Rara yang diktator menjodohkan Ares dan Rara jatuh sakit. Sikap buruk Arno muncul membuat Rara tidak mempertimbangkan dua kali untuk memutus hubungan seumur jagung mereka. Ares pun hampir menerima perempuan lain karena tidak tahan dengan sikap menyebalkan Rara. Namun demi melindungi Rara ,memenuhi keinginan papa dan membalas Arno. Akhirnya Rara dan Ares menikah. Hari - hari pernikahan mereka dimulai dan Rara menyadari kalau menjadi istri Ares tidak akan membuatnya kehilangan lelaki itu. Lantas bagaimana kelanjutan hubungan mereka yang sebelumnya sahabat menjadi suami istri serta bagaimana jika yang sakit hati menuntut balas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Calistatj, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9
Belakangan ini sepertinya hidupku penuh kejutan. Aku tau kalau alur hidup memang tak bisa ditebak. Dimulai dari masalah perjodohan hingga pengkhianatan Arno sekarang ditambah lagi dengan kondisi mabuk yang cukup parah sampai mencium Ares dan memintanya menikahiku. Aku rela berangkat jauh lebih pagi demi menghindari Ares. Sayangnya sekarang lelaki itu ada di depan rumahnya bersama seorang wanita cantik. Tatapan mereka terlihat sangat serius membuatku jadi sangat penasaran.
“Res, kamu janji bakal kasih jawaban perasaanku secepatnya. Kemarin kamu udah yakin sekarang kok bingung lagi?” Tanyanya bingung.
“Masalahnya nggak segampang itu, Don”
“Apa yang nggak gampang? Aku selalu nerima kamu di apartemenku dan sekarang kamu bahkan nggak ajak aku masuk” Protesnya.
“Donna pergi dari sini sekarang ya. Kita bicara after work”
“Oke, awas kamu ingkar janji. Aku tunggu kamu”
Perempuan cantik itu berbalik. Tubuhnya tinggi semampai bak model dengan rambut hitam panjang yang membingkai wajah tirusnya. Dandananya glamor. Aku baru berani mendekati Ares setelah perempuan cantik bernama Donna itu pergi. “Wah, siapa tuh, Res?” Tanyaku santai berpura - pura tidak mengingat kejadian semalam.
Ares menoleh ke arahku. “Teman?”
“Hubungan kasual?”
“Hah? Emang gue keliatan suka hubungan kasual ya?”
“Terus apa? Dia bilang kamu suka ke apartemennya. Maaf aku nggak sengaja dengar”
“Donna itu salah satu teman gue waktu kuliah di US, Ra. Kita nggak sengaja ketemu lagi beberapa bulan ini setelah lepas kontak. Sejak itu gue suka ketemu dia di apartemennya kalau penat. Tapi kita cuma ngobrol dan minum santai. Gue nggak nyangka beberapa hari lalu dia bilang dia suka sama gue” Jelas Ares panjang lebar.
Aku menatapnya tak percaya. Ternyata masih banyak hal yang tidak aku ketahui tentang Ares padahal selama ini kami di belenggu oleh ikatan sahabat. Aku kira dia akan membagi banyak hal terhadapku ternyata banyak pula yang tidak aku tau.
“Oh… Res, kalau kamu suka sama dia. Santai aja. Kita bisa sama - sama nolak perjodohan ini. Lagi pula… menurutku kita lebih baik jadi sahabat” Ucapku menenangkan Ares. Aku takut Ares terbebani karena perjodohan sepihak ini.
Ares hanya terdiam sambil menatapku. “Mau kemana, Ra?” Tanyanya ketika aku membalikan badan.
“Kantor”
“Mau gue anter?”
“Nggak usah, Res. Ngomong - ngomong kamu dan Donna benar - benar terlihat serasi” Pujiku tulus sambil menyunggingkan senyum. Aku berusaha tidak merasa takut kehilangan kalau pada akhirnya Ares akan bersama dengan Donna. Perasaan sesak yang aku rasakan mungkin efek karena kejadi Arno kemarin. Pikirku. Aku juga berpikir kalau yang aku rasakan saat ini adalah kecemburuan sesaat, karena selama ini hanya aku yang ada di sekitar Ares.
Aku berjalan menyusuri jalanan komplek. Biasanya aku selalu memesan taksi dari dalam, tapi tadi aku hanya ingin menghilang secepatnya dari hadapan Ares dan tidak ingin menunggu taksi datang. Aku akan memesan taksi dari luar.
***
ARES POV
Sampai detik ini gue nggak ngerti sama Rara. Tentang apa yang dia rasa terhadap gue. Gue merasa kalau dia benar - benar hanya mengandalkan gue selama ini, tapi dia memilih orang lain dari pada gue. Pacar pertamanya selama ini - Arno dan berakhir patah hati sampai kecelakaan ringan dan harus gue jemput karena gue khawatir. Rara nggak terbiasa merasakan patah hati. Jadi, malam itu gue meninggalkan Donna yang cukup mabuk dan memesankan taksi untuk dia pulang hanya untuk menyelamatkan Rara yang menabrak pembatas jalan. Gue bahkan rela mengebut untuk secepatnya sampai ke pinggiran Jakarta dengan kecepatan 140km/jam
Hari ini Donna datang menemui gue untuk menagih jawaban dari pernyataan perasaannya terhadap gue beberapa hari lalu. Selama ini gue menjadikan Donna tempat sampah gue. Di saat gue kesal dan ingin menyuarakan perasaan gue, maka gue akan menemui Donna untuk membahas tentang Rara. Setidaknya gue mencoba mengimbangi kesibukannya mengurus Arno dengan bersama Donna, tapi jujur sedikitpun gue nggak pernah ngapa - ngapain Donna. We just talked about life and Rara.
Sampai Donna nyatain perasaannya ke gue dan gue nggak bisa jawab. Gue minta waktu untuk melihat sejauh mana Rara dan Arno, tapi kemarin Rara dan Arno sudah berpisah. Rara minta gue menikahi dia, sekalipun dia minta itu saat dia mabuk. Gue menyentuh bibir gue yang kemarin mendapatkan kecupan singkat dari Rara. Rara memang bukan tipe wanita yang mudah untuk dicintai, tapi Rara adalah perempuan yang selalu ada buat gue disaat Mama pergi. Dia ada disaat gue jatuh. Selama ini bahkan sejak dulu gue sayang sama Rara. Karena Rara membuat gue berpikir kalau memiliki teman hidup yang mengerti lo dengan sangat itu adalah hal menyenangkan. Karena Rara gue juga berpikir kalau ada jaminan untuk pernikahan kalau kita sama - sama takut kehilangan dan kita tidak akan berpisah. Sayangnya dia selalu menekankan tentang persahabat dan membuat gue nggak berani bilang terus terang tentang perasaan gue. Selama ini hanya kode yang bisa gue berikan.
Hari ini gue bisa melihat sedikit rasa cemburu yang ada di mata Rara. Gue segera menelpon Donna. Rasanya tidak ada lagi yang perlu gue sembunyikan dengan dalih takut menyakiti Donna, karena dari awal gue memang menempatkan Donna di posisi untuk tersakiti.
Malam itu di apartemen Donna. Apartemen Donna sudah seperti basecamp buat gue, karena dia tinggal sendiri. Gue tau kalau diam - diam Rara sering ke apartemen Arno, jadi gue pikir nggak masalah kalau gue ke apartemen Donna. Selama ini pun gue cuma ngobrol sama dia. Apartemen Donna berada di kawasan elit di pusat kota Jakarta dengan satu kamar. Dekorasinya mewah. Benar - benar sesuai dengan Donna yang glamour.
Gue duduk di sofa ruang tamu. Donna membawakan dua gelas kaca dan sebotol wine.
“Minum mulu. Lama - lama gue sakit hati, Don”
“Bukannya kamu memang selalu sakit hati, karena sahabat kamu itu?”
“Begitulah hidup, Don”
“Res… gimana kalau kamu lupain dia.. dan mulai menjalin hubungan sama aku? Aku suka kamu dari kita ketemu di kampus. Sudah selama itu dan aku masih suka kamu” Donna menangkup kedua wajah gue dan mendekatkan wajahnya hingga kami saling memandang.
“Don, jangan bercanda”Gue menurunkan tangan Donna dar wajah gue.
“Aku serius, Res. Nggak apa - apa kalau kamu masih suka sama perempuan itu. Aku akan kasih kamu waktu…kamu harus jawab ya dan nggak”
“Kalau sekarang jawabannya nggak”
“Pikir - pikir dulu sampai kamu bisa jawab iya. Kamu harus jawab iya”
Gue menghembuskan nafas dengan kasar. Pernyataan itu memang menggantung disana. Sampai kemarin gue mengatakan pada Donna kalau gue sudah punya jawaban sampai Rara menelpon dan gue meninggalkan Donna.