MY SUGAR DUDA
Gista berjalan kesana kemari di dalam rumah kontrakannya sembari menggigit kuku-kuku tangannya. Ia berpikir dengan sangat keras. Mencari solusi, dimana atau bagaimana cara mendapatkan uang sebesar seratus lima puluh juta untuk membayar hutang sang bapak pada seorang rentenir.
Gadis bernama lengkap Anggista Anggraini itu tidak pernah tau jika sang bapak selama ini melakukan perbuatan haram demi untuk bisa membiayai kuliahnya.
Beberapa waktu lalu, seorang rentenir ditemani dua orang preman datang dan mengamuk ke rumah kontrakannya. Saat itulah Gista mengetahui jika sang bapak selama ini suka bermain judi online dan meminjam uang hingga ratusan juta.
Rentenir itu mengancam akan membakar rumah kontrakan dan menghabisi sang bapak, jika dalam minggu ini Gista tidak dapat mengembalikan uang mereka.
Para penagih hutang itu tidak mau lagi memberikan kelonggaran waktu pada Gista atau bapaknya untuk melunasi hutang itu. Karena jatuh tempo sudah cukup lama.
“Apa aku harus menghubungi Renatta?”
Gista ingat jika sahabatnya itu menawarkan bantuan dan bersedia memberi pinjaman. Waktu itu, ia memang menolaknya. Tetapi, Gista yakin Renatta mau membantunya saat ini.
Ia pun mengambil ponsel untuk menghubungi Renatta.
“Astaga. Aku lupa jika dia sedang kabur dari rumah.” Ucap Gista ketika nomor ponsel sang sahabat tidak dapat di hubungi.
Terlalu sibuk memikirkan cara mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat, Gista lupa jika Renatta sedang pergi meninggalkan rumah suaminya.
“Aku harus bagaimana sekarang?”
Ia tidak memiliki harta bergerak yang bisa dijual saat genting seperti ini. Hanya sebuah motor matic dengan mesin 125cc, jika dijual mungkin hanya akan laku senilai sepuluh juta atau justru di bawah itu.
“Apa aku kabur saja? Toh bapak juga tidak tau ada dimana saat ini.”
Kabur dan membiarkan rumah kontrakan itu di bakar oleh rentenir. Tidak! Gista tidak boleh seegois itu, membiarkan orang lain menghancurkan tempat yang bukan miliknya.
.
Lalu gadis itu harus berbuat apa?
Ia kembali berjalan mondar-mandir di dalam rumah kontrakan sederhananya itu.
Dirgantara Wijaya.
Nama sang atasan pemilik kafe tempatnya bekerja paruh waktu, tiba-tiba muncul di dalam benak gadis itu. Haruskah Gista pergi menemui pria itu untuk meminjam uang?
Bukankah kata Renatta, pria berstatus duda itu sangat baik? Tidak ada salahnya jika Gista mencoba peruntungan.
“Aih. Seperti di dalam cerita novel saja.” Gadis itu mengusap wajahnya dengan kasar. Ia kemudian bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tidak ada pilihan lain. Gista harus bertemu dengan Dirgantara Wijaya untuk meminjam uang.
\~\~\~\~
Pukul lima sore, Gista tiba di kafe tempatnya bekerja paruh waktu. Ia memarkirkan sepeda motornya di tempat parkir khusus karyawan.
Kepala gadis itu sejenak memutar, memindai kendaraan-kendaraan yang berbaris dengan rapi.
“Semoga malam ini pak Dirga datang kemari.” Monolognya ketika tidak melihat mobil sang pemilik kafe.
Dirga biasanya datang di malam hari menjelang kafe tutup. Bahkan pernah tidak datang sama sekali karena kesibukannya sebagai wakil direktur Wijaya Group.
Dan Gista hanya berharap, malam ini pria itu akan datang agar ia bisa berbicara dengannya.
Gadis itu menghela nafas berulang kali. Ia kemudian masuk ke dalam kafe untuk bekerja seperti biasa.
Sudah seminggu lebih ia bekerja paruh waktu di kafe milik Dirga itu. Para rekan kerjanya juga sejauh ini selalu bersikap baik padanya. Apalagi setelah mengetahui jika Gista adalah sahabat dari Renatta, yang kini menjadi kakak ipar Dirgantara Wijaya.
Waktu terus bergulir, sore kini telah berganti malam. Para pengunjung kafe pun semakin ramai. Gista yang bertugas sebagai seorang pramusaji, pun merasa lelah di kedua kakinya. Namun, ia tidak mau mengeluh. Meski gajih bekerja paruh waktu tidak bisa membayar hutang bapak pada rentenir, setidaknya ia memiliki biaya hidup kedepannya.
Ah, mengingat tentang hutang, kepala Gista kembali berotasi untuk mencari keberadaan sang atasan. Jika tidak salah, sepertinya tadi ia melihat pria dewasa itu memasuki kafe. Semoga saja Dirga masih ada di tempat itu.
“Apa kamu melihat pak Dirga?” Tanya Gista pada salah seorang rekan kerja yang bertugas di pintu masuk, menyambut kedatangan para pengunjung kafe.
“Sepertinya beliau di dalam. Itu mobilnya masih disana.” Pramusaji wanita yang usianya tak jauh lebih tua dari Gista itu menunjuk ke arah mobil sedan hitam mengkilap milik Dirga yang terparkir tak jauh dari pintu masuk kafe.
Gista menganggukkan kepalanya. Ia pun kembali masuk ke dalam kafe.
“Itu dia.” Gumam Gista saat melihat Dirga sedang duduk bersama seorang pria berpakaian serba hitam.
“Aku tidak mungkin menghampirinya saat ini ‘kan?” Monolognya gadis itu lagi.
Melihat Dirga yang sedang berbincang serius dengan orang itu, Gista memilih melanjutkan bekerja. Ia hanya bisa berharap dalam hati agar sang atasan tidak pergi dengan cepat.
Satu jam berlalu.
Gista pun melihat Dirga sudah duduk sendirian. Pria itu tengah sibuk dengan ponsel di tangannya. Gadis itu pun memberanikan diri untuk mendekati meja yang di tempati oleh sang atasan.
“Pak Dirga.” Ucap Gista pelan.
“Hmm.” Pria itu menjawab dengan sebuah gumaman, tanpa melihat siapa yang datang.
Gista menghela nafas pelan. Seperti inilah nasib para bawahan ketika menghadap atasannya.
“Maaf, pak. Apa saya boleh meminta waktu anda sebentar.” Gadis itu memberanikan diri untuk berbicara. Ia sudah tidak memiliki banyak waktu.
Nasib bapak dan rumah kontrakan ada di tangannya.
Mendengar ucapan panjang itu, Dirga pun mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Ia menatap pramusaji yang sedang berdiri di samping meja.
Mata elang Dirga mengamati dengan tajam. Membuat jantung Gista berdetak dengan kencang. Bukan karena jatuh cinta. Namun karena takut di sembur Dirga saat ini juga.
“Kamu, sahabatnya Renatta.” Ucap pria itu. Bukan sebuah pertanyaan. Melainkan sebuah pernyataan.
Dirga hafal betul wajah sahabat Renatta itu. Karena sang kakak sepupu memintanya untuk mengawasi gadis itu.
Kepala Gista mengangguk pelan.
“Apa yang ingin kamu bicarakan dengan saya?” Tanya pria itu dengan serius.
Gista meremat ujung waist apron yang ia gunakan. Ia tidak mungkin mengatakan akan meminjam uang di tempat terbuka seperti ini ‘kan?
Melihat sang bawahan tak kunjung bicara, Dirga pun melirik arloji mahal di pergelangan tangannya. Dua jam lagi kafe akan tutup. Ia menduga pasti ada hal penting yang ingin gadis itu bicarakan padanya. Mungkin menyangkut kepergian kakak iparnya?
“Setelah selesai berberes, temui saya di ruang kerja.” Ucap Dirga kemudian.
Gista pun menganggukkan kepalanya. Ia pun pamit untuk kembali bekerja.
‘Semoga pak Dirga mau meminjamkan uangnya padaku.’ Monolog Gista dalam hati.
Ia rasa, uang seratus lima puluh juta bukanlah hal besar untuk orang sekelas Dirgantara Wijaya. Tetapi, apa mungkin pria itu dengan mudah meminjamkan pada orang yang baru beberapa hari bekerja dengannya?
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
wahyu widayati
cerita di awal sdh menarik....lanjut membaca....
2024-12-07
3
beybi T.Halim
mari kita simak per sugar daddy_an versi yang ini😊
2025-01-17
1
mamah teby
mampir Thor,semoga ceritanya bagus
2025-01-11
1