Zahra. wanita yang ditinggal oleh lelaki yang dicintainya dihari yang seharusnya menjadi hari bahagia untuk nya dan keluarga.
setelah mengetahui alasan lelaki itu meninggal kan nya entah membuat nya merasa dikhianati atau kembali bersimpati, rasanya dia sendiri tak bisa membaca isi hati nya lagi.
Belum usai rasanya mengobati hati, Zahra justru di hadapkan dengan pilihan menerima pinangan pak kiyai untuk anaknya dan harus rela dipoligami atau menerima mantan tunangan nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trysa Azra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pilihan
Di temani sang kakak, Zahra melihat lihat lingkungan sekitar pondok pesantren tempat Kakak nya mengajar. Disini pondok putra dan putri di pisah namun masih satu kawasan yang dibuat menjadi dua area satu untuk santri putra dan satu untuk santri putri.
Pondok pesantren Nurul Ihsan milik kyai Ghafur didirikan oleh orang tua beliau sendiri dan kini diteruskan kyai Ghafur dan saudara nya juga keluarga nya. Karena beliau anak laki laki satu satu nya dari sang pendiri pondok lantas beliau lah yang diberi amanah untuk meneruskan nya sepeninggal sang ayah dan beliau pun tentu nya nanti akan memilih siapa yang akan meneruskan pondok pesantren nya kelak.
Kyai Ghafur adalah teman Abah Zahra waktu dulu mondok, mereka cukup akrab namun Abah Zahra memilih pulang kampung waktu itu setelah lulus karena orang tua nya sakit dan kemudian sampai menikah dan memiliki anak sekarang. Meski jarang bertemu tapi silaturahmi kedua nya terjaga dengan baik hingga Yusuf anak laki-laki nya di sekolah kan disana kemudian di pinta untuk mengajar disana dan kini beliau pun ingin meminta Zahra untuk ikut mengajar juga di pesantren nya.
" Disana kantor untuk ustadz dan disana kantor untuk ustadzah nya. " Yusuf menunjuk kearah dua bangunan didepan nya, Zahra mengangguk.
Tak lama terlihat hafidz keluar dari kantor dan berjalan kearah mereka.
" ini kertas ujian nanti tanda tangani dan kumpul segera ya." pinta hafidz, Yusuf mengambil amplop berisi kertas ujian.
" terima kasih ya. Sebentar lagi aku masuk kelas. " kata Yusuf.
" oh iya. Kalau mau minta ustadzah Mila saja menemani Zahra berkeliling." kata hafidz kemudian, ternyata dia masih ingat nama adik teman nya.
" Benar juga nanti aku temui ustadzah Mila nya dulu."
" tadi masih di kantor coba kamu cek kesana. " hafidz memberi tahu.
Mengikuti saran hafidz, Yusuf pun meminta ustadzah mila untuk mengajak Zahra berkeliling.
Zahra cukup senang ketika di temani ustadzah Mila berkeliling dan mereka pun berbincang cukup nyambung satu sama lain.
" jangan heran ya nanti kalau santri disini sesekali manggil saya ibu karena sudah jadi panggilan khusus buat ustadzah yang lebih tegas dan cerewet di plesetin mereka begitu. " cerita Mila ketika ada salah satu murid yang lewat menyalami nya dan memanggil ibu. Zahra pun tersenyum mendengar cerita Mila.
Ternyata mereka masih seumuran dan Mila sendiri adalah istri dari salah satu ustadz disana juga, kedua nya menikah di pondok dan kini juga tinggal di pondok sebagai pengabdian mereka.
" Murid nya banyak ya ustadzah." kata Zahra melihat para santri wati yang hilir mudik berlalu lalang.
" Alhamdulillah disini santri wati nya hampir seribu orang dan santri laki laki nya lebih seribu orang." cerita ustadzah Mila.
" Masya Allah.." decak kagum Zahra.
" terima kasih sekali sudah menemani berkeliling ma'af jadi merepotkan." kata Zahra sopan.
" mana ada merepotkan yang ada saya malah senang sekali bisa bertemu teman baru." kedua nya pun saling lempar senyuman.
" kata ustadz hafidz kamu akan mengajar disini. Semoga betah dan berkah ya." ucap Mila.
" Masya Allah. Sebenarnya saya masih belum tau menerima tawaran kyai atau tidak, masih mempertimbangkan. " ujar Zahra.
" Bismillah aja... Kalau pak kyai sendiri yang minta kamu buat ngajar insya Allah baik kedepan nya." Mila menyemangati.
" saya malu kalau ilmu saya belum cukup untuk mengajari santri disini. Biasanya saya cuma menghadapi anak-anak TK kalau lihat murid-murid disini saya jadi langsung grogi." kata Zahra.
" mereka sama saja Zahra. Malah itu artinya kamu hebat Lo bisa menghadapi anak-anak TK yang perlu kesabaran yang luar biasa besar. Di banding mengajar ke murid-murid yang dewasa tantangan nya hanya satu, keras kepala mereka." ujar ustadzah Mila lagi.
" Bisa saja ustadzah ini. Tapi Disini kalau bandel dapat sangsi atau teguran kan ustadzah?"
" iya itu pasti. Tergantung keselahan nya... Ada yang di sangsi tambah hafalan, membersihkan lingkungan asrama atau kalau sudah fatal orang tua akan di panggil." ustadzah Mila menjelaskan.
" Tapi insya Allah nanti Zahra bisa lekas beradaptasi disini." ustadzah Mila menyemangati.
Zahra hanya tersenyum, dia belum memutuskan lagi pula ini diluar perkiraan nya. Karena semula dia kesini mau mondok dan belajar lagi tapi justru di pinta untuk mengajar oleh pak kyai Ghafur.
Di pertemuan singkat itu Zahra dan Mila terlihat sudah bisa mulai akrab, kedua nya tidak canggung mengobrol satu sama lain. Dari balik kaca jendela ruangan nya kyai Ghafur melihat kedua nya berjalan lewat depan ruangan nya, beliau tersenyum dan senang karena Zahra terlihat bisa dengan mudah berbaur disana. Beliau berharap itu pertanda awal yang baik, karena bagaimanapun Zahra juga sudah beliau anggap seperti anak sendiri karena dia sangat dekat dengan Abah nya Zahra.
Saat mendengar cerita Abah Zahra mengenai kemalangan yang menimpa putri nya dia juga ikut bersedih dan sebagai seorang ayah beliau juga tau besar harapan sang Abah pada Zahra. Karena itu lah beliau mempertimbangkan Zahra untuk mengajar di pondok nya, bukan semata mata karena Zahra anak dari teman nya tapi beliau tau ada potensi di diri Zahra yang bisa di kembangkan di pondok ini. Sangat di sayang kan jika Zahra tidak mengembangkan diri nya karena orang orang juga perlu bantuan dia dalam mengajar.
...----------------...
Dirumah, selesai makan malam Zahra dan Yusuf juga istri nya berbincang membahas permintaan kyai Ghafur.
" Nggak ada salah nya de... Kamu juga kalau mau kuliah masih bisa kan." kata Laila memberi pendapat.
" iya, itung-itung kamu belajar lagi juga kan." kata Yusuf ikut bersuara.
" masa iya sih kak, aku yang nggak mondok disana malah tiba-tiba ngajak disana. " Zahra masih kurang yakin.
" kan nggak ada peraturan nya juga kan de harus lulus pondok sana." sahut Yusuf.
" Tapi Zahra mau sambil kuliah bisa kan kak? " tanya Zahra memastikan.
" Insya Allah bisa, nanti sesuai kan jadwal kamu dengan jadwal di pondok." kata Yusuf lagi.
" kalau kamu mau nanti bicara lagi ke abi minta ngajar nya di kelas awal saja. " Yusuf menambah kan.
" kalau memang boleh seperti itu ya bismillah saja lah. " ujar Zahra tanda setuju.
" nanti kita silaturahmi kerumah kyai Ghafur, biar kamu juga nggak terlalu canggung bicara nya dengan beliau sekalian ketemu umi untuk berkenalan. " Yusuf pun langsung berinisiatif dan Zahra mengangguk setuju.
Mungkin ini adalah keputusan yang baik untuk Zahra, meski diluar dari rencana dia semula tapi semua ini membuat dia terlupakan sejenak tentang masalah yang beberapa waktu yang lalu dia alami.