NovelToon NovelToon
Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Cinta Terlarang / Cerai / Keluarga / Tukar Pasangan
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Elfira Puspita

Karin, Sabrina, dan Widuri. Tiga perempuan yang berusaha mencari kebahagiaan dalam kisah percintaannya.
Dan tak disangka kisah mereka saling berkaitan dan bersenggolan. Membuat hubungan yang baik menjadi buruk, dan yang buruk menjadi baik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfira Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4. Pandai Bersandiwara

"Jangan Bu! Jangan samperin mereka," kata Karin sambil menarik tangan ibunya yang hendak melangkah ke arah butik. Suara Karin tercekat di tenggorokan, mencoba menahan air matanya yang mengancam untuk tumpah.

"Kenapa? Kenapa Ibu enggak boleh nyamperin Cakra dan Bu Puan?" tanya Ibu Puspa heran. Matanya menatap Karin dengan penuh tanya, mencari jawaban dari rahasia yang dicoba bungkus rapat-rapat.

Karin terdiam menelan ludah. Hatinya bergemuruh, dan masih mencoba menahan air matanya. Karin sebenarnya sadar bahwa lambat laun ibunya akan tahu kenyataan yang terjadi. Dia hanya belum siap melihat ibunya kecewa, dan terluka karena apa yang menimpa dirinya.

"Kamu sama Cakra lagi berantem?" tanya Ibu Puspa, nada suaranya semakin khawatir.

"Itu... itu sebenarnya aku sama Mas Cakra...." Karin terbata-bata.

"Kamu sama Cakra kenapa?" tanya Ibu Puspa semakin menekan Karin.

"Sebenarnya kita--" Ucapan Karin terpotong oleh suara Cakra yang memanggil keduanya.

"Karin, Ibu!"

Suara Cakra serasa menusuk jantung Karin. Karin menoleh ke asal suara, mencoba untuk bersikap tenang. Namun, tak bisa dipungkiri tangannya gemetar, dan tubuhnya mendadak melemah.

Karin tak menyangka Cakra akan keluar dari butik tersebut. Dengan penuh senyum laki-laki itu menghampiri Karin dan Ibu Puspa, bahkan dia menyalami Ibu Puspa dengan sopan. Karin tentu heran dengan sikap Cakra saat ini. Cakra bersikap seolah hubungan keduanya masih baik-baik saja.

"Kamu lagi milih gaun pengantin buat Karin ya, Nak?" tanya Ibu Puspa, matanya berbinar-binar penuh harap, dan senyumnya terus merekah.

Karin terdiam menelan ludah. Hatinya semakin bergemuruh hebat. Dia sungguh tak ingin melihat senyum sang ibu padam. Dia tak ingin melihat harapan ibunya hancur berkeping-keping.

"Ah, itu sebenarnya ...." Cakra pun terdiam, tak mampu menjawab pertanyaan Ibu Puspa, dan dia menatap Karin penuh kebingungan.

Karin menggenggam tangan ibunya. Dia merasa tak bisa terus berbohong. "Ibu sebenarnya--"

"Sebenarnya saya disini lagi nemenin Ibu saya pilih baju pengantin buat sepupu saya, Bu." Potong Cakra. Laki-laki itu tampaknya juga belum siap memberitahu yang sebenarnya pada Ibu Puspa.

"Sepupu saya juga sebentar lagi menikah," tambahnya sambil berusaha tersenyum meyakinkan Ibu Puspa.

"Oh, ibu kira kamu lagi memilih buat Karin," ujar Ibu Puspa, suaranya sedikit kecewa dan senyumnya memudar, diiringi raut wajah yang masih penuh kecurigaan.

Cakra menggeleng sambil tersenyum. Senyum yang terasa dipaksakan, dan dia terlihat mulai canggung berada di dekat Karinm

"Kan aku udah bilang Bu, kalau gaun pengantinku tuh sudah disiapkan sama tim WO nya sekalian. Mending kita segera pergi belanja yuk, Bu!" Karin berusaha untuk mengajak ibunya pergi dari tempat itu.

"Kamu kok buru-buru banget sih, Rin. Mumpung Ibu Puan ada disini, kita ke dalam dulu sebentar. Kita sapa dia dulu," ucap Ibu Puspa bersikukuh ingin masuk ke dalam.

Karin berusaha menahan ibunya , begitu pun Cakra. Dia langsung menahan langkah Ibu Puspa, dan dia bergelayut manja di lengan ibunya Karin itu.

"Ngomong-ngomong Ibu udah makan belum? Didekat sini ada tukang ketoprak yang enak loh Bu," ujar Cakra dengan suara yang lembut.

"Enggak ah, tadi Ibu sudah sarapan kok di rumah," tolak Ibu Puspa dengan mata yang masih tertuju ke arah butik.

"Itu kan tadi Bu, udah lewat berapa jam loh. Sekarang mending Ibu temenin Cakra makan ketoprak ya." Cakra terus mencoba untuk membujuk Ibu Puspa.

"Tapi ...." Ibu Puspa terlihat ragu, dia menatap ke arah Karin.

Karin pun ikut merangkul tangan Ibu Puspa, dan berpura-pura mendukung ajakan Cakra. "Ayolah, Bu temenin Mas Cakra makan. Aku juga udah ngerasa lapar lagi kok Bu."

"Kamu lapar, Karin?" tanya Ibu Puspa sambil membelai pipi Karin yang tirus.

"Iya Bu, mending kita makan ya. Kita ketemu ibunya Mas Cakra nanti aja setelah makan ketoprak."

"Baiklah kalau itu mau kalian," ucap Ibu Puspa akhirnya mau mengikuti kemauan keduanya.

Mereka bertiga meninggalkan tempat itu, lalu berjalan menuju kios ketoprak yang berada di dekat swalayan.

Karin berusaha bersikap seperti biasa, dan tersenyum selama berada di dekat Cakra. Namun, sebenarnya di balik senyumnya itu ada luka, dan air mata yang ingin menetes.

"Makasih udah cegah ibuku untuk masuk ke butik itu," ucap Karin pada Cakra saat sang ibu pamit ke toilet.

"Jangan kegeeran, sebenarnya aku melakukan semua ini bukan karena peduli sama ibu kamu. Aku cuma enggak mau kalian bikin keributan, disana ada Nadia dan orang tuanya," sahut Cakra sambil tersenyum licik.

"Oh, jadi kamu lagi memilih gaun pengantin untuk selingkuhan kamu itu? Kapan kalian menikah?" tanya Karin berusaha menahan rasa kesal.

"Secepatnya lah. Ortunya Nadia itu kaya raya, mereka pejabat daerah. Kamu jangan lupa datang ke resepsiku yang mewah ya nanti," jawab Cakra menyombongkan calon mertuanya.

"Resepsimu yang mewah?" tanya Karin sambil tertawa menahan amarah. "Aku enggak akan pernah datang Mas, bahkan jika dibayar jutaan rupiah sekalipun!"

Karin memilih bangkit dari kursi, tubuhnya mulai gemetar, rasa sakit dan amarah bercampur aduk di dadanya.

"Makasih untuk makanannya. Aku akan segera menjelaskan sama Ibu soal hubungan kita," kata Karin dengan tegas.

Cakra mengangguk sambil mengulum bibirnya. Karin pun beranjak dari tempat itu, tapi karena ingat sesuatu hal dia berbalik lagi ke arah Cakra.

"Jangan lupa uang milikku kembalikan," kata Karin meminta haknya.

"Ya ampun cuma puluhan juta aja. Kayak ratusan juta ... untung aku enggak jadi menikah sama kamu. Kamu sangat perhitungan Karin," sahut Cakra mengejek Karin.

Dia mengeluarkan ponselnya, dan tampak melakukan sesuatu. "Tuh sudah kutransfer," katanya dengan angkuh.

Karin lantas mengecek saldo di rekeningnya, dan benar saja Cakra sudah mentransfer setengahnya.

"Setengah lagi aku bayar setelah pernikahanku sama Nadia," tambahnya.

Karin menghela nafas. "Sudahlah setengah lagi aku ikhlas. Aku malas berurusan lagi sama kamu Mas."

"Ih, aku juga malas kali ketemu lagi sama kamu," sahutnya. Sikapnya benar-benar berubah drastis kepada Karin.

Karin tak menyangka Cakra yang lemah lembut, dan terlihat sopan. Ternyata aslinya bersifat brengsek.

Karin pun segera berbalik, dan melangkahkan kakinya. Namun, tetiba Cakra menahan tahannya.

"Apa lagi Mas? Urusan kita kan sudah selesai?" tanya Karin kesal sambil menghempaskan tangan Cakra.

"Aku cuma mau tahu, laki-laki yang menolong kamu waktu di kafe itu siapa?" Dia bertanya pada Karin, raut wajahnya berubah lagi.

Karin sontak tersenyum miring tak mengerti melihat sikap Cakra. "Kenapa kamu bertanya soal itu? Apa kamu masih peduli soal aku?"

"Jawab aja Karin? Siapa dia? Apa jangan-jangan kamu juga selingkuh di belakang aku?"

Karin terkekeh mendengar tebakan Cakra. Bisa-bisanya dia menyamakan dirinya yang setia dengan pengkhianat seperti Cakra.

"Itu bukan urusan kamu lagi Mas. Lebih baik kamu urus saja Nadia, calon istri kamu!" ucap Karin tak ingin membuang waktu lagi.

Cakra menggeram, tapi Karin tak peduli, dan memilih pergi meninggalkannya di kios ketoprak itu, laly pergi menyusul Ibu Puspa

"Kamu sudah beres makannya? Cakra mana Rin? Apa dia masih makan?" tanya Ibu Puspa yang baru keluar dari dalam toilet. Dia celingukan mencari sosok Cakra.

"Mas Cakra sudah pergi Bu, dia ada urusan mendadak ... dan katanya Ibu Puan dan keluarga juga udah pulang Bu," ucap Karin.

"Oh, begitu. Ya sudah mungkin kita bisa ketemu mereka lain kali." Ibu Puspa tersenyum pada Karin, tapi Karin tahu hati ibunya kecewa.

Karin mengangguk lalu terdiam, menahan gejolak emosi yang menggebu di dadanya. Dia sebenarnya ingin menangis, berteriak, dan menumpahkan semua rasa sakit yang dia rasakan. Tapi dia tak sanggup melihat wajah renta yang selama ini menjadi sandaran hidupnya ikut terluka.

"Kamu kenapa murung Rin," tanya Ibu Puspa sambil menatap Karin dengan curiga.

Karin menggeleng, mencoba untuk menyembunyikan kesedihan yang menggerogoti hatinya.

"Kamu enggak bisa bohongin Ibu Rin. Ibu ngerasa kalau kamu enggak baik-baik aja Rin. Kamu nyembunyiin sesuatu kan dari Ibu?" tanya Ibu Puspa, matanya menatap Karin dengan dalam.

Karin menarik napas dalam-dalam, sepertinya dia tak bisa terus berbohong.

"Kita duduk disana dulu ya Bu." Karin mengajak Ibu Puspa duduk di sebuah bangku yang ada di pinggir jalan. Dia takut Ibu Puspa akan syok jika mendengar semua kenyataan yang terjadi.

"Kamu kenapa Rin? Sebenarnya ada apa?" tanya Ibu Puspa begitu khawatir.

"Sebenarnya ...." Karin ragu untuk memulai bercerita.

"Sebenarnya kenapa?" tanya Ibu Puspa kian mendesak.

"Sebenarnya ... aku sama Mas Cakra enggak jadi menikah Bu. Mas Cakra mau menikah dengan perempuan lain pilihan ibunya." Karin akhirnya memberanikan diri untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Apa? Kamu lagi bercanda kan Rin?" tanya Ibu Puspa tak percaya.

"Enggak Bu, inilah kenyataannya. Karin sama Mas Cakra enggak akan menikah," jawab Karin dengan suara yang bergetar menahan tangis.

Ibu Puspa menarik napas dalam-dalam, terlihat mata rentanya mulai menitikkan air mata. Membuat Karin tak kuasa menahan semua kesedihan dan rasa sakit yang dia tahan sejak kemarin.

"Tadi pun sebenarnya di butik Mas Cakra sedang bersama calon istrinya. Makanya Karin larang ibu kesana ...." kata Karin sambil terisak.

"Maafin Karin udah bohongin Ibu. Karin cuma enggak mau ibu terluka."

Ibu Puspa menatap Karin, lalu menangkup kedua pipi Karin yang sudah basah akan air mata. "Astagfirullah Karin, kasihannya kamu Nak. Malangnya nasib kamu Nak."

"Seharusnya kamu kasih tau Ibu Nak dari awal. Ibu akan labrak Ibu Puan dan Cakra karena memperlakukan kamu seperti ini," isak Ibu Puspa penuh amarah.

"Jangan Bu ... Karin udah ikhlas kok. Karin enggak mau berurusan sama mereka lagi," jawab Karin berusaha menenangkan Ibu Puspa.

"Ya Allah malangnya nasib anakku. Salah apa aku ini gusti?" lirih Ibu Puspa, air matanya mengalir deras.

"Bu, udah Ibu. Ibu nanti sakit." Karin mencoba menenangkan Ibu Puspa yang menangis sejadinya. Karin takut tekanan darah tinggi Ibunya akan kumat lagi.

"Bu sudah." Karin terus berusaha untuk menenangkan Ibu Puspa.

Namun, ibu Puspa terus menangis sejadinya. Hingga yang Karin takutkan pun terjadi. Tiba-tiba Ibu Puspa mengerang kesakitan sambil memegang bagian belakang kepala, dan juga dadanya.

"Aaaaww ... aaaawww astagfirullah," rintihnya kesakitan.

"Bu! Ibu kenapa?" teriak Karin panik.

"Awww ...." Ibu Puspa terus mengerang, hingga tak sadarkan diri di pangkuan Karin.

"Bu, bangun Bu!" Karin semakin panik, dan air matanya semakin mengalir deras. Dia mengguncang tubuh ibunya, tapi tak ada reaksi.

"Tolong! Tolong! Tolong panggilkan ambulan!" Karin berteriak meminta bantuan.

Semua orang langsung mengerumuninya, dan bertanya ada apa.

"Tolong ibu saya pingsan! Saya butuh ambulan!" teriak Karin.

Orang yang mengerumuninya hanya saling memandang, dan bahkan ada yang malah merekam apa yang dia alami. Hingga tiba-tiba ada salah seorang laki-laki muncul dari balik kerumunan itu. Laki-laki berjas itu tanpa basa-basi langsung menggendong tubuh ibu Puspa yang tak sadarkan diri.

"Jangan diam saja! Kita harus segera membawanya ke Rumah Sakit!" teriaknya pada Karin.

1
Star Sky
mampir kak
Elfira Puspita
Jangan lupa tinggalkan komentar dan like ya, biar aku semangat updatenya /Determined//Kiss/
Abi Nawa
orang tua penyakitan merepotkan anak aja bagi i ni yg bikin anak ga bs jujur dg keadaan
Elfira Puspita: makasih udah mampir /Smile//Cry/ boleh cek karyaku yang lain ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!