Hidup Aina seperti diselimuti kabut yang tebal saat menemukan kenyataan kalau Fatar, lelaki yang dicintainya selama 7 tahun ini meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Namun Fatar tak sendiri, ada seorang wanita bersamanya. Wanita tanpa identitas namun menggunakan anting-anting yang sama persis dengan yang diberikan Fatar padanya. Aina tak terima Fatar pergi tanpa penjelasan.
Sampai akhirnya, Bian muncul sebagai lelaki yang misterius. Yang mengejar Aina dengan sejuta pesonanya. Aina yang rapuh mencoba menerima Bian. Sampai akhirnya ia tahu siapa Bian yang sebenarnya. Aina menyesal karena Bian adalah penyebab hidupnya berada dalam kabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mertuaku Sayang
Aina sudah selesai menyapu halaman. Walaupun melakukan pekerjaan ini baru pertama kali seumur hidupnya, namun Aina tak merasa melelahkan. Ia hanya tersenyum melihat tangannya yang agak merah saat memegang sapu lidi.
Terdengar suara motor. Nampak Emir datang sambil membonceng ibunya.
Hari ini Emir shift pagi sehingga pulangnya sore.
"Kenapa halamannya sudah kamu sapu? Itukan pekerjaan aku." ujar Emir saat turun dari mobilnya.
"Aku nggak tahu harus buat apa, kak. Ibu...!" Aina mendekati ibu mertuanya. Ia mengambil keranjang kue dari tangan Tita dan segera membawanya masuk ke dalam rumah.
Ia mengeluarkan sebuah kantong plastik berwarna hitam yang ada di dalamnya lalu segera mencuci keranjang kue itu.
"Aina, lusa sudah mulai masuk kerja ya?" tanya Tita yang menyusul ke dapur.
"Iya, Bu."
"Tadi saat Emir menjemput ibu di pasar, kami sepakat membelikan beberapa pakaian kerja untuk Aini." kata Tita sambil membuka kantong plastik berwarna hitam itu.
Aina terkejut. "Ibu ..., berapa banyak uang ibu yang sudah dihabiskan untuk membeli pakaian ini?"
Emir yang ikut masuk ke dapur hanya tersenyum mendengar itu.
"Emir bilang, pakaian Aina nggak banyak. Hanya sebuah koper kecil. Ibu dan Emir patungan untuk membelikan pakaian ini. Ada juga sepatu. Maaf ya, cuma barang-barang di pasar saja. Bukan di butik terkenal seperti yang biasa Aina beli."
"Ya Allah. Aku nggak tahu harus bilang apa. Kalian sungguh baik bagiku." ujar Aina tanpa bisa menahan air matanya.
"Anak ibu, jangan menangis. Ibu sebenarnya merasa tak enak. Belum sebulan kalian menikah, namun kamu sudah ikut bekerja." Tita menghapus air mata Aina. Ia memeluk menantunya itu.
Emir pun hanya bisa tersenyum.
*********
"Hari ini aku shift malam. Namun akan mengantarkan kamu ke perusahaan." kata Emir saat melihat Aina yang sudah siap.
"Kakak istirahat saja. Aku bisa naik angkot."
"Nggak. Aku akan tetap mengantar kamu. Namun nggak sampai di depan gerbang. Supaya nggak ada yang tahu kalau kita pasangan."
Aina menatap Emir sambil mengerutkan dahinya. "Kak, di biodataku aku menulis sudah menikah, kok."
Emir mendekat. Ia memegang tangan Aina. "Bukan masalah status sudah menikah atau belum menikah tapi jangan sampai mereka tahu kamu menikah dengan seorang satpam. Kamu kan baru meniti karir di sana. Persaingannya ketat. Aku takut kamu nantinya dibully dan kamu tidak tahan."
"Kak, aku nggak usah kerja di sana saja kalau begitu."
"Jangan dong. Kamu cari saja pengalaman kerja di sana. Pokoknya jangan pikirkan tentang aku."
"Kalau ketemu, kita kayak orang nggak saling kenal dong."
Emir terkekeh. Ia kembali mengusap kepala Aina. "Saling bertatapan saja." ujarnya lalu mencolek hidung mancung Aina.
Setiap kali Aina menerima perlakuan manis Emir, apalagi saat pria itu mengusap kepalanya, hati Aina tersentuh oleh perhatian dan kasih sayang lelaki itu. Namun Aina menganggap hal itu biasa. Karena dulu Aina begitu baper dengan keromantisan Fatar yang ternyata hanya palsu belaka.
Hari ini Aina akan berangkat kerja. Ia menggunakan pakaian yang dibelikan oleh mertuanya. Rok hitam dan kemeja berwarna hijau lumut.
"Nak, ini ibu siapkan bekal untukmu. Kamu kan baru mulai kerja, makan siangnya di bawa dari rumah saja." kata Tita.
"Ibu, aku jadi nggak enak sudah menyusahkan ibu."
Tita tersenyum. "Jangan merasa nggak enak. Sekarang ibu ke pasar dulu ya. Emir akan mengantarmu kerja." Wanita tua itu membawa keranjang kuenya. Ada sebuah bajaj yang sudah menunggunya.
"Ai, kita pergi sekarang? Nanti kamu terlambat." panggil Emir.
Aina langsung memasukan bekal makanannya ke dalam tasnya lalu bergegas keluar. Emir sudah menunggunya dengan helm di tangannya.
Keduanya pun pergi meninggalkan halaman rumah.
Tak bukti waktu lama mereka pun tiba di halte yang berseberangan dengan perusahaan tempat Aina bekerja.
"Kerja yang semangat ya? Ingat, masih training." pesan Emir sebelum Aina melangkah pergi. Perempuan itu mengangguk lalu segera menyeberangi jalan.
Perusahaan ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang perabotan rumah tangga.
Aina langsung menuju lobby,mengambil absen melalui sidik jari, kemudian menuju ke lantai dua. Ia di terima di bagian keuangan.
Ada 4 orang yang direkrut bersama-sama dengan Aina namun hanya Aina yang ditempatkan di bagian keuangan.
"Selamat datang Aina. Silahkan duduk di meja kerjamu, lalu segera mengerjakan apa yang sudah saya sampaikan di komputer yang ada di mejamu." kata ibu Sinta yang merupakan kepala bagian keuangan.
Saat jam makan siang berlangsung, Aina menikmati bekal makan siang yang disiapkan oleh mertuanya.
"Aina, nggak ikut ke kantin?" tanya Elsa.
"Tidak. Aku bawa bekal sendiri." kata Aina sambil mengangkat kotak makanannya.
"Wah, kamu masih sempat masak?"
"Bukan aku. Tapi ibu mertuaku."
Elsa yang juga sudah menikah terkejut mendengar pengakuan Aina. "Ibu mertuamu? Baik sekali dia. Kalau ibu mertuaku, mana pernah menyiapkannya. Justru aku yang harus bangun subuh untuk kerja. Untunglah anakku bisa ku titipkan ke ibu kandungku."
Aina hanya tersenyum.
"Katanya kamu baru menikah ya?" tanya Elsa.
"Iya. Baru sebulan."
"Wah, pasti lagi mesra-mesranya ya? Suamimu pasti tampan. Habis kamu juga secantik ini."
"Mba bisa saja."
"Semua di ruangan ini bilang kalau kamu cantik. Pak Leo saja yang selama ini nggak pernah memuji cewek jadi memuji kamu."
"Pak Leo?"
"Beliau kepala divisi pemasaran. Tadi saya dengar bicara dengan ibu Sinta. Di kantor ini sih banyak yang tampan. Tapi para cewek suka memilih. Nggak mau yang tampan tapi berkantong tipis. Lila saja, gadis yang kamu gantikan dulu sangat menyukai satpam yang bernama Emir. Emir itu tampan, wajahnya blesteran bule. Sekalipun satpam tapi selalu wangi. Aku aku suka sekali menggodanya jika lewat pos depan. Namun karena Emir hanya seorang satpam, jadi Lila akhirnya mengubur perasaannya untuk Emir dan memilih menikah dengan duda beranak satu yang adalah juragan minyak dari kampungnya."
"Memang ada satpam tampan do sini?"
"Ada. Bu bos saja sangat suka padanya bahkan menjadikannya sopir pribadi."
"Bos kita perempuan?"
Elsa mengangguk. "Bos kita usianya baru 30 tahun. Belum menikah. Katanya sih dia suka pilih-pilih makanya sudah mau jadi perawan tua."
"Oh, aku belum lihat bos nya."
"Lebih baik kamu jangan dekat-dekat dengannya. Dia suka cemburu kalau ada gadis yang lebih cantik darinya."
Aina hanya menggelengkan kepalanya. Ia pun bergegas menghabiskan makanannya sementara Elsa telah pergi ke kantin.
Selesai makan, Aina pergi ke toilet untuk mencuci tangannya. Gadis itu sebenarnya rindu jalan-jalan ke mall, rindu belanja barang-barang branded namun Aina mengekang semua keinginannya itu.
Saat jam pulang kantor selesai, Aina pun bergegas untuk pulang. Ia ingat kalau pakaian kotornya sudah menumpuk dan harus dia cuci. Emir tak menjemputnya karena lelaki itu masuk kerja jam 4 sore karena harus mengantar bos nya ke suatu tempat.
Saat Aina melewati pos satpam, nampak motor Emir ada di sana tapi orangnya tak ada. Aina pun memutuskan naik angkot.
Begitu ia tiba di rumah, ia terkejut melihat pakaiannya sudah tergantung di jemuran.
"Ibu, siapa yang mencuci pakaian aku?" tanya Aina.
"Ibu yang mencuci. Emir tadi bantu ibu untuk menjemurnya."
"Ya ampun, ibu. Kenapa ibu mencuci pakaian saya? Ibu kan sudah capek jualan kue."
Tita tersenyum. "Nak, ibu tahu kalau seumur hidupmu, kamu tak pernah mencuci pakaian sendiri. Kebetulan tadi ibu pulang cepat karena kuenya cepat habis. Nggak masalah jika ibu mencuci pakaian. Ibu tahu kamu pasti lelah karena ini hari pertamamu bekerja."
Aina menjadi sangat terharu. Ia memeluk Tita. "Maafkan aku yang sudah menyusahkan ibu. Terima kasih karena sudah memperhatikan semua kebutuhanku."
"Kamu anak ibu sekarang. Ibu akan mengurus mu sebagaimana ibu mengurus Emir. Ibu hanya berharap kalau kamu dapat membuka hatimu untuk Emir. Karena dia nampaknya bahagia menikah denganmu. Emir pernah patah hati. Kamu juga. Sebaiknya kalian berdua menjalani pernikahan ini dengan baik."
Aina tak tahu harus bicara apa. Namun gadis itu kembali memeluk ibu Tita. Ia seakan menemukan sosok ibunya dalam diri ibu Tita. Mama, apa kabarmu di sana? Batin Aina
*********
Akankah Aina membuka hati?.Apakah ibu bos akan menjadi saingan Aina?
aina.... pas sangat sakit dan kecewa...
mami siapa tokoh dalam novel kali ini yg gak memakai topeng di wajahnya.....
mami sukses banget bikin pembaca penasaran.... Terima kasih upnya mami... happy holiday...