Silva, Marco dan Alex menjalin persahabatan sejak kelas 10. Namun, saat Silva dan Marco jadian, semuanya berubah. Termasuk Alex yang berubah dan selalu berusaha merusak hubungan keduanya.
Seiring berjalannya waktu, Alex perlahan melupakan sejenak perasaan yang tidak terbalaskan pada Silva dan fokus untuk kuliah, lalu meniti karir, sampai nanti dia sukses dan berharap Silva akan jatuh ke pelukannya.
Akankah Silva tetap bersama Marco kelak? Atau justru akan berpaling pada Alex? Simak selengkapnya disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pendekar Cahaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9 (Memusingkan)
Dalam perjalanannya menuju kerumahnya, Silva menepikan mobilnya di depan sebuah minimarket. Silva merogoh tasnya dan mengeluarkan handphone miliknya. Disitu tengah terhubung dengan seseorang sedari tadi, sejak Silva meninggalkan gedung kesenian.
"Gimana, kamu dengar sendiri kan?" Tanya Silva pada seseorang yang telponnya masih terhubung.
"Aku akui kalau akting Marco itu sangat bagus dan bahkan mampu mengelabuimu, karena kamu langsung percaya dengan apa yang dia katakan, hahaha... Dasar bodoh!" katanya sambil tertawa.
"Kenapa sih, kamu tuh selalu aja negatif thinking terus sama Marco! Emangnya Marco salah apa sama kamu, Lex? Apa kamu masih sakit hati karena aku lebih memilih Marco ketimbang dirimu?" Silva merasa sangat kesal pada Alex. Tentu saja dia tidak terima kekasihnya itu dijelek-jelekkan oleh sahabat mereka sendiri.
"Alex, kalau memang itu alasannya aku minta maaf, karena aku cintanya sama Marco bukan kamu dan hati itu tidak dipaksakan, jadi, tolong kamu terima hubungan aku dan Marco, jangan ganggu hubungan kami" Silva memohon agar Alex tidak mengganggu hubungannya dengan Marco.
"Silva, aku sudah pernah mengatakan sama kamu tentang sifat ibunya yang materialistis, jadi, otomatis sifat Marco juga pasti akan seperti itu, cuma dia gak tampakkan itu di depan kamu, dia berusaha bermain halus, aku yakin cepat atau lambat kedok dia akan terbongkar, pegang kata-kata aku hari ini, Silva, hahaha...." Alex pun tertawa puas, lalu memutuskan sambungan telponnya.
"Arrghh! Ngeselin banget sih kamu, Alex, rasanya pengen aku cekik leher kamu!" Amarah Silva meluap.
"Aku nyesel banget jadikan dia sahabat aku, aku pikir dia cowok yang baik dan pantas dijadikan sahabat, ternyata aku salah menilai, memang hanya Marco yang terbaik dan aku akan berusaha untuk mempertahankan hubungan aku dengan dia dan aku gak mau siapapun mengganggu hubungan aku dan Marco" Silva bertekad dalam hatinya.
Setelah merasa lebih tenang, Silva kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke rumahnya, karena jam sudah menunjukkan hampir jam 9 malam. Ibunya pasti khawatir kalau dirinya pulang lebih larut lagi.
Hanya butuh waktu 20 menit, Silva sudah sampai dirumahnya. Karena jalan di jam seperti ini sudah mulai lengang dibanding tadi ketika dia keluar dari area gedung kesenian.
Silva melangkah masuk kedalam rumah dan mendapati ibunya yang tengah duduk bersantai di ruang keluarga sambil menonton TV.
"Eh... Anak mami udah balik" ibunya menyambut kedatangan Silva.
"Iya, mi" Silva langsung menghampiri ibunya.
"Gimana pementasannya, sayang? Lancar?" Tanya ibunya saat Silva sudah duduk disampingnya.
"Lancar kok, mi, meskipun semuanya baru pertama kali tampil, tapi, hasilnya sungguh memuaskan" jawab Silva dengan raut wajah gembira.
"Syukurlah, mami senang dengarnya, mami minta maaf yah, gak sempat liat kamu mentas tadi, soalnya kerjaan mami dikantor numpuk dan deadline hari ini" ibunya meminta maaf pada putri semata wayangnya itu.
"Iya, mi, gak apa-apa kok, Silva ngerti kalau mami sibuk" kata Silva sambil tersenyum.
"Mi, aku mau ke kamar yah, capek banget nih, sekalian aku mau langsung tidur sepertinya, mi" Silva beranjak dari duduknya.
"Kamu gak mau makan dulu, sayang?" Tanya ibunya sebelum Silva beranjak ke kamar.
"Udah kenyang, mi, tadi waktu selesai mentas sempat makan kok, ya udah yah, mi, good night!" Silva pun berjalan menuju kamarnya.
"Good night, sayang, have a nice dream" balas ibunya.
Hari ini Silva benar-benar sangat lelah. Bukan lelah karena seharian beraktivitas, tapi, lelah dengan tingkah Alex hari ini. Sebelum pementasan, saat dirinya diminta oleh sang pelatih untuk memberikan pengarahan pada Alex tentang perannya, entah berapa kali Alex mencuri-curi kesempatan untuk memegang tangan Silva atau bahkan mencium keningnya. Namun, Silva selalu bisa menghindar.
Lalu setelah pementasan, dia dengan gamblang mengatakan kalau Alex adalah pacar Silva dan membuat semua pemain yang terlibat dalam pementasan itu memberinya ucapan selamat. Silva hendak menjelaskan kesalahpahaman itu, namun, terlambat karena Alex tidak memberinya kesempatan untuk berbicara. Hilda dan Flea, kedua sahabatnya dibuat bingung tentang kebenaran siapa pacar Silva sesungguhnya. Hal itu membuat Silva geram.
Tidak sampai disitu, saat sudah keluar dari gedung kesenian, Alex berkata pada Silva kalau Marco menjadikan dirinya pacar hanya untuk memanfaatkannya dan ingin memoroti hartanya, karena Alex berpatokan pada sifat ibu Marco yang materialistis. Silva yang tidak terima jelas saja ingin membuktikan kalau Marco tidaklah seperti yang dia tuduhkan. Makanya itu, sepanjang jalan dia bersama Marco dan ngobrol, selama itu pula telpon antara Silva dan Alex terhubung.
Saking lelahnya dia memikirkan itu, sampai membuat Silva akhirnya terlelap dalam tidurnya.