Misca Veronica merupakan seorang pembantu yang harus terjebak di dalam perseteruan anak dan ayah. Hidup yang awalnya tenang, berubah menjadi panas.
"Berapa kali kali Daddy bilang, jangan pernah jodohkan Daddy!" [Devanno Aldebaran]
"Pura-pura nolak, pas ketemu rasanya mau loucing dedek baru. Dasar duda meresahkan!" [Sancia Aldebaran]
Beginilah kucing yang sudah lama tidak bi-rahi, sekalinya menemukan lawan yang tepat pasti tidak mungkin menolak.
Akan tetapi, Misca yang berasal dari kalangan bawah harus menghadapi hujatan yang cukup membuatnya ragu untuk menjadi Nyonya Devano.
Lantas, bagaimana keseruan mereka selanjutnya? Bisakah Cia mempersatukan Misca dan Devano? Saksikan kisahnya hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mphoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan Beruntun
Tanpa berkata apa-apa Devano langsung mematikan ponselnya dan kembali menatap lurus ke arah depan. Kakinya sudah bersiap-siap menginjak pedal gas sedalam mungkin berharap apa yang dikatakan Davino
"Aku tidak akan membiarkan dia merenggut milikku! Misca tidak boleh jatuh di tangan pria mana pun kecuali, diriku! Dia hanya akan menjadi milikku. Tidak boleh ada yang mengambilnya!"
Kali ini Devano akan menyelamatkan Misca. Dia tidak akan mengulang kesalahan kembali dan menyia-nyiakan kesempatan kedua.
Devano sadar perlakuannya pada Misca sudah sangat keterlaluan. Dia harus kerja lebih keras lagi untuk mengembalikan gadis itu ke dalam pelukannya.
Apa pun yang terjadi Devano siap menghadapi, walaupun satu kampung ingin mencegahnya dia tidak akan peduli. Tujuan saat ini ialah membawa pulang cinta Misca yang akan menjadi obat pereda dikala mental kembali diacak-acak oleh masa lalu.
Tatapan mata Devano bagaikan kucing yang menyala di malam hari. Tak perlu menunggu lama pedal gas diinjak, mobil melaju kencang meninggalkan angin yang menyapu jalan.
Kobaran api di dalam hati terus membesar hingga Devano tak bisa tenang sebelum berhasil merebut kembali yang sudah menjadi miliknya.
Fokus Devano hanya ada pada jalan yang sepi. Segala macam cara telah dia lakukan agar sampai tepat waktu, apalagi jarak dari Jakarta ke Bandung lumayan jauh. Belum lagi jika ada kendala, macat, atau sebagainya.
Semoga saja Devano berhasil membawa Misca pulang dan tidak lagi menyakiti hatinya hanya karena keegoisan yang sebenarnya bisa dilewati tanpa menyudutkan kesalahan satu sama lain.
Bukankah hubungan itu ditakdirkan untuk saling mengisi kekosongan satu sama lain, melengkapi yang kurang, serta menjadikan kelebihan sebagai dasar kekuatan untuk tetap bertahan. Lantas, mengapa Devano baru terpikir sekarang?
Harusnya dia sadar dari kemarin-kemarin bahwa, kehadiran Misca bukan tanpa sebab Tuhan mengirimkannya. Jika dulu Devano sakit karena cinta, maka dia pun harus sembuh karena cinta.
Memang tidak mudah. Pasti akan ada pro dan kontra dalam menjalani hubungan yang dihantui bayang-bayang masa lalu. Namun, bila tidak sekarang kapan lagi Devano akan bangkit?
Begitulah pikir Devano. Isi kepala terus berperang serasa mau pecah setelah merasa ada yang salah pada dirinya, sehingga tanpa sadar dia sendirilah yang tidak menginginkan kesembuhan itu.
Di jalan tol yang sepi minim penerangan membuat Devano menambah konsentrasinya. Kecepatan mobil terus meningkat menjadi 120 km/jam, bahkan bisa lebih dari itu.
Melihat jalan yang sepi Devano jadi sedikit lega, rasa takut akan kehilangan mulai berkurang. Kepercayaan diri bakalan sampai sebelum matahari muncul semakin kuat.
Sayangnya, semua itu langsung dipatahkan oleh kejadian kecelakaan mobil truk besar yang berada 20 meter di depannya karena mengalami rem blong. Beruntung Devano tepat waktu mengurangi kecepatan, sehingga dapat menghindari puluhan mobil yang sudah hancur.
Kecelakaan beruntun di tol menguras emosi Devano. Dia tidak peduli sama korban-korban yang ada, baik meninggal dunia maupun terluka. Pria itu cuma bia uring-uringan di dalam mobil, berbeda sama kendalaan lain yang berusaha membantu para korban.
"Arrrghhh, sialan! Kenapa harus ada kecelakaan tepat di depanku, sih, hahh? Kenapa!" teriak frustasi Devano memukul setir, lalu menyandar pasrah memegangi kepala yang terasa penat.
Konsentrasinya buyar karena melihat banyak orang berbondong-bondong turun dari mobil untuk menyelamatkan korban yang masih hidup.
Bukan karena Devano tidak punya hati, melainkan keadaan yang menuntut dia menjadi keras kepala. Jangankan rasa kasihan, nyawa sendiri pun tidak diperdulikan.
"Tahu gini tadi saja aku pergi meggunakan helikopter. Dasar Devan bodoh! Hal sekecil itu saja kau tidak bisa memikirkannya, pantas Misca meninggalkanmu. Kau terlalu pecundang untuk dijadikan kesatria. Kau terlalu lemah untuk melindungi orang tersayang. Dan, kau terlalu naif untuk memiliki Misca!"
Umpatan itu terus Devano lontarkan pada dirinya sendiri. Mungkin apa yang terjadi pada sang pria tidak bisa dibilang obsesi terhadap cinta. Akan tetapi, keegoisan terhadap sesuatu yang mengharuskan dia memiliki cinta, pada kenyataan hati masih belum sepenuhnya menerima hal tersebut.
Devano segera menghubungi Davino untuk mengirimkan bantuan supaya sampai tepat waktu. Sedikit sulit, cuma demi kebahagiaan sang kakak dia berusaha memikirkan cara untuk membebaskannya dari kejadian naas tersebut.
***
Pagi hari tepatnya jam 5 subuh, Misca sedang bersiap-siap untuk menyambut hari pernikahannya dengan Candra. Sudah banyak orang yang hadir sekedar bantu-bantu merapikan kursi, bahkan yang lainnya.
Untuk urusan masak semua dipesan melalui catering, jadi tidak perlu repot untuk memasak. Saat ini Misca telah duduk dengan tatapan kosong di depan cermin.
Berbagai perias sudah mulai melakukan pekerjaannya. Polesan demi polesan make up telah terukir di wajah cantik Misca. Tak ada senyuman yang diberikan lantaran pernikahan itu bagaikan neraka baginya.
"Cia, maafkan Mommy. Kali ini Mommy telah membuatmu kecewa. Mommy sadar, sampai kapan pun kita tidak akan bisa bersama. Namun, satu yang harus Cia tahu bahwa, Mommy akan selalu merindukan Cia. Tetaplah bahagia di sana ya, Sayang. Mommy sayang Cia!"
...*...
...*...
...*...
...Bersambung. ...