NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tertunda

Cinta Yang Tertunda

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:42.3k
Nilai: 5
Nama Author: winsmoon

Di sebuah taman kecil di sudut kota, Sierra dan Arka pertama kali bertemu. Dari obrolan sederhana, tumbuhlah persahabatan yang hangat. Setiap momen di taman itu menjadi kenangan, mempererat hubungan mereka seiring waktu berjalan. Namun, saat mereka beranjak remaja, Sierra mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaan cemburu tak terduga muncul setiap kali Arka terlihat akrab dengan gadis lain. Akankah persahabatan mereka tetap utuh, ataukah perasaan yang tumbuh diam-diam akan mengubah segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon winsmoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

“Kak Sie, mulai hari ini aku nggak bisa datang kerja di studio lagi.”

Tulis pesan itu, membuat Siera langsung tegang. Pesan tersebut terasa asing dan menyakitkan.

Baru saja mereka mencurigai pengirim pesan itu, kini dia malah mengajukan diri untuk berhenti kerja. Siera segera mencoba menghubungi nomor tersebut, namun nomor itu sudah tidak aktif lagi. Rasa kesal mulai menguasai pikirannya.

Dengan nada cemas, Siera memanggil kedua pegawainya. “Wi, Ki,” ujarnya sambil berjalan terburu-buru menghampiri mereka. “Lihat ini,” lanjutnya sambil menunjukkan layar ponselnya.

Tiwi langsung terbakar emosi setelah membaca pesan itu. “Sialan! Dia kurang ajar banget, Kak Sie!” umpatnya, kekesalannya semakin memuncak saat pengkhianatan semakin jelas.

Diki mencoba memberi harapan, meski sudah tahu kemungkinan buruk. “Biar coba aku hubungi dulu, Kak Sie,” katanya, namun segera menggelengkan kepala dan menambahkan, “Udah nggak aktif, Kak, nomornya.”

Tiwi semakin kesal, gerutunya penuh kecurigaan. “Tuh anak, berarti emang niat nyolong dari awal.”

Siera hanya terdiam, hatinya terasa sesak. Niatnya yang semula tulus untuk membantu seseorang, yang beberapa hari lalu datang ke studionya dan meminta pekerjaan dengan alasan sebagai anak rantau yang membutuhkan biaya kuliah - berakhir seperti ini. Perasaan dikhianati semakin dalam.

Di tempat lain, Arka baru saja tiba di kantornya. Saat membuka pintu ruangannya, ia langsung disambut tatapan sinis yang dibuat-buat oleh Jevian, rekan kerjanya yang selalu punya komentar pedas.

“Dari mana lo, Pak? Tumben banget telat begini,” sindir Jevian, sambil melipat tangan di depan dada.

Arka mengangkat alis dan menyandarkan tubuhnya di kusen pintu. Wajahnya memancarkan senyum penuh kemenangan. “Biasa, lagi usaha ngedeketin calon istri.”

“Calon istri mulu yang lo bahas! Nih, kerjaan lo numpuk,” balas Jevian sambil menunjuk setumpuk berkas di meja kerja Arka.

Arka mendekati mejanya dengan santai, lalu melirik tumpukan dokumen itu seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan. “Kerjaan bisa beres, Jev. Tapi dapetin calon istri? Butuh perjuangan,” ujarnya dengan nada menggoda.

Jevian mendengus sambil menggelengkan kepala. “Gue tau butuh perjuangan, tapi kalau kerjaan lo keteteran, gue nggak tanggung jawab, ya.”

Arka hanya terkekeh, lalu duduk santai di kursinya sambil membuka satu per satu dokumen di meja. “Santai, semua bakal gue beresin sebelum jam pulang. Percaya aja sama gue,” ujarnya dengan percaya diri.

Jevian hanya mengangkat alis, menatap Arka dengan raut skeptis sebelum memutuskan untuk keluar dari ruangan. Namun, langkahnya terhenti ketika suara Arka kembali terdengar.

“Oh ya... Jev, tolong nanti gue balik duluan, ya.”

Ucapan itu membuat Jevian langsung berbalik dengan ekspresi tak percaya. “Buset, Pak. Lo baru datang, udah ada niat balik duluan aja!”

Arka menegakkan duduknya, memasang senyum jahil. “Ada urusan penting, Jev.”

“Urusan apa, gue tanya?” Jevian menyipitkan mata, penuh curiga.

“Temenin calon istri,” jawab Arka santai, sambil tertawa kecil.

Jevian hanya bisa menggelengkan kepala. “Gila. Hidup lo cuma seputar calon istri sekarang,” gumamnya, setengah kesal.

Namun, dalam hati, Jevian hanya bisa geleng-geleng kepala. Mood bosnya yang naik-turun seperti roller coaster benar-benar membingungkan. Kemarin, Arka emosian, hari ini ceria luar biasa. Meski begitu, Jevian tidak bisa mengelak bahwa ada sisi positifnya. Ketika Arka sedang bahagia, suasana kantor jadi lebih ringan dan pekerjaan terasa lebih mudah.

Bagi Arka, hari ini adalah salah satu hari terbaiknya. Ia merasa selangkah lebih dekat dengan Siera - sesuatu yang telah ia nantikan sejak lama. Namun, lain halnya dengan Siera. Hari ini terasa seperti kekacauan tak berujung baginya.

Dengan berat hati, Siera memutuskan untuk pulang lebih awal demi mencari bahan workshop yang kurang. Langkahnya lesu saat keluar dari kafe, dan raut wajahnya memancarkan kelelahan yang sulit disembunyikan.

Seperti yang sudah dijanjikan, Arka menunggu di mobilnya yang terparkir rapi di tepi jalan. Namun, senyum di wajahnya perlahan memudar begitu melihat Siera mendekat dengan langkah lunglai dan ekspresi muram.

“Kamu kenapa, Sie?” tanya Arka lembut begitu Siera membuka pintu mobil.

Siera tertegun sejenak, seperti baru sadar dari lamunannya. “Oh, nggak apa-apa kok, Ka,” jawabnya dengan senyum tipis yang dipaksakan. Tapi, tatapan matanya yang sayu berkata sebaliknya - ada sesuatu yang jelas-jelas mengganggu pikirannya.

Arka mengernyit, jelas ada sesuatu yang tidak beres.

Di dalam mobil, Arka mencoba mencairkan suasana yang terasa berat, seperti awan gelap yang menggantung di atas mereka. “Sie,” panggilnya lembut, nadanya penuh perhatian. “Ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu?” tanyanya lagi, berharap bisa membuat Siera terbuka.

Siera menarik napas panjang, matanya melirik sekilas ke arah Arka. Namun, bibirnya tetap rapat, seperti ada beban besar yang sulit diungkapkan.

“Mind to share with me?” ucap Arka, kali ini dengan nada lebih halus, penuh pengertian, mencoba melunakkan hati Siera.

Siera akhirnya membuka mulut, suaranya berat dan tertahan. “Ka… Udah ada titik terang tentang barang workshop yang hilang di studio.”

Arka menoleh cepat, matanya menyiratkan keterkejutan. “Kamu udah temuin pelakunya?”

Siera mengangguk kecil, tapi wajahnya tak menunjukkan kelegaan. “Dia bahkan udah berhenti kerja hari ini,” katanya pelan, pandangannya menerawang ke luar jendela. “Sekarang, dia nggak bisa dihubungi lagi.”

Arka terdiam sejenak, berusaha memahami. “Kok bisa, Sie?”

Siera mengembuskan napas panjang, suaranya bergetar ketika mulai menjelaskan. Ia menceritakan bagaimana kecurigaan kecil dari para pegawai studio berubah menjadi kepastian saat orang yang mereka curigai mendadak mengundurkan diri, tanpa sepatah kata pun penjelasan.

Arka mendengarkan dengan serius. Sesekali ia mengangguk kecil, ekspresinya mencerminkan campuran simpati dan kekhawatiran. “Jadi, kamu yakin dia memang pelakunya?”

“Ya... semua bukti mengarah ke dia,” jawab Siera lirih, suaranya hampir tenggelam dalam keheningan mobil. “Tapi tetap aja, rasanya sulit percaya.”

Arka terdiam sejenak, memikirkan kata-kata yang tepat untuk merespons. Ia tahu, di balik ketenangan yang coba dipertahankan, Siera sedang bergulat dengan perasaan kecewa dan marah.

“Apa nggak ada tanda-tanda sebelumnya kalau dia bakal berhenti kerja?” tanyanya akhirnya.

Siera menggeleng pelan. “Nggak ada, Ka. Semua terasa tiba-tiba. Awalnya tadi pagi kita cuma curiga, tapi kemungkinan kecurigaan itu bener.”

Arka menarik napas dalam, seolah mencoba membagi beban Siera. “Kalau gitu, kita cari cara lain buat memastikan semuanya, Sie. Jangan biarkan ini selesai tanpa jawaban.”

“Tapi gimana, Ka?” Suara Siera terdengar putus asa. “Gue cuma mau tahu kenapa dia ngambil barang workshop itu. Kalau dia butuh uang buat kuliah, dia bisa bilang. Mungkin gue bisa bantu. Tapi nggak dengan nyolong, kan?”

Arka menatap Siera dengan penuh pengertian. Perlahan, ia menggenggam tangan Siera, memberinya sentuhan yang menenangkan. “Kamu tenang aja, Sie. Kamu nggak sendirian, ada aku. Biar aku yang bantu kamu. Kita cari tahu alasan dia sebenarnya.”

Yang digenggam tangannya, tapi yang menghangat hatinya.

Itulah yang dirasakan Siera sekarang. Arka mungkin tidak menyadari betapa besar artinya kehadirannya saat ini, tetapi bagi Siera, pria itu adalah pelipur lara di tengah masalah yang sedang dihadapinya.

1
Endang Fitriani
luar biasa
Alise Daris
memang suka banget aku ceritanya kirain apa isi kamar itu ga taunya lukisan Siera mantap deh si Arka
Alise Daris
ceritanya bagus ada banyak hal yg tdk terduga dl tisp episodnya .sangat menarik...mantap 👍👍
suharlina
menarik
Anonymous
apa kiraw yg diliat sie y...
Yuli Yuliawati
Luar biasa
Anonymous
yahhh ga seru sie.../Frown/
Anonymous
cindy the best suggestion ny...
Anonymous
kak othor...karakter sie jgn dibuat gampang galau dong...yg seterong...tetep menarik kok novel yg karakter cewe yg kuat...mangat thor/Determined/
Alise Daris
suka banget ceritanya bagus....mantap
Anonymous
kak, aq ninggal jejak dulu y...bismillah, smoga sp tamat nulis novel nya y kak othor...mangat.../Good/
Nasriah
klo ceritanya bgni lbh banyak lika likunya upnya hrus banyak... klo upnya cm satu2 sj ngegantung trus... pembaca cape lari nanti.
Rizkyyy
bisaa ini mahh baca sampai selesai
Rizkyyy
keren banget penulisan cerita nya, seru, favorite ini mahh, buat yang bikin makasih telah bikin cerita ini, semangat selalu
Senpai Shila
kerennn bangettt
Nasriah
up...
walah sipa yah...
Anonymous
jjk
Cute
ceritanya bikin nagih
Cute
kelamaan y
Cute
Hadir jg kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!