Seorang Ceo muda karismatik, Stevano Dean Anggara patah hati karena pujaan hatinya sewaktu SMA menikah dengan pria lain.
Kesedihan yang mendalam membuatnya menjadi sosok yang mudah marah dan sering melampiaskan kekesalan pada sekretaris pribadinya yang baru, Yuna.
Yuna menggantikan kakaknya untuk menjadi sekretaris Vano karena kakaknya yang terluka.
Berbagai macam perlakuan tidak menyenangkan dari bos nya di tambah kata-**** ***** sering Yuna dapatkan dari Vano.
Selain itu situasi yang membuat dirinya harus menikah dengan Vano menjadi mimpi terburuk nya.
Akankah Vano dan Yuna bisa menerima pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Dua minggu berlalu ...
Pernikahan dadakan benar-benar di laksanakan dan hanya di hadiri kerabat dekat saja sesuai permintaan Yuna. Wira sebenarnya malu, apalagi ia memiliki banyak rekan bisnis namun mau bagaimana lagi, ia menghargai keputusan menantu nya itu.
"Bagaimana para saksi? sah?"
"Sah!"
Tangis Yuna pecah begitu kata sah bertema ia tidak menyangka sekarang ia sudah menikah.
"Hiks ... Kak,"
Reyhan memeluk adiknya erat, pria yang sudah mulai pulih itu begitu tersiksa melihat adik kesayangannya menangis terus sampai di hari yang harusnya menjadi saat paling membahagiakan.
"Bagaimana aku melewati ini kak? aku nggak cinta sama dia."
"Dek jangan begitu, sekarang Tuan muda suami kamu, ayo hapus air matanya." dengan lembut Reyhan mengusap lelehan bening di kedua pipinya sang adik.
"Ayo turun."
"Gak mau kak! aku nggak mau."
"Dear ... jangan begini. Dengerin kakak." Reyhan menangkup pipi adiknya menatap bola mata adiknya yang memerah. "Kakak janji bakal balas hati kamu, kakak bakal cari orang itu. Kakak janji dek!"
"Hiks kakak."
"Sudah-sudah, ayo turun. Kakak temani." Yuna menuruni tangga bersama Reyhan dan menghampiri Vano, Vano sendiri hanya menunduk sejak tadi. Ini juga berat untuknya, bukan hanya Yuna.
"Tuan muda, saya serahkan adik saya pada anda. Tolong bimbingan dan sayangi dia." Vano mengangguk pasti pada Reyhan.
"Cium tangan suami kamu nak..." titah Sarah pada putrinya yang hari ini tampak sangat anggun dan cantik. Vano hanya diam menunggu, ia bisa melihat wajah kesedihan Yuna di balik make up itu. Dengan tangan gemetar Yuna meraih tangan Vano dan menciumnya takzim.
Nyess.
Vano merasa hatinya bergetar sekarang status nya benar-benar sudah berubah, bukan seorang lajang lagi.
"Saya percaya anda akan menepati janji Tuan muda." Kali ini Alden ikut bersuara.
"Pasti, saya pastikan itu." Wira menyakinkan Alden.
"Selamat sayang." Sarah memeluk putrinya ia bahagia akhirnya putrinya sudah menikah sekarang. Stevani menatap pemandangan itu dengan haru. "Bunda!"
"Apa Axel?"
"Mau di gendong om Vano, mau foto bunda!"
"Jangan dong, sayang. Nanti yah."
"Mau foto bareng Om sama Onty Bunda!" giliran Sheril juga ikut merengek.
"Devan!" Devan yang sedang asyik makan langsung terkesiap mendengar teriakan sang istri. "Apa yang?"
"Anak kamu nih!" Devan bergegas mendekat dan menenangkan kedua anaknya. Setelah acara doa selesai masuk acara sesi foto. Yuna sangat gugup ia malas sekali harus berdekatan dengan Vano.
"Ayo mba lebih dekat dong." Seru sang fotografer pada Yuna. Vano yang gemas menarik Yuna dan merangkul panggul wanita itu agar cepat dengan tubuhnya. "Kau!" geram Yuna.
"Ingin cepat selesai kan? jadi tersenyumlah Yuna!" Seru Vano di telinga pengantinnya, terpaksa Yuna tersenyum palsu ke arah kamera yang tengah membidiknya dengan Vano.
***
Setelah akad selesai Vano langsung membopong Yuna menuju rumahnya sendiri, hadiah pernikahan yang di berikan oleh Ayahnya.
Ceklek.
Vano membawa koper miliknya dan Yuna masuk ke dalam rumah baru mereka.
"Dimana kamar saya?"
Vano yang baru saja akan melepas dasi yang terasa mencekik leher menoleh pada istrinya dengan raut wajah bingung. "Maksudnya?"
"Tentu sekamar bodoh, kau istriku sekarang. Amnesia yah." jawab Vano sambil tangannya menyentil kening sang istri, menggelikan emang tapi mereka memang suami istri sekarang.
"Saya tidak mau, saya mau kamar saya sendiri!"
"Yuna apa mau mu sebenarnya? aku sudah menikahimu sekarang. Kau mau membuat drama apalagi?" Vano memijit kening nya yang terasa berat.
"Iya gara-gara anda, pernikahan impian saya untuk menikah dengan pria yang saya cintai hancur. Anda jahat Tuan!" Vano sungguh pening, wanita ini mulai menangis lagi sekarang, ia mendekat berusaha merangkul Yuna namun tubuhnya langsung di dorong dengan kasar hampir saja ia jatuh. Tenaga wanita itu boleh juga, pikir Vano.
"Jangan mendekat, saya jijik dengan anda!" sentai Yuna.
"Heh! emang boleh bilang begitu sama suami kamu? jijik? Yuna! memang aku ini kotoran apa?" kata Vano tak terima.
"Suami?" Yuna tersenyum getir.
"Iya, aku suami kamu sekarang, kan?" Ujar Vano lagi sambil menatap Yuna yang terus saja menangis.
"Saya tau anda terpaksa kan Tuan! saya tau anda tidak tulus mau bertanggung jawab. Bilang pada saya, rencana anda apa sebenarnya! ayo bilang!" ujar Yuna dengan air mata bercucuran.
"Terserah lah. Aku capek."
"Vano!"
Vano malas kalau harus bersama, mau di sekali bagaimanapun juga semua tidak bisa kembali kan? Bukankah lebih baik memperbaiki keadaan yang ada sekarang? dan melanjutkan hidup? Dunia tidak berhenti walau apa yang terjadi padamu. Begitu pikir Vano. Pria itu membaringkan diri di ranjang setelah mandi berganti dengan piyama, membiarkan Yuna mengamuk sampai puas.
"Tuan! jadi aku tidur dimana?" Yuna masih saja ribut masalah tempat tidur padahal Vano sudah letih sekali.
"Terserah! tidur dimanapun sesukamu, mau di genteng juga boleh, lebih luas ! bergabung dengan para kampret sana." Ucap Vano asal.
"Dasar menyebalkan!"
"Vano pikir Yuna sudah memaafkannya, ternyata belum. Padahal ia sudah berniat akan menerima pernikahan ini namun wanita itu masih saja membencinya.
Yuna menghentakkan kakinya dengan kasar, wanita yang masih memakai gaun pengantin ini mendudukan diri ya di ranjang samping Vano yang terbaring sambil menutup mata tanpa rasa bersalah.
"Saya tidak menyangka takdir hidup saya seburuk ini."
"Aku juga sama Yuna, menikah denganmu sama sekali tidak pernah terlintas di benak." setelahnya mereka sama-sama diam, Yuna membersihkan make up di wajahnya sambil termenung memikirkan hidup nya ke depan bagaimana. Setelah membersihkan wajahnya, Yuna berniat mengganti baju, ia sudah sangat kegerahan dengan baju pengantin ini.
"Hiks, kenapa susah sekali sih!" ia menangis lagi karena resleting sulit di buka, Yuna mencoba beberapa kali namun tetap saja tangannya tidak sampai menjangkau bagian belakang. Vano yang mendengar suara isakan yang familiar pun bangkit dari ranjang dengan perasaan dongkol.
"Kau butuh bantuan bilang, mulut ini gunanya bukan cuma untuk makan, tapi untuk minta tolong! dengar!" ucap Vano sambil mencubit bibir Yuna dengan gemas yang maju lalu Vano membantu menurunkan resleting baju istrinya.
Glek.
Vano gerah melihat penampakan punggung mulus Yuna, tangannya tiba-tiba tak bisa di tahan, ia mendekap Yuna dari belakang, mereka berhadapan di cermin.
"Anda jangan lancang yah! lepas! apasih peluk-peluk." Yuna berontak namun tenaga Vano lebih kuat memeluknya.
"Mari belajar saling menerima Yuna, mau bagaimanapun sekarang kita sudah menikah." Yuna menginjak kaki Vano sampai pria itu mengaduh kesakitan. " Aw! dasar istri durhaka!"
Umpat Vano sambil mengelus kakinya yang sakit di injak dengan hells. "Dasar sinting!" umpatnya lagi.
"Rasakan itu balasan anda, karena sudah menghancurkan mimpi saya." Yuna masuk ke kamar mandi dan membanting pintu.
Jebret!
"Hei ini rumah baru! kau mau merusaknya! Yuna! jangan membanting apapun!"
Brak!
Yuna melempar botol shampo ke pintu untuk menjawab teriakan suaminya.
"Hah, jadi begini sikap aslinya, lemah lembut dari hongkong! Papa pasti sudah gila mengira Yuna lemah lembut!" Vano mengingat ucapan ayahnya yang selalu memuji Yuna selama ini, bilang gadis itu lembut seperti ibunya, nyatanya apa! beda jauh.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...