Malam itu petir mengaum keras di langit, suara gemuruhnya bergema. Angin mengamuk, langit menangis, meneteskan air dengan deras. Alam seolah memberi pertanda, akan datang suatu bencana yang mengancam sebuah keluarga.
Clara seorang ibu beranak satu menjadi korban ghibah dan fitnah. Sampai mati pun Clara akan ingat pelaku yang sudah melecehkannya.
Akankah kebenaran akan terungkap?
Siapa dalang di balik tragedi berdarah ini?
Ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Teman Yang Hilang
BBBBZZZZZ!
BBBBZZZZZ!
"Lihat, telponnya nyambung," tunjuk Dira.
Dilara mengambil ponselnya, menunggu teleponnya diangkat.
"Ha ... halo," sapa Dilara
"Halo,"
Dilara menatap Dira yang menjawab panggilannya.
"Ka ... kamu?"
"Iya, aku temanmu yang hilang. Dila aku mohon dengarkan penjelasan ku." Dira menutup teleponnya.
Dilara juga menutup teleponnya. Dilara menunggu penjelasan dari Dira. Dira mengambil tisu dari dalam tasnya, Dira mengusap air mata yang membasahi wajah Dilara.
Dira pertama kali melihat Dilara saat awal-awal masuk sekolah. Dira salah satu anggota OSIS yang juga panitia MPLS di SMA Negeri 1 Kota D. Dilara saat itu berada di ruang UKS. Dira mendengar dari Dokter yang bertugas di sekolah, Dilara sepertinya trauma akan sesuatu. Dilara akan mengalami sakit kepala di saat-saat tertentu.
Dira selalu mengawasi Dilara dari kejauhan. Entah mengapa Dira ingin selalu menjaga Dilara. Dilara selalu sendirian, Dilara seperti takut berteman. Sebenarnya banyak yang ingin berteman dengan Dilara, tapi Dilara seolah membatasi dirinya.
Teman-teman cowoknya juga banyak yang mendekat. Tidak sedikit dari mereka yang suka dengan Dilara. Dilara gadis yang manis, senyumannya membuat siapapun merindu. Tatapan matanya juga membuat setiap orang merasa teduh, nyaman berada di sisinya. Terlebih lagi dengan tutur katanya yang sopan dan lembut.
Kebetulan kepala sekolah SMA Negeri 1 Kota D adalah Omnya Dira. Dira selalu meminta Omnya mencari tahu jadwal pelajaran Dilara dan materi apa yang diberikan. Dira yang termasuk anak pintar di kelasnya memberikan catatan-catatan penting untuk Dilara.
Dira menaruh buku catatan itu di dalam laci Dilara. Dira juga memberikan susu dan roti untuk sarapan Dilara. Mereka juga berkirim kabar lewat aplikasi hijau. Tapi tidak ada dari mereka yang bertanya nama satu sama lain.
Dira sebenarnya ingin sekali VC atau sekedar mendengarkan suara Dilara. Tapi Dilara seolah menginginkan mereka seperti itu. Karena Dilara merasa nyaman dengan caranya sendiri. Dengan begitu Dilara lebih terbuka tentang dirinya.
Dira juga meminta maaf kepada Dilara karena selama dua tahun menghilang. Dira mengalami kecelakaan. Sewaktu mau berangkat ke sekolah motornya ditabrak sebuah truk dari arah belakang di lampu merah dekat dengan sekolah.
Ponsel milik Dira hancur berkeping-keping. Dira mengalami patah tulang. Selama dua tahun terakhir Dira mengalami pengobatan. Dan baru beberapa hari ini, Dira mengaktifkan kembali nomor ponselnya dengan meminta bantuan Tantenya yang bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi yang ada di Kota D.
Sewaktu di rumah sakit, Om Dira memberikan sebuah buku diary yang dia temukan di dalam laci Dilara. Omnya tahu pasti buku itu ditujukan untuk Dira karena sebelumnya Omnya juga pernah memergoki Dira sedang mengintip Dilara dari balik kaca jendela kelas Dilara.
Buku diary itulah yang menemani Dira selama masa penyembuhan. Dan sekarang Dira sudah sembuh. Dira juga sudah bertemu kembali dengan Dilara. Pertemuan yang tidak pernah diduga. Dira duduk bersebelahan dengan Dilara. Dira langsung mengenali Dilara. Dan sekarang Dira tidak akan melepaskan Dilara.
"Kalau kamu benar-benar orang yang selalu menemani ku. Apa isi dari diary ku?" Dilara mencari kebenaran di mata Dira.
"Isinya tentang keseharian kamu. Kamu juga marah padaku karena selama ini menghilang tanpa kabar. Taukah kamu, betapa aku sakit hati ketika kamu cerita ada seseorang di kelas mu yang mengungkapkan perasaannya padamu. Bagaimana dengannya? Apa kamu menerima perasaannya?"
"Hmmm, itu. Aku belum menjawabnya," jawab Dilara.
"Kenapa? Apa kamu juga menyukainya?" Dira kembali merasa tidak nyaman.
"Aku tidak tau," Dilara sedikit menjauh dari Dira.
"Dilara, jujur aku suka padamu sejak pertama kali kita bertemu. Aku di sini karena kamu. Aku cemburu melihat cowok-cowok lain mendekati mu. Dilara maukah kamu menjadi kekasihku?"
"A ... apa?" wajah Dilara merona, Dilara berdiri di atas balkonnya dan memandangi seseorang di bawah sana.
"Dilara aku serius," Dira menatap Dilara yang fokus kepada seseorang yang ada di bawah sana.
"Dila, Dila, sadar Dila," Dira mulai menyadari ada yang tidak beres dengan Dilara.
Dilara masih memandangi pria yang ada di depan pagar rumahnya. Pria itu sepertinya bertanya sesuatu kepada satpam di rumahnya. Tiba-tiba Dilara dengan cepatnya melompat dari atas balkon kamarnya ke teras depan rumahnya. Dilara berlari mengikuti pria itu.
"Gawat, itu bukan Dila." Dira keluar dari kamar Dilara, menuruni anak tangga dan mengajak Salman yang ada di ruang tamu untuk pergi bersamanya.
Salman yang kebingungan ikut lari bersama Dira keluar rumah.
"Dira, ada apa? Gue cape, istirahat bentar napa," Salman dengan sedikit membungkuk mengatur irama napasnya yang ngos-ngosan.
"Dilara, bukan dirinya. Ada seseorang yang merasukinya. Gue takut terjadi apa-apa," Dira kembali berlari mencari Dilara. Salman dengan terpaksa mengikuti Dira.
...----------------...
Dilara dengan santainya duduk di depan mini market. Dilara memakan cemilan dan juga minuman ringan. Pria yang tadi diikuti Dilara keluar dari mini market. Dia terpesona dengan paha mulus putih milik Dilara yang memakai celana pendek. Dia berniat mendekati Dilara.
"Permisi Dek, boleh duduk di sini?"
"Boleh Om," jawab Dilara.
"Om lapar mau makan. Mau?" Pria itu memberikan minuman kepada Dilara.
Dilara dengan cepat mengambil minuman ringan yang diberikan dan meminumnya.
"Om, kepala ku sakit. Bisa antar aku pulang gak?" Dilara memegang kepalanya.
"Bisa, bisa. Ayo Om bawa ke dalam mobil," Pria itu merangkul pundak Dilara dan memasukkannya ke dalam mobil.
Dilara duduk di kursi depan. Pria itu tersenyum dan memasangkan sabuk pengaman. Pria itu dengan hati-hati menutup pintu mobil untuk Dilara. Dia dengan sedikit berlari masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi. Dengan mesumnya tanpa permisi dia menaruh tangannya di atas paha Dilara dan mengelus-elusnya.
Pria itu secepat kilat melajukan mobilnya. Entah apa yang ada di dalam kepalanya. Dia ingin sekali mencicipi Dilara yang mulai kehilangan kesadarannya. Dia berhenti di sebuah rumah kosong. Dia mengamati rumah itu. Setelah dirasa rumah itu benar-benar kosong, dia mengangkat tubuh Dilara masuk ke dalam rumah.
Dilara ditempatkannya di atas sofa tua yang penuh dengan debu. Dia mulai menjalankan aksi bejatnya. Dia mengelus-elus kaki Dilara, kemudian naik sampai kepahanya dengan kedua tangannya. Dia juga mulai melepaskan satu persatu pakaian yang melekat ditubuhnya. Saat ini yang tersisa hanya celana kolornya.
Dia kembali mendekati Dilara. Dilara tersenyum. Pria itu sekarang berada di atas Dilara. Dilara mengalungkan tangannya ke atas leher pria itu. Pria itu semakin bernafsu, berkali-kali dia menelan saliva.
Pria itu menutup mata dan mulai melancarkan ciuman ke leher Dilara. Dia juga melumat bibir Dilara. Tapi, bukan kenikmatan yang dia rasakan. Akan tetapi dia merasakan darah segar. Aroma Dilara juga tidak seharum sebelumnya. Aroma daging busuk panggang. Pria itu melepaskan ciuman dan membuka mata.
"AAAAAAAAAAAAA!!!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...