Rivandra,, menjadi seorang penerus perusahaan besar membuatnya harus menjadi dingin pada setiap orang. tiba-tiba seorang Arsyilla mampu mengetuk hatinya. apakah Rivandra akan mampu mempertahankan sikap dinginnya atau Arsyilla bisa merubahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Widyastutik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9
Tepat jam lima sore, Arsyilla melihat Rivandra berdiri dan memakai jas kerjanya. Pertanda sudah selesai bekerja. Arsyilla tersenyum senang karena tidak harus pulang maghrib lagi.
Setelah melihat Rivandra keluar ruangannya, Arsyilla segera masuk dan membereskan berkas-berkas Rivandra. Terdengar ponsel Rivandra berdering.
“Ponsel Pak Rivandra ketinggalan,” gumamnya sambil membawa berkas-berkas dan membiarkan ponsel itu di tempatnya.
“Tidak ketinggalan, memang karena aku belum pulang.” jawab Rivandra yang sudah berada di belakang Arsyilla.
Spontan Arsyilla terlonjak kaget. Hingga semua berkas yang di bawanya berjatuhan.
“Kamu harus lembur untuk memisahkan dan membereskan ulang berkas-berkas itu!” hardik Rivandra.
‘Kenapa harus muncul tiba-tiba sih?’ keluh Arsyilla kesal.
“Baik, Pak,” jawab Arsyilla meski belum berdiri sempurna.
“Kamu bisa tertawa dengan laki-laki lain, tapi kamu bahkan tidak pernah satu kali pun tersenyum padaku!” seru Rivandra sembari menampik berkas yang di bawa Arsyilla hingga kembali berserakan.
“Pak...” keluh Arsyilla getir. Itu tandanya pekerjaannya akan semakin lama, karena berkasnya benar-benar tercampur dan berserakan.
Rivandra menarik pergelangan tangan Arsyilla hingga tidak jadi menunduk untuk membereskan berkas-berkas itu. Arsyilla semakin bingung dengan sikap Rivandra.
“Kenapa kamu selalu menghindariku?!”
“Saya tidak menghindar, Pak. Saya juga tidak mengerti apa maksud Pak Rivandra selalu menuduh saya menghindari Pak Rivandra,” protes Arsyilla kesal.
“Apa bersamaku semenakutkan itu? Kamu bisa tertawa selepas itu saat bersama Zaen!!”
“Pak Zaen hanya menyapa saya, Pak.”
“Tidak bisakah kamu peka sedikit saja?”
“Ini apa sih maksudnya, Pak. Permisi, bisa lepaskan tangan saya? Saya mau membereskan berkas-berkasnya,” kata Arsyilla sembari sedikit berontak agar terlepas dari cengkeraman tangan Rivandra. Tapi, Rivandra makin erat mencengkeramnya.
“Pak Rivandra!” seru Arsyilla kesal sambil menatap Rivandra. Lalu semakin mundur saat Rivandra semakin maju hingga mereka hanya berjarak beberapa senti saja.
“Tidak bisakah kamu peka sedikit saja? Sampai kapan kamu berpura-pura?” tanya Rivandra dengan nada melunak.
“Saya tidak mengerti apa maksud Pak Rivandra. Pura-pura apa? Peka bagaimana?”
Bibir Arsyilla terkatup rapat saat Rivandra tiba-tiba menciumnya.
“Tidak bisakah kamu menyadari kalau aku mencintaimu, Syilla? Aku cemburu kamu berbicara apalagi tertawa dengan laki-laki lain,” geram Rivandra pelan.
Arsyilla masih diam, masih shock dengan yang dilakukan Rivandra. Di luar ruangan, Arsyilla melihat Shayna yang tengah menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Mungkin sama tidak menyangkanya dengan Arsyilla sekarang ini.
Arsyilla tersadar dan segera menunduk, membereskan berkas-berkasnya saat merasa Rivandra kembali mendekatkan wajahnya.
“Permisi, Pak,” pamit Arsyilla sembari menepis tangan Rivandra yang berusaha untuk memegang tangan ataupun meraih tubuhnya.
Tapi, di depan pintu ada seorang wanita cantik datang bersama Zaen yang hendak masuk. Entah sejak kapan mereka berdiri di balik pintu sama seperti Shayna. Melihat apa yang dilakukan Rivandra.
“Tunggu! Aku ingin mengkonfirmasi sesuatu.” tegur wanita itu.
Arsyilla melihat wanita itu bingung. Apalagi senyum Rivandra yang pada wanita itu sangat berbeda.
“Rivan, ada hubungan apa kamu dengan pegawaimu?” tanya wanita itu.
“Aku tidak punya hubungan apa-apa,” jawab Rivandra setegas dan sedingin biasanya.
Arsyilla tersenyum sekilas, ‘mencintaiku? Cihhh...’
“Sepertinya aku melihat kamu akan menciumnya tadi.”
“Itu hanya perasaanmu saja. Aku sedikit mabuk setelah minum anggur pemberianmu.”
“Benarkah? Baiklah.” Wanita itu mendekat ke arah Arsyilla.
“Maafkan tunanganku kalau sudah bersikap kurang ajar.”
“Tunangan? Sejak kapan? Jangan terlalu halu!” seru Shayna sambil masuk ke ruangan Rivandra dan menggamit lengan Arsyilla untuk keluar dari sana.
Zaen menggelengkan kepalanya saat Shayna menoleh ke arahnya. Seolah pertanda untuk tidak ikut campur.
“Rivan, aku kekurangan tenaga kerja di divisiku. Boleh Arsyilla aku tarik ke divisiku?” usul Zaen.
“Tidak boleh!” seru Shayna kesal.
“Shay, aku meminta pada kepala divisi bukan padamu.” sindir Zaen.
'Kamu akan mengerti nanti, Shay.' batin Zaen.
“Tentu saja Rivan pasti mengijinkannya. Bukan begitu Rivan?” sahut wanita itu.
“Katty, ini bukan perusahaanmu. Jangan mengintimidasi kakakku!”
Arsyilla menatap Shayna, Rivandra dan wanita itu bergantian. 'O jadi ini yang namanya Katty. Cantik sekali.' puji Arsyilla dalam hati.
“Sudah tidak usah berdebat lagi. Kamu boleh membawanya Zaen. Pegawai yang lain bisa menggantikan tugasnya. Ayo kita pulang!” Kata Rivandra sambil keluar kantor setelah mengambil ponselnya diikuti wanita itu.
“Yess! Aku tunggu besok di divisiku, Syilla!” seru Zaen senang.
Arsyilla hanya tersenyum keki. Shayna merampas berkas-berkas yang ada di tangan Arsyilla dan meletakkannya di meja Rivandra. Lalu menarik lengan Arsyilla untuk keluar dari ruangan Rivandra. Menutup dengan keras pintu kantor Rivandra.
“Tunggu! Biarkan aku membereskan berkas Pak Rivandra dulu,” cegah Arsyilla saat pintu lift terbuka.
“Gak usah! Kamu bukan anak buahnya lagi!”
“Besok. Tapi, hari ini aku masih berada di divisi ini. Aku bukan orang yang suka lari dari tanggung jawab. Kamu duluan saja.” kata Arsyilla sembari kembali ke ruangan Rivandra.
“Syilla!! Arsyilla!!”
Panggilan Shayna tidak ada satupun yang bisa membuat Arsyilla menoleh apalagi berbalik arah.
“Rivandra, kakak bodoh!!” umpat Shayna kesal. Kemudian, melangkahkan kakinya menyusul Arsyilla.
Shayna mengulurkan satu botol air mineral dingin ke pipi Arsyilla saat dia bersandar di dinding setelah selesai memisahkan masing-masing berkas.
“Terima kasih. Kok belum pulang?” tanya Arsyilla keki. Tidak menyangka Shayna masih menunggunya.
Shayna ikut duduk di lantai bersama Arsyilla.
“Aku tidak mau di tuduh sebagai orang yang tidak setia kawan.” sindir Shayna.
Arsyilla tertawa mendengar sindiran itu hingga membuat Shayna ikut tertawa.
“Apa benar-benar akan pindah ke divisi Pak Zaen?” tanya Shayna sembari menunduk mempermainkan botol air mineralnya yang sudah kosong.
“Kakakmu sudah membuat keputusan, kan. Di depan Pak Zaen dan wanita itu.”
“Rivandra bodoh!!” teriak Shayna sembari melemparkan botol kosong itu ke kursi Rivandra. “Aku tidak mau bertemu denganmu lagi kalau kamu sampai memungut botol itu!!” tegas Shayna saat Arsyilla hendak berdiri untuk memungut botol itu.
“Kenapa sih?” tanya Arsyilla heran.
Hari ini benar-benar menguras pikirannya. Seharian menghadapi kemarahan Rivandra. Lalu emosi Shayna yang tidak seperti biasanya
“Kenapa? Kamu masih sempet bertanya kenapa? Setelah kekurang ajaran si Rivan itu?”
Arsyilla tertawa lirih, “Shayna... Shayna... Melihat kepribadian kalian yang saling berlawanan itu terkadang membuatku iri.”
“Iri?”
“Pasti rasanya menyenangkan mempunyai seorang kakak.”
Shayna menatap Arsyilla lekat. Karena ini pertama kalinya Arsyilla mau membahas tentang keluarga yang selalu di sebutnya privacy.
“Memangnya kamu anak tunggal?”
“Iya.”
“Tinggal minta buatkan adik bayi ke orang tua kamu, kan,” celetuk Shayna asal.
“Lalu menjadi viral?”
“Kenapa?”
“Dengan judul ‘Beranak dalam kubur’,” jawab Arsyilla diikuti tawanya.
“Maksudnya?”
“Orang tuaku sudah meninggal, Shayna.”
Shayna tersentak kaget, “lalu... Selama ini tinggal bersama siapa?”
Arsyilla tersenyum getir, “panti asuhan. Tidak ada satu pun keluarga ayah atau ibuku yang mau merawatku.”
Spontan Shayna memeluk Arsyilla dan menangis di pelukannya.
“Sudah berhentilah menangis, Shayna. Aku tidak mau di kasihani.”
“Aku semakin menyayangimu, Syilla. Sungguh.”
“Terima kasih. Ayo kita pulang!”
Shayna melepaskan pelukannya, “apa masih tinggal di panti asuhan?”
“Tentu saja tidak. Aku menyewa satu rumah.”
“Boleh aku main?”
“Tidak sekarang.”
“Tapi...”
“Nanti!” tegas Arsyilla.
Keduanya berdiri, Arsyilla meletakkan berkas itu di atas meja Rivandra beserta catatan kecil seperti biasa.
“Rivandra menyukaimu, Syilla. Aku yakin!” tegas Shayna.
Kalimat Shayna membuat Arsyilla teringat perkataan Rivandra sebelum menciumnya tadi. 'Bilang mencintaiku? Bahkan cemburu pada Pak Zaen? Tapi tidak berani menunjukkannya di depan orang lain?'
“Kakakmu sudah punya tunangan masih sempat-sempatnya kamu menjodohkan kami?” sahut Arsyilla heran.
“Dia bukan tunangan Rivandra. Mereka hanya teman dekat.”
“Apa kamu tidak melihat senyum dan tatapan kakakmu yang berbeda pada wanita itu?”
“Dulu... Saat masih kuliah mungkin Rivandra mencintainya, tapi sekarang tidak lagi. Karena Rivandra menyukaimu.”
Arsyilla kembali tertawa, “aku cukup tahu diri siapa aku ini, Shayna. Aku sudah pernah bilang, kan. Kakakmu itu matahari sedangkan aku bumi. Terbentang jauuuuuhhhh.”
“Tapi, si Rivan sudah lancang menciummu!”
“Kamu gak dengar apa yang kakakmu katakan tadi? Kakakmu sedikit mabuk, lihatlah anggur itu masih tersisa sedikit.”
Arsyilla menunjuk ke arah satu botol anggur yang berada di ujung rak buku Rivandra. Shayna hendak mendekat tapi Arsyilla sudah lebih cepat menariknya.
“Sudah ayo kita pulang!” ajak Arsyilla sambil menarik tangan Shayna.
“Biarkan aku membuangnya dulu.”
“Besok saja saat ada kakakmu.”
“Tapi...”
“Tidak ada tapi-tapian.”