Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Kita tinggalkan mbah Wardoyo yang sedang tertawa sampai perutnya sakit karena mendapat uang ratusan juta tanpa harus bekerja keras.
Sekarang kita tengok Sifa dengan Alvin yang sedang dalam perjalanan pulang. Di dalam mobil, Sifa ngomel-ngomel karena Alvin sengaja mengulur-ulur waktu pulang, hingga saat ini sudah jam 11. Sebab, ketika membuka handphone pesanan minyak banyak sekali.
"Kamu harus tanggung jawab Al, kalau sampai customer aku membatalkan pesanan" omel Sifa sambil mantengin handphone.
"Tenang saja, mau aku ganti berapa kerugian kamu" Alvin sebenarnya hanya menggoda Sifa. Ia tentu mengerti maksud Sifa, peluang seperti itu tidak boleh disia-siakan untuk para pembisnis.
"Kan, kan. Mulai sombong" potong Sifa kesal. Lagi-lagi ngomel karena Alvin mengajak pergi mendadak.
"Soalnya kalau aku bilang dulu kamu pasti menolak sih" Alvin tak mau kalah.
"Pria pemaksa" Sifa menggeplak lengan Alvin sambil turun ketika mobil sudah tiba di jalan depan kost
"Auw, sakit" Alvin lebai mengusap tangan, padahal tidak sakit. Justru senang Sifa melakukan itu. Alvin pun ikut turun mengejar Sifa.
"Lah kok turun Al? Mau apa lagi?"
"Mau balas dendam karena kamu memukul tangan aku" Alvin hendak menangkap tangan Sifa tetapi Sifa segera menjauh sambil tertawa meledek.
"Lain kali kalau kamu ajak aku pergi, nggak bilang dulu, aku nggak mau" Sifa melengos sambil menutup pintu mobil.
"Ini mulut kalau ngomel ternyata betah" Alvin menyentuh bibir Sifa dengan jari, kemudian terkekeh masuk ke dalam mobil, meninggalkan Sifa yang menatapnya tajam.
"Dadaa..." Alvin melongok dari kaca masih tertawa ngakak melihat bibir Sifa manyun.
"Dasar Alvin" Sifa tersenyum ketika mobil sudah berlalu.
"Ciee... cieee..." seru wanita di dalam pagar, menyadarkan Sifa bahwa ada orang yang memperhatikan dirinya dari dalam gerbang.
"Kamu Siti" Sifa pura-pura cuek sambil mendorong gerbang.
"Kamu ini punya pacar tidak bilang-bilang aku. Mentang-mentang pacarmu ganteng dan tajir" cerocos Siti.
"Bukan pacar Siti hanya teman" Sifa Berjalan menuju kamar diikuti Siti.
"Teman tapi mesra, iyakan?" Siti tidak menyangka, Sifa yang selama ini tidak pernah membicarakan tentang pria, tetapi hari ini memberi kejutan.
"Terserah kamu saja Sit" Sifa sudah sampai kamar. Yang pertama ia lihat adalah minyak wangi.
"Waaah... sudah selesai semua Sit?" Sifa kaget, toples sudah kosong, ternyata parfum sudah pindah ke botol-botol dan tersusun rapi.
"Jelas selesai Sifa, kamu pergi berapa jam?" Siti geleng-geleng kepala. Sifa pamit hanya sebentar tetapi hingga 4 jam.
"Okay maaf. Sekarang kamu membeli nasi bungkus untuk makan siang kita" Sifa memberi uang 50 ribu.
"Lauhnya apa?" Siti bersemangat.
"Aku ikan sama sayur, kalau kamu tinggal pilih" Sifa menyarankan agar Siti membeli ayam atau daging.
"Alhamdulillah... lauk ayam" Siti senang sekali, padahal biasanya ia makan hanya dengan tempe dan tahu supaya irit. Bersebelahan dengan Sifa benar-benar memberikan keberuntungan. Dia merapikan kerudung lalu keluar kamar.
Sifa tersenyum memandangi Siti yang bersemangat keluar, kemudian ke kamar mandi. Setelah mencuci tangan dan kaki Sifa segera packing pesanan parfum sesuai permintaan.
"Ada pesanan ya Sif?" Siti sudah sampai ketika 15 menit kemudian sambil membawa tentengan.
"Alhamdulillah Siti" Sifa mengatakan akan menyelesaikan packing terlebih dahulu baru kemudian makan.
"Aku bantu" Siti membantu Sifa bagian melakban hingga selesai packing. Tidak membuang waktu lagi, Sifa berjalan kaki melawan panasnya matahari mendatangi jasa pengirim paket. Sebenarnya Siti menawarkan diri akan melakukan itu, tetapi Sifa tidak mau membebani Siti yang sudah banyak membantu. Ia harus profesional tidak boleh sampai ada pelanggan kecewa. Sifa ingat pesan Adhitama, kunci kesuksesan seorang pengusa adalah tidak mengecewakan kustomer.
Jam satu siang, Sifa bersama Siti shalat dzuhur setelah makan siang tentunya. Sifa lipat mukena, kemudian merebahkan tubuhnya di kasur. "Istirahat disini saja Siti" ucap Sifa setelah angop sambil menutup mulut.
"Iya deh" Siti menyusul Sifa. Keduanya beristirahat siang di tempat tidur yang sama.
Sifa ambil remote kemudian memencet tombol televisi.
"Pengusa muda Felix Alfadio dimintai keterangan atas kecelakaan mobil yang menyebabkan Dania kritis hingga saat ini belum sadarkan diri" berita di televisi siang itu mengejutkan Sifa.
"Rasakan itu Felix, gue doakan loe dipenjara dan membusuk di sana" Sifa lantas tertawa aneh.
"Sifa... tidak boleh mendoakan orang yang tidak baik. Jika orang itu berbuat jahat biarkan saja, karena Allah yang akan menghukum. Lagi pula ada urusan apa kamu sama pengusaha itu? Kita tidak usah mengurusi mereka" Siti yang memang rajin ibadah itu akhirnya ceramah.
"Tidak apa-apa Siti, mungkin saja pria itu menyetir tidak hati-hati kan, makanya istrinya kecelakaan. Kamu tidak kasihan..." Sifa menarik napas bagusnya menjawab dengan cepat. Lagi-lagi ia marah tidak ingat jika ada Siti di kamarnya.
***************
Di depan kantor polisi seorang pria baru keluar dari sana. Ia merasa lelah, setelah dicecar pertanyaan oleh polisi. Kemudian masuk ke dalam mobil menutup pintu dengan kencang.
"Sial, polisi gila!" umpat Felix lalu memukul setir. Ia sudah sedih karena istrinya hingga kini belum sadar, tetapi polisi seolah menuduh jika kecelakaan itu ia sengaja.
Dia mengemudikan mobil ke rumah sakit ingin menjenguk Dania yang sejak pagi dia tinggalkan. Berharap sang istri sudah bangun dari koma.
"Sadarlah istriku... kalau kamu tidak segera sadar, bisa-bisa aku di penjara sayang..." ucap Felix ketika sudah berada di ruang ICU. Namun, walaupun bibirnya sampai berbusa, Dania tidak juga bangun. Hingga waktu kunjungan habis, Felik menelan kekecewaan karena istrinya tidak juga merespon kata-katanya. Pria itu memutuskan untuk pulang ke rumah. Tidak ada yang bisa ia lakukan di rumah sakit. Walaupun sebenarnya merasa ngeri jika roh Sifa mengganggunya lagi. "Tapi kan sudah ditangkal oleh Mbah Wardoyo" Felix meyakinkan diri sendiri, kemudian memantapkan diri untuk pulang.
Malam harinya. "Mau dibuatkan kopi Tuan?" Tanya bibi karena Felix tidak mau makan malam yang sudah ia siapkan. Bibi membungkuk mendekati Felik yang sedang menghisap rokok di ruang keluarga.
"Boleh Bi" Felix menjawab singkat. Ia menancapkan puntung rokok di asbak, lalu beranjak minta bibi agar kopinya di antar ke kamar.
Malam semakin larut, Felix tidak juga bisa tidur. Pikirannya ke rumah sakit membayangkan sang istri yang kesakitan di sana.
Siuuuttt... Siuuuttt... siuuuttt....
Braak!
Angin tertiup kencang, bersamaan dengan itu jendela terbuka lebar. Felix beranjak berniat menutupnya. "Bibi ini bagaimana sih, jendela kok nggak dikunci" gerutunya. Kedua tangannya mendorong daun jendela. Namun, betapa terkejutnya pria itu kala bola matanya menangkap sosok wanita yang berdiri membelakangi jendela.
"Siapa kamu?!" Bentak Felix.
Perlahan-lahan wanita itu balik badan nampak wajah cantik yang sangat Felix kenal, tetapi saat ini lebih cantik, rambut pirang dan senyumnya menghanyutkan.
"Ti-tidak, kamu sudah mati" Felix ingin berlari, tetapi kakinya sulit untuk dia gerakan.
...~Bersambung~...