WARNING ***
HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN!!!
Menjadi istri kedua bukanlah cita-cita seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun bernama Anastasia.
Ia rela menggadaikan harga diri dan rahimnya pada seorang wanita mandul demi membiayai pengobatan ayahnya.
Paras tampan menawan penuh pesona seorang Benedict Albert membuat Ana sering kali tergoda. Akankah Anastasia bertahan dalam tekanan dan sikap egois istri pertama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Perkenalan
Dengan santai, Ben menikmati empuknya ranjang besar di depan Ana. Laki-laki itu memakai dua bantal di bawah kepalanya lalu membuka layar ponselnya.
"Apa kau akan berdiri di sana semalaman?" tanya Ben tanpa melirik Ana.
"Tidak, aku akan tidur," jawab Ana sambil berjalan pelan mendekati Ben. Gadis itu naik ke atas tempat tidur dari sisi lain, ia berbaring miring membelakangi Ben.
"Bukankah kau bilang kita bisa melakukannya lain kali, kenapa kau tidur di sini?" tanya Ana.
"Aku bisa tidur di manapun yang aku suka. Tapi malam ini aku ingin tidur denganmu."
Glek! Ana menelan ludah kasar, ia merapatkan kedua kakinya di bawah selimut sambil kedua tangan menutupi bagian depan tubuhnya.
Suara detak jantung gadis itu seolah bisa didengar oleh Ben, membuat Ana semakin gugup dan resah.
"Apa aku tidak boleh tidur di sini?" Ben bertanya.
"Boleh, tentu saja boleh."
"Bagus, sekarang tidurlah," ucap Ben. Laki-laki itu memperbaiki posisi tidurnya dan berbaring dengan nyaman. Ia berbaring terlentang sambil melirik Ana beberapa kali.
Ben berusaha memejamkan mata dan tertidur, namun nyatanya ia tidak bisa melakukannya. Laki-laki itu bahkan bisa merasakan Ana yang sedang gelisah. Berulang kali, Ana menggeliat, merubah posisi tidurnya namun tetap merasa tidak nyaman.
Hingga pukul satu dini hari, keduanya sama-sama terjaga. Ana merasa gugup karena Ben berbaring di belakangnya, bahkan ia tahu jika Ben sedang menghadap ke punggungnya, membuat gadis itu bisa merasakan hangat napas Ben di lehernya.
"Kau tidak tidur?" tanya Ben. Ana tidak mnjawab, gadis itu diam seolah-olah tidak mendengarnya.
"Aku tahu kau belum tidur. Aku harap, kau mau menganggap ini sebagai malam perkenalan. Besok malam, aku tidak mau melihatmu takut, gugup, atau gelisah saat kita tidur bersama," lanjut Ben.
Ana merasakan tubuh Ben semakin dekat. Laki-laki itu bahkan mengusap rambut Ana dari belakang dengan lembut.
"Tidur dan beristirahatlah. Bangunkan aku lebih pagi karena aku ada pekerjaan penting," ucap Ben. Laki-laki sedikit menjauhi Ana dan tidur menepi.
Ana menarik napas panjang, ia berbalik dan mengintip Ben setelah memastikan tidak ada gerakan lagi di belakang punggungnya.
Gadis itu memperhatikan laki-laki yang sedang terpejam. Ben bahkan melepas kaosnya dan membiarkan dadanya terekspos oleh mata Ana tanpa terhalang selimut.
Diam-diam, Ana mengagumi sosok Ben yang tampan dan penuh kasih sayang. Meski pernikahan mereka hanya sebuah kontrak, Ana paham Ben berusaha memperlakukan dirinya sebaik mungkin. Bahkan Ben terus memberinya kesempatan untuk bisa memahami hubungan ini.
***
Pagi-pagi sekali, Ana merasakan tubuhnya tidak nyaman. Gadis itu membuka mata dan melihat jam di ponselnya.
"Sudah pagi," gumam Ana.
Sesaat kemudian setelah kesadarannya kembali penuh, gadis itu terkejut mendapati tangan kekar melingkar di pinggangnya. Bahkan Ben dengan nyenyak tidur sambil menempelkan wajah di tengkuk lehernya.
"Ah, ini membuatku gila," batin Ana berteriak. Gadis itu ingin melepaskan diri, namun tangan Ben begitu kuat dan berat.
Perlahan, Ana membalikkan tubuh. Ia menghadap Ben dan sedikit mendorong tubuh laki-laki itu.
"Anastasia," gumam Ben lirih.
"Ini sudah pagi," ucap Ana. Ben tidak peduli, ia kembali merangkul Ana, dan bahkan kini laki-laki itu menenggelamkan wajahnya di depan dada istri keduanya.
Tubuh Ana merasa tegang, gadis itu bahkan tidak pernah di sentuh oleh laki-laki manapun sebelumnya. Namun tubuh selalu bereaksi saat sesuatu mendorong hasratnya.
"Bisa lepaskan aku?" pinta Ana.
"Biarkan tubuh kita saling mengenal," jawab Ben. Laki-laki itu bahkan tidak membuka matanya. Ia tahu Ana sedang gugup dan takut, ia bahkan bisa mendengar detak jantung gadis itu dengan jelas.
Ana tidak punya pilihan, ia membiarkan Ben melakukan apa yang laki-laki itu sukai. Ana diam tak bergerak, hanya sesekali menarik napas panjang untuk meredakan kegugupannya.
Hampir satu jam berlalu, Ana masih bersabar. Sementara Ben, ia berusaha mengontrol diri untuk tidak bertindak lebih jauh dari ini.
"Kita sudah menikah, mungkin aku harus mengatakannya dengan jujur. Rosalie tidak mampu memenuhi hakku dengan baik selama lebih dari dua tahun ini, kau paham maksudku, Anastasia?" ujar Ben dengan suara berat dan serak. Ia menarik kepalanya dari depan dada Ana dan membiarkan gadis itu bernapas lega.
"Kalian masih bersama dan saling mencintai. Itulah yang terpenting," jawab Ana. Ben tersenyum samar mendengar jawaban gadis itu.
"Anastasia, apa kau tidak paham maksudku? Aku menginginkan lebih padamu, mungkin malam ini aku bisa menahan diri, tapi tidak untuk lain kali!" seru Ben.
"Aku mengerti, kau tidak perlu menjelaskannya sedetail itu," sergah Ana. Gadis itu berbalik dan hendak turun dari tempat tidur, namun dengan cepat Ben menarik kembali tubuhnya.
"Aku tertarik padamu sejak pertama kali kita bertemu," ucap Ben sambil menghimpit tubuh Ana di atas tempat tidur.
"Laki-laki beristri tidak seharusnya tertarik pada wanita lain," jawab Ana.
"Benar, dan kini wanita yang membuatku tertarik sudah menjadi istriku."
"Lalu?" Ana mengernyitkan dahi.
"Aku hanya ingin kau tahu itu."
"Baik, kalau begitu lepaskan aku," pinta Ana. Ia merasa gerah saat Ben kini berada di atas tubuhnya.
Cup! Ben mendaratkan satu kecupan singkat di bibir Ana. Membuat gadis itu membelalakkan matanya lebar.
Setelah itu, Ben menarik tubuhnya menjauhi Ana. Ia berjalan ke arah kamar mandi dengan santai.
"Kenapa menciumku?" tanya Ana.
"Aku sudah mengatakan jika kau adalah istriku. Aku akan memperlakukanmu layaknya istriku," jawab Ben. Laki-laki itu tersenyum miring sambil memasuki kamar mandi.
Di atas tempat tidur, Ana berusaha menenangkan detak jantungnya. Hampir semalaman penuh gadis itu gelisah karena tidur seranjang bersama suami dadakannya, namun pagi ini sikap Ben lebih mengejutkan dari perkiraannya.
Sambil menunggu Ben yang sedang mandi, Ana pergi ke dapur. Gadis itu berinisiatif membuat teh chamomile, para pelayan yang sedang sibuk berusaha membantunya, namun Ana menolak.
"Aku bukan benar-benar seorang nyonya di rumah ini. Aku harus tahu diri," batin Ana mengingatkan dirinya sendiri.
Setelah secangkir teh hangat siap, Ana membawanya menuju ke kamar, namun Rosalie tiba-tiba datang dan memenghentikannya.
"Kau sedang apa?" tanya Rosalie. Ia melirik secangkir teh dalam nampan yang Ana bawa.
"Membuat teh," jawab Ana singkat. Tidak ingin mendengar pertanyaan aneh dari Rosalie, Ana meninggalkan wanita itu begitu saja.
Setelah masuk ke dalam kamar, Ana menutup pintu dan meletakkan teh di meja samping tempat tidur. Ia melihat Ben sedang mengeringkan rambutnya di depan cermin dengan handuk di pinggangnya.
"Untukku?" tanya Ben saat melihat teh yang Ana bawa.
"Ya, teh chamomile bagus dan menenangkan. Minumlah selagi hangat," jawab gadis itu.
Ben tersenyum. Selama lima tahun lebih pernikahannya bersama Rosalie, wanita itu bahkan tidak pernah membuat apapun untuknya. Ben senang Ana berbeda.
🖤🖤🖤
g sk sifat kek rose egois,kejam,dan biadab,hrs nya di buat kanker nya nyebar aja dan mati biar ana n ben bs bahagia bersm anak mereka
harusnya bisa lebih panjang lg biar dapet rasanya ,,ini terlalu cap cus 🤭
eh ternyta rosali udh ko id 🤣
mudah²an ana bisa pergi jauh dn membawa anaknya 😩