Alettha gadis 16 tahun yang kini duduk di bangku kelas 2 SMA itu nampak diam termenung, wajah cantiknya masih terlihat kesedihan yang mendalam.
Kehilangan Ayahnya membuat gadis itu begitu frustasi dan begitu sedih, belum lagi semua aset kekayaan ayahnya kini sudah di ambil alih oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab.
Alettha Kinaya Ayu, harus meneruskan hidup nya berapa dengan ibu tiri dan kakak tiri nya yang kurang menyukai nya itu, entah apa yang akan terjadi pada gadis malang itu.
Yuk mampir di cerita pertama ku semoga kalian suka❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lembayung Senjaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinda Yang Dulu Sudah Mati.
" Jawab Din, kenapa kamu berubah ?". Arkha terus memperhatikan Dinda yang kini terdiam tanpa mau menatapnya.
2 gelas whisky di teguk gadis itu tanpa perasaan.
" Dulu, dia tidak pernah ingin menyentuh minuman beralkohol tapi sekarang..." Batin Arkha semakin menerka nerka perasaan Dinda.
" Kamu gak mau pulang, hari kian malam." Gumam Dinda hendak pergi.
Arkha menarik tangan gadis itu membantu nya langsung terduduk di pangkuan Arkha dan terpaku diam.
" Katakan padaku Dinda, selamat 5 tahun apa yang terjadi. Jika memang Lo gak mau kasih tau gue sendiri yang akan cari tahu dan itu bukan hal susah." Gumam Arkha merekatkan tubuh mereka.
Bukan bermaksud apa namun dia sendiri merasa ada yang janggal pada sahabat nya itu.
" Kenapa kamu mencari Dinda yang dulu Arkha, sedangkan ada Dinda yang sekarang jauh lebih bukan?".
Arkha menggeleng kepalanya
" Gue pulang kesini setelah 5 tahun untuk ketemu sahabat baik gue yang mungkin sudah hampir selesai menyelesaikan skripsi nya dan menjadi seorang guru, bukan malah bertemu dengan seorang yang seperti wanita penghibur."
Seketika tubuh Dinda membeku terdiam hatinya tersayat begitu di dalam, tak di pungkiri ucapan Arkha benar benar melukai perasaannya.
Dinda langsung berdiri dan membelakangi Arkha yang menatap nya heran.
" Jika kamu kesini mencari Dinda yang 5 tahun lalu maka kamu tidak akan menemukan nya, sampai kapan pun kamu tidak akan pernah bisa melihat nya kembali. Dia sudah mati Arkha mati bersama dengan cita citanya dan juga hati nya." Gumam Dinda semakin membuat Arkha bingung.
" Din.."
" Cukup Arkha, cukup cari Dinda saja jika kamu ingin bertemu dengan ku disini." Dinda berjalan pergi meninggalkan Arkha yang tertegun dengan perubahan sahabat nya itu .
" Apa ada yang salah dengan ucapan ku, samapi membuat nya seberubah itu." Batin Arkha kesal.
Arkha meneguk semua whisky yang tersisa dengan perasaan yang campur memikirkan sahabat dan juga memikirkan perasaan nya pada Alettha.
***
Di dalam sebuah kamar seorang gadis tengah menangis dengan keras meratapi kehidupan nya.
" Aku begitu ingin bercerita tentang apa yang aku alami Arkha, tapi aku takut aku ragu jika nanti gadis yang begitu kau jaga sejak dulu kini sudah rusak. Bahkan yang kau lihat hanya lah raga nya Arkha..." Pekik Dinda dengan nyaring.
Dinda mengacak rambut nya dengan frustasi bahkan goresan goresan di tangan nya mulai nampak di balik baju nya itu, Dinda beberapa kali hendak mengakhiri hidupnya karena lelah menjalani hidup yang tidak adil.
" Seandainya 5 tahun lalu kamu gak pergi, mungkin kamu bisa nolongin aku Arkha."
Kehidupan pahit dan pengalaman buruk mengubah seluruh kehidupan nya masa depan yang selalu di impikan dan cita cita yang harus kandas di tengah jalan.
Arkha berjalan sempoyongan menuju mobilnya terparkir.
" Shut.." Gumam nya kesal.
Arkha masuk kedalam mobil dengan kesadaran yang hampir hilang itu mengendarai mobil dengan ugal ugalan membuat beberapa pengendara berdecak kesal dengan tingkah nya.
Arkha memenag menyukai minuman keras dan juga bermain dengan beberapa wanita malam sejak ditinggal di Singapur, Muklis dan Mona sendiri terlalu sibuk dengan urusan mereka hingga melupakan melihat pergaulan para anak anak nya.
Meski sedemikian Arsya tidak terlalu menyukai gemerlapnya malam dan para wanita dengan pakaian sexy, Arsya lebih menyukai menyendiri menghisap rokok dan kembali bekerja. Sesekali dia juga membersihkan kekacauan yang terkadang di buat oleh saudara kembar' nya itu.
Satpam yang tahu anak majikannya pulang langsung membuka pintu gerbang dan melihat Arkha dengan kondisi mabuk berat itu seketika membantu nya membawa mobil menuju rumah utama.
" Tuan muda, jika tuan tahu anda mabuk pasti akan jadi hal besar nanti nya.." Gumam nya menatap Arkha.
" Biarkan saja.." Arkha membuka pintu mobil dengan sempoyongan.
Cklek
Pintu terbuka terlihat Muklis dengan wajah marah menatap anak keduanya itu dengan kesal.
" Sejak kapan kamu belajar mabuk, mau jadi apa kamu Arkha ?". Bentak Muklis dengan marah mengebu.
Itu hal pertama yang dia lihat dari anak yang sudah tak bertemu dengan mereka selama 5 tahun lama nya.
Satpam itu membantu Arkha yang tidak seimbang sembari menahan rasa takut melihat tuan besar rumah itu yang marah.
" Sudah lah pa, aku lelah awas.." Arkha mendorong satpam rumah nya untuk menjauh dari tubuh nya.
Dengan kesal Muklis membiarkan Arkha masuk dengan kondisi sempoyongan, Muklis memijit pelipisnya yang berdenyut .
" Sabar tuan, den Arkha masih mencari jadi diri nanti juga dia akan berfikir dewasa dan tidak mengulangi nya ."
Muklis menatap satpam itu dengan senyuman.
" Sudah lah biarkan saja, mungkin itu bentuk pemberontakan nya karena selama ini kita kurang perhatian pada anak anak."
" Saya permisi tuan."
Di lantai dua Arsya menatap Arkha dengan tajam melihat adik nya itu kembali mabuk dan tentu saja bertemu dengan anak wanita penghibur itu.
" Masih berteman dengan anak psk itu, sampai mabuk dan bertengkar dengan papa?." Celetuk Arsya dengan sinis saat Arkha hendak membuka pintu kamar nya.
" Apa sih peduli Lo..." Ucap Arkha masuk kedalam kamar nya dan membanting pintu dengan begitu keras .
****
Muklis kembali keruang kerja
Menatap foto keluarga nya diam, anak anak yang dulu masih kecil kini sudah beranjak dewasa dengan pikiran dan sifat mereka yang berbeda.
Muklis menatap foto Arsya anak laki-laki yang selalu bersikap dingin dan arogan yang terkadang melukai hati hati orang, Muklis heran sejak usia 9 tahun Arsya mulai berubah dan bersikap buruk.
Meski dia anak berprestasi dan selalu menjadi kebanggaan keluarga Wijaya namun sikap yang dia tampakan selalu membuat semua orang mengelus dada. Beberapa kali Muklis berusaha mencari tahu namun selalu saja gagal .
Arsya begitu pintar menutup semua hingga orang lain benar-benar tidak bisa menebak semua tentang pemuda itu.
" Pa.." Mona masuk kedalam ruang kerja Muklis .
Muklis tersenyum saat wanita yang telah ia nikahi puluhan tahun itu yang masih belum berubah sama sekali masih tetap awat muda dan cantik.
" Apa ada tugas lagi dari rumah sakit, jam segini masih di ruang kerja." Mona duduk di pangkuan sang suami .
" Papa cuman berfikir, apa yang membuat Arsya selalu bersikap seperti itu. Sejak umur 9 tahun sikap nya berubah mah apa karena kita yang terlalu sibuk atau ada sesuatu yang membuat nya berubah namun dia tidak pernah katakan?." Dengan nyaman Mukhlis menyembunyikan wajahnya diantara ceruk leher Mona yang mulus.
Mona diam dan terpaku, ingatan nya berputar jauh beberapa tahun lalu. Namun wanita itu enggan untuk mengungkapkan nya pada suaminya. Mona tahu betul apa yang membuat Arsya sampai bisa berubah dan menjadi begitu dingin dan Arogan.
" Maaf pa, nanti pada akhirnya kamu akan tahu sendiri apa alasan anak kita berubah ." Batin Mona .
Mona mengajak suaminya untuk segera istirahat karena besok mereka sudah harus bekerja kembali dan harus kembali ke prosesi mereka sendiri .