Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit
Degh!
Jantung Balqis seakan-akan hampir copot. Dia terkejut sampai keringat bercucuran saat mendengar suara di belakangnya.
Dengan gemeteran, dia pun menoleh menunjukkan senyuman manis sebisa mungkin.
"Hahahaha... Hi, Gus!" "
"Kamu!" kening Zaigham mengerut saat melihat Balqis. Dia sedang berpatroli memeriksa para santri. Namun saat akan memasuki rumah langkahnya terhenti karena melihat seseorang berdiri di gerbang. "Sedang apa kamu di sini?"
"Saya... lagi nyari udara seger Gus. Iya, lagi nyari udara seger," jawab Balqis sambil beberapa kali menghela nafasnya. "Di dalem panas, jadi saya keluar bentar,"
"Bukan mencoba untuk kaburkan?" tanya Zaigham sambil mengerutkan kedua halisnya curiga.
Anjrit.. Kok dia tau kalo gue mau kabur!?
"Hahaha... Nggaklah! Mana ada kata kabur. Lagian di luar itu gelap Gus, Saya nggak berani keluar kesana!" jawab Balqis. "Emmhh.. Kayaknya saya harus masuk lagi. Ok... bye bye, Gus!"
Balqis segera berlari pontang-panting. Dia mencoba melepaskan diri dari tatapan Zaigham yang mengintimidasinya.
Tanpa mereka ketahui, dari kejauhan ada sebuah mobil terparkir diantara kegelapan dan didalam mobil itu ada beberapa orang tengah memperhatikan Balqis dan juga Gus Zaigham yang sedang mengobrol.
"Bos... Gimana? Apa kita langsung aja?"
"Nggak! Kita liat dulu situasinya! Yang penting kita udah tau gadis itu tinggal disini!"
***
Sesampainya Balqis di depan kobong. Dia memelankan langkah kakinya masuk ke dalam. Dia tidak ingin langkahnya membuat Badriah mengamuk.
Hah... Hah... Hah... Anjrit napas gue udah separo gegara Gus nya Melodi!
Dengan perasaan lega Balqis sampai di kamarnya. Matanya menatap kelima teman-temannya yang sudah terlelap tidur. Ada ketenangan di saat mereka pulas seperti itu, namun ketika bangun mereka semua menyebalkan untuknya.
"Balqis!"
Balqis segera kembali ke tempat tidurnya. Dia menatap wajah Melodi yang setia terpejam dengan halis mengerut heran.
"Hah?! Bukannya barusan Melodi memanggil nama gue?"
"Qis!"
Mata Balqis memicing. Kemudian melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Melodi. Dia ingin memastikan kalau temannya itu mengigau.
"Masa iya dia mimpiin gue? Sampe terus memanggil nama gue!" gerutu Balqis pelan.
"Ck, ternyata dia temen yang baik juga!"
Balqisl tersenyum simpul. Kemudian merebahkan dirinya. Dia meringkuk menutupi semua badannya agar terhindar dari gigitan nyamuk.
"Balqis!"
Setelah Balqis terlelap tidur, Melodi terbangun. Senyumannya terukir melihat Balqis yang hanya menunjukkan kedua matanya saja.
"Hah... Dia seperti alm, adikku. Dia mengingatkanku padanya yang sudah pergi dua tahun lalu."
Melodi menghela nafasnya dengan sesak. Matanya tiba-tiba berembun saat mengingat seseorang yang disayanginya telah pergi.
Untuk menghilangkan rasa rindunya, dia pun beranjak keluar kamar. Sudah menjadi hal biasa untuknya melaksanakan shalat malam.
*****
"Uhuk!"
"Uhuk!"
Melodi yang masih memakai mukena menyentuh kening Balqis yang masih meringkuk.
Sejak tadi dia terus terbatuk-batuk.
"Astaghfirullah, Ya Allah badan Balqis panas!"
Melodi segera beranjak. Dia berlari ke kamar F untuk menemui sangsi kesehatan.
"Assalamu'alaikum... Assalamualaikum... Teh?"
Tok!
Tok
Ceklek!
"Wa'alaikumussalam." perempuan berambut keriting keluar sambil mengucek matanya. "Iya, ada apa, Mel?"
"Teh, Balqis sakit. Badannya panas," jawab Melodi.
Perempuan itu melirik jam yang menunjukkan pukul setengah dua malam. "Tunggu di sini sebentar ya," Melodi mengangguk.
"Ini," Melodi mengambil obat yang diberikan perempuan itu. "Berikan pada Balqis agar panasnya turun. Kompres juga badannya,"
"Teteh nggak akan melihat kondisinya?" tanya Melodi.
"Aku akan melihatnya nanti setelah shalat tahajud," jawab perempuan itu yang bernama, Fauzi.
Melodi mengangguk. Dia pun segera kembali ke kamarnya membawa obat. Sebelum memberikan obat itu pada Balqis, dia mengompresnya terlebih dahulu.
"Qis, bangun yuk! Kita minum obat,"
Mata Balqis mengerjap. "Mmhh... Obat buat apa, Mel?"
"Badan kamu panas, kamu harus minum obat supaya panasnya cepat turun,"
"Emangnya gue sakit, ya?"
Melodi mengangguk. "Iya. Kamu lagi demam. Yuk, diminum dulu obatnya?"
Balqis pun mendudukkan dirinya. Tiba-tiba saja badannya jadi meriang. Padahal barusan baik-baik saja.
"Ugh... Ini cuman sakit biasa aja, Mel. Nggak perlu minum obat segela,"
"Enggak boleh gitu, Qis. Kamu harus cepat sehat,"
Melodi pun menyodorkan satu sendok obat sirup pada Balqis. "Yuk, Aaa... buka mulutnya?"
Balqis meneguk obat itu dengan patuh. Apalagi kepalanya serasa sangat berat. "Mel, itu obat apa? Kok rasanya manis? Kayaknya nggak cukup kalo cuma satu sendok,"
Melodi pun memperhatikan obat yang dipegangnya. Dia membacanya dengan teliti. "Astaghfirullah, ini obat buat anak. Teh Fauzi salah ngasih obat,"
"Ya udah nggak apa-apa, Mel. Gue juga suka kok sama rasanya." Ucap Balqis sambil merebahkan dirinya lagi ke kasur. Detik kemudian, dia terlelap tidur dengan begitu cepat. Sesekali dia juga mengigau menggumamkan ayahnya.
Sedangkan Melodi, dia terjaga sepanjang malam. Dia terus membolak-balikkan kompresan di kening Balqis.
***
"Allahu Akbar."
"Allahu Akbar."
Tidak terasa adzan subuh berkumandang. Semua santri sudah berada di mesjid. Mereka akan melaksanakan shalat berjama'ah seperti biasanya.
Namun tidak dengan Balqis. Badannya terasa panas dan kedinginan. Kepalanya sangat berat, tenggorokannya sakit. Dia merasa dirinya tidak baik-baik saja.
"Uugghhh nggak boleh, gue nggak boleh sakit. Gue harus pergi dari tempat ini secepat mungkin. Gue nggak boleh lemah!"
Baru saja Balqis bangun, dia sudah terjatuh ke lantai. Badannya sangat lemas sampai tidak mampu bangun lagi.
Balqis yang berusaha bangun pun kembali terjatuh dan pada akhirnya pingsan.. Apalagi tidak ada satu orang pun dikamar itu untuk dimintai tolong.
"Astaghfirullah, Balqis...!" teriak Melodi langsung menghampiri tubuh Balqis.
"Ya Allah, Qis... Bangun Qis... Astagfirullah panasnya juga masih tinggi. Tunggu sebentar ya Qis, aku panggil dulu orang..." ucap melodi panik lalu berlari keluar kamar.
Detik kemudian, beberapa orang masuk. Termasuk ustadzah badriah dan juga Ustadzah Fauzi. Mereka mengangkat tubuh Balqis ke tempat tidur.
"Teh, ini panas Balqis belum turun juga dan sekarang dia pingsan. Kita harus bawa dia ke dokter," ujar Melodi.
"Apa obat tadi sudah kamu berikan?" tanya Fauzi.
"Udah, teh. Aku udah langsung kasih tadi," jawab Melodi panik.
"Ya sudah, sekarang kamu tenang saja, Mel. Obat tidak akan langsung menurunkan panasnya. Obat juga perlu memerlukan waktu untuk memberikan efek," ujar Badriah.
"Tapi Teh, bagaimana kalau keadaan Balqis semain menurun?" tanya Melodi.
"Nanti juga akan turun. Kamu kasih dia obat lagi aja, nanti aku berikan obat yang lain," jawab Fauzi.
Melodi hanya menghela nafasnya. Terlihat wajahnya sangat kecewa mendengar perkataan Fauzi tentang sakitnya Balqis. Padahal dia sangat khawatir.
"Mel, nanti bilang sama Balqis, hukumannya ditunda. nanti kalau sudah sehat dilanjutkan lagi." ujar Badriah sebelum keluar.
Balqis yang sejak tadi sudah sadar tapi masih memejamkan matanya pun merasa kesal. Di saat sakit saja Badriah masih saja mengingatkan tentang hukumannya.
Setelah semua orang keluar Balqis meraih tangan Melodi.
"Mel, gue baik-baik aja kali. Lo nggak usah secemas itu,"
"Loh kamu udah sadar, Qis. Iish... Kamu itu masih panas tau. Harusnya mereka itu periksa keadaan kamu. Tapi mereka malah bilang kayak gitu," Melodi mengusap air matanya yang jatuh.
"Loh kok lo nangis sih, Mel? Santai aja kali.. Gue baik-baik aja kok, beneran deh!"
Melodi menahan Balqis yang hendak bangun. "Kamu tidur aja, ya? Aku akan membuat bubur buat kamu. Setelah itu kamu minum obat lagi."
Balqis pun mengangguk patuh. Dia hanya memperhatikan punggung Melodi yang pergi keluar kamar.
Hah... Secemas itukah Melodi sama gue? Sampai dia nangis ngeliat gue kayak gitu!
Puk!
Tangan Balqis menepuk jidatnya. Kemudian memijit kepalanya yang terasa berdenyut.
"Huft... Apa ini gara-gara semalem gue kelamaan di luar ya? Perasaan gue nggak ngapa-ngapain lagi selain beeusaha kabur?! Tapi kenapa jadi sakit gini sih?"
Pijatan yang dilakukannya berhenti. Dia merasakan seluruh badannya tidak nyaman seperti biasanya. Dia pun berusaha duduk sambil bersandar ke tembok.
Hah... Gimana caranya gue kabur dari sini?
Meskipun keadaannya sedang tidak enak badan, tapi isi kepalanya masih seputar tentang melarikan diri.
***
"Selamat pagi Princess yang sedang sakit!"
Balqis memutar matanya malas. Saat ini dia tidak bersemangat meladeni Indah yang datang melihatnya. Dia kira perempuan itu lugu, ternyata sebaliknya.
"Aku bawakan sesuatu buat kamu," Indah menyimpan plastik yang dibawanya. "Lihat, pasti kamu suka,"
Kening Balqis mengerut. Dia sama sekali tidak tertarik dengan makanan yang dibawa Indah.
"Ayo silahkan dimakan, ini akan membuatmu cepat sehat," Indah menggeser makanan yang dibawanya.
"Indah, apa yang kamu lakukan?" Melodi menggeser makanan itu. "Balqis lagi sakit. Dia nggak boleh makan gorengan. Kamu mau membuat tenggorokan Balqis semakin sakit?"
"Eh, tidak seperti itu, Mel. Aku itu membawanya karena mengira Balqis akan suka," sahut Indah.
"Bawa jauh-jauh gorengan kamu!" titah Melodi dengan tegas.
Indah kembali merapihkan plastik gorengannya. Dia juga segera pergi tanpa basa-basi. Terlihat dari wajahnya ketakutan saat melihat tatapan Melodi.
Sontak hal itu membuat Balqis keheranan. Kenapa bisa Indah takut pada Melodi? Sedangkan seorang Melodi adalah perempuan yang lembut. Tatapannya sayu, nada suaranya rendah, dia benar-benar sangat baik.
"Balqis!"
"Hah?!"
Balqis mengerjapkan matanya."Apa itu bubur?"
"Iya. Aku juga menambahkan ayam di atasnya biar kamu suka."
Balqis mengangguk. Kemudian melahap bubur yang sudah dibuat Melodi.
"Gimana rasanya, Qis?"
"Enak kok, gue suka!"
Mendengar rasa bubur itu pas di lidah Balqis senyuman Melodi terukir senang.
"Alhamdulillah... Kalau gitu habiskan buburnya, Qis. Setelah itu kamu minum obat."
Balqis pun mengangguk. "Siap komandan!" senyumannya terukir. Hatinya serasa tenang saat Melodi terlihat senang tidak seperti tadi yang menitikkan air matanya.
Melodi itu kayak baby sitter gue di rumah. Bi. Raya.... Ya... Dia wanita berusia 30n yang sabar ngadepin gue dan juga suka senyum.