Novel ini adalah Sequel dari Novel ANTARA LETNAN TAMVAN DAN CEO GANTENG, cinta segitiga yang tiada akhir antara Cindra, Hafiz dan Marcelino.
Cinta Marcel pada Cindra boleh dikatakan cinta mati, namum cintanya harus terhempas karena kekuatan Cinta Cindra dan Hafiz. Akhirnya Marcel mengaku kalah dan mundur dalam permainan cinta segitiga tersebut.
Karena memenuhi keinginan anak-anaknya, Marcel dijodohkan dengan Namira (Mira) yang berprofesi sebagai Ballerina dan pengajar bahasa Francis.
Kehidupan Namira penuh misteri, dia yang berprofesi sebagai Ballerina namun hidup serba kekurangan dan tinggal di sebuah pemukiman kumuh dan di kolong jembatan, rumahnya pun terbuat dari triplek dan asbes bekas. Namira yang berusia 28 tahun sudah memiliki dua orang anak.
Apakah akan ada cinta yang tumbuh di hati Marcel untuk Namira, atau Namira hanya dijadikan pelampias gairahnya saja?
Yuk, ikuti kisah Cinta Marcel dan Namira.
Jangan lupa untuk Like, share, komen dan subscribe ya..Happy Reading🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Bahagiaku Gak Muluk-muluk
Dengan langkah kecil diiringi suara riuh dari decitan roda brankar rumah sakit, pengeras suara pemanggil pasien dan juga suara orang saling bercakap, Kalila menyapu pandangannya ke segala arah untuk mencari sosok Papanya. Kakinya terhenti saat melihat punggung lebar nan kokoh di depannya, Marcel sedang membelakanginya dengan aktivitas pada telepon genggamnya.
"Apa kalian sudah mengintai rumah Bram, barangkali Bram yang membantu Namira kabur dari rumahku"
Marcel memutus telepon dan kembali mengetik sesuatu pada ponselnya, kembali ponsel itu ditempelkan lagi ke telinganya.
"Reni, apa maksudmu Cindra memintamu untuk memecat Namira? Sanggar itu aku buat untuknya, tidak ada yang bisa memecatnya, kamu mengerti Reni"
Kalila terus memperhatikan aktivitas papanya dengan tidak pernah puas menatap punggung lebar Marcel. Lelaki itu terlihat lelah, dia terduduk di kursi taman dengan mengurut pelipis dan pangkal hidungnya. Kalila mendekati Marcel dan duduk di sampingnya
"Pih, gimana kabar Pipih hari ini. Maaf aku tadi belum sempat menanyakan" Ucapnya sambil mengelus lembut punggung Marcel
Marcel meliriknya sekilas lalu fokus lagi dengan ponselnya, "Jangan katakan apapun sekarang Kalila, Pipi sedang pusing" Jawabnya
"Baiklah" Kalila langsung berdiri
"Kalila, kabar Pipi baik" Tanpa menoleh pada anaknya Marcel tetap fokus pada layar ponselnya
Kalila melangkah menjauh dari kursi taman di mana Papanya sedang tenggelam dalam urusannya mencari istri barunya yang kabur dari rumah. Hati Kalila terasa sedih saat itu juga, Pipinya yang biasanya selalu berusaha merebut hatinya kini bersikap dingin dan cuek. Pipinya lebih fokus pada keluarga barunya, keluarga yang baru dibersamainya selama satu bulan.
"My Sunshine, kamu ternyata di sini" Sapa Leon
"Oppa! Hikks Hiikkss.." Kalila menghambur dalam pelukan Leon, kekasihnya.
"Kenapa, apa papamu menyakitimu Lila?" Tanya Leon
"Dia tidak mengatakan apa-apa tapi hatiku sakit karena sikapnya, dia lebih memilih keluarga barunya dibanding aku hikkss.." Tersedu Kalila di dada Leon
"Mari kita cari tempat duduk, ceritakan padaku apa yang kamu rasakan"
Mereka menuju rooftop pada rumah sakit itu, dan duduk menghadap langit Jakarta yang sudah mulai meredup.
"Pipi sudah menikah dengan seorang janda beranak dua, Oppa" Ucap Kalila
"Iya aku sudah tahu itu, semalam papamu menceritakannya. Lalu apa masalahnya"
"Dia lebih sayang keluarga barunya, anak-anak dari wanita itu daripada aku darah dagingnya sendiri"
"Itu tidak mungkin sayang, Pipi Marcel sangat menyayangimu Lila. Yang Pipimu butuhkan saat ini dukungan bukan penolakan, lagian bukannya kalian yang meminta Miss Mira menikah dengan Pipimu kenapa jadi berbalik melarangnya" Tegas Leon
"Masalahnya dia akan memanfaatkan Pipi sebagai ladang emasnya" Sanggah Kalila
"Kalila jangan berpikir negative dulu sebelum kamu mengenal calon istri Pipi-mu, Kalila apa kamu ingat aku juga dibesarkan hanya oleh mama yang single parent. Dan keluarga pak Broto membantu perekonomian mamaku hingga aku merasakan punya keluarga besar. Tirulah kebesaran hati Keluargamu itu Kalila"
Kalila terdiam lama mencerna nasehat Leon dan dia mengingat Pipi-nya mengelus luka Ilyas penuh kasih sayang, hingga anak sekecil Ilyas bisa bergelayut manja pada Pipi-nya.
Leon menyibak rambut Kalila dengan lembut, dipandangi wajah kekasihnya yang masih terlihat belia, "Kadang kamu terlihat dewasa, kadang sangat kekanakan. Dan kecemburuanmu itu seperti anak balita usia lima tahun"
Kalila menoleh ke arah Leon, "Jangan ledek aku, Oppa!"
"Gimana gak diledek, kamu itu mendapatkan kasih sayang yang full dari semua orang, Anak-anak Miss Mira tidak boleh mendapatkan kasih sayang seorang Papa sementara Papamu sanggup memberikannya, kenapa hal itu membuat hatimu risau. Ibaratnya kamu sedang iri karena tidak diberi kembang gula" Leon terkekeh meledek kekasihnya.
Kalila cemberut menatap Leon dengan kesal, "Antarkan aku menemui Pipi ya, Oppa!"
Kedua pasangan muda mudi itu menghampiri Marcel yang masih bersandar pada kursi taman, dering telepon genggamnya sejak tadi sangat dia nanti untuk mendapatkan kabar dari sang Istri.
"Pih, boleh kami temani di sini?" Ucap Kalila
"Hemm.." Jawab Marcel dingin
"Selamat sore Tuan Marcel" Leon mengulurkan tangannya dan Marcel menerima ukuran tangan Leon
"Leon, duduklah!"
Hening tidak ada yang berani mengeluarkan suara terlebih dahulu hingga suara dering telepon di ponsel Marcel terdengar.
"Bagaimana? Apa sudah bisa di lacak?"
"Apa?! Beri mereka peringatan! Tidak ada yang boleh menganggu Namira meskipun itu mamaku sendiri!" Jawab Marcel pada sambungan telepon
Kalila dan Leon saling tukar pandangan, mereka tidak tahu harus memulai obrolan dari mana.
Setelah mematikan panggilan teleponnya, Marcel memejamkan mata tanpa memperdulikan dua orang yang sejak tadi menemaninya.
"Pih, apa yang bisa kami bantu?" Tanya Kalila
"Maksud Kalila, kami akan membantu mencari mama Namira dan anak-anaknya agar cepat kembali ke rumah" Leon berusaha meluruskan
"Apa aku tidak salah dengar?" Tanya Marcel melirik ke arah Kalila
"Salahnya di mana, Pih?" tanya Kalila takut
"Bukankah kalian bersatu menjauhkan aku dengan keluarga baruku, apa yang kalian inginkan sudah tercapai, istri dan anak-anakku pergi entah kemana" Jawab Marcel dingin
Airmata Kalila jatuh tidak diminta, terlihat jelas Marcel sangat mencintai keluarga barunya, "Kalau Pipi tidak terima niat baikku gak apa-apa, maaf aku salah mengira, kupikir Pipi menganggap aku anak yang Pipi sayangi, ternyata Pipi lebih menyayangi anak orang lain"
"Kalila, jangan salah paham. Tentu saja papa menyayangi kalian, tapi Namira dan anak-anaknya tidak punya tempat tinggal lagi sekarang setelah Eyang Uty menyuruh orang untuk membakar rumah meraka. Papa tidak bisa tenang jika belum menemukan mereka saat ini"
"Apa pipih yakin dengan informasi itu? Eyang uty sedang terbaring lemah di kamar rumah sakit, itu fitnah Pih" Pekik Kalila
Marcel hanya terdiam, tidak seharusnya Kalila mendengar keburukan neneknya. Amanda bisa melakukan apa saja pada wanita-wanita yang mendekati Marcel jika dia tidak menyetujui wanita itu.
"Maaf, papa tidak seharusnya membahas ini padamu"
"Tuan Marcel, jika diijinkan saya akan membantu mencari keberadaan mama Namira dan anak-anaknya" pinta Leon
"Terima kasih, menurutmu apa mereka sudah keluar Jakarta?" Marcel memberi atensi pada Leon
"Kalau mereka keluar Jakarta melalui stasiun, terminal atau bandara pasti mereka sudah bisa terlacak. Kemungkinan masih di sekitar jakarta atau bisa juga mereka pergi menggunakan mobil pribadi untuk ke daerah Jawa"
"Bantu aku mencarinya Leon"
***
Selepas isya dan makan malam mereka bercengkrama didepan teras rumah kontrakannya yang mungil.
"Gue merindukan suasana seperti ini Mir, seperti waktu kita masih di panti" Kenang Boa
"Iya Boa, bahagiaku gak muluk-muluk ya Boa, terlalu mewah bikin kita sesak nafas" Jawab Namira
"Tuan Marcel sebenarnya orang baik, Mir. Hanya saja level kita terlalu jauh dibawah mereka, apa Lo setuju pendapat gue?"
"He'em, gue susah payah membangun rasa percaya diri seketika runtuh saat anaknya bilang gue dan anak-anak cuma jadi benalu dalam hidup Tuan Marcel" Namira menyandarkan kepalanya pada dinding rumahnya
Drrttttt...drrttt.. Suara ponsel jadul Boa bergetar, Boa langsung membuka isi pesannya.
[ Tuan Bram meminta anda datang interview besok. Jam 07.00 di gedung BXT Group]
"Mir! gue besok Interview kerja di tempat pak Bram" Seru Boa
"Ohya, Alhamdulillah..Semoga pak Bram nerima Lo jadi karyawannya ya Bo" Seru Mira
"Gue tidur duluan ya Mir, biar besok bisa bangun pagi. Naik KRL dari Bekasi lumayan penuh kalau kesiangan"
"Iya sana tidur duluan, aku lagi nunggu telepon Sela untuk ngabarin lowongan di restorannya"
Tidak berapa lama bunyi ponsel Mira berdering terus menerus dari nomer tidak di kenal. Mira khawatir itu adalah panggilan dari Marcel. Mira hanya menatap layar ponselnya sampai panggilan itu mati. Tak berapa lama ada notif pesan dari nomer tersebut.
[Mira, rumah kamu dibakar orang. Maaf ibu baru kasih kabar karena sejak tadi sore ibu sibuk pindahin barang dagangan kuatir kena terbakar, Narsih]
"Ya Allah.." Mira seketika memekik terkejut
"Kenapa Mira!" Seru Boa dari dalam rumah
"Boa, rumah gue dibakar orang. Gimana nih Bo!!"
"Ada barang berharga di rumah Lo?" Tanya Boa
"Boa, kotak peninggalan orang tua Lo gak gue bawa, masih di rumah itu" Panik Namira
"Ma-maksud Lo apa?" Boa bingung selama ini yang dia tahu orangtuanya sudah meninggal dan dia diasuh Bu Panti sejak bayi.
"Nanti gue jelasin Boa, kita ke sana dulu ya Bo!"
"Mir, jangan gegabah! Kita ini lagi lari dari keluarga Marcel bisa aja itu adalah perbuatan Marcel supaya Lo balik ke sana dan dia bisa nyeret Lo lagi pulang ke rumahnya"
Namira yang sudah mengambil jaket langsung mengurungkan niatnya untuk pergi.
"Kita pikirin dulu jalan keluar terbaik, jangan gegabah" cegah Boa
"Lo yakin Boa itu ulahnya Tuan Marcel?"
Boa hanya mengangkat bahunya, "Paling tidak saat ini rumah Lo satu-satunya tempat yang bisa bikin Lo balik ke sana, udah pasti orang-orang Marcel sedang bersiaga menunggu kedatangan Lo"
...💃🩰💃🩰...
Bersambung..