Asmaralda, seorang gadis buta yang penuh harapan menikah dengan seorang dokter. Suaminya berjanji kembali setelah bertemu dengan orang tua, tapi tidak kunjung datang. Penantian panjang membuat Asmaralda menghadapi kesulitan hidup, kekecewaan dan keraguan akan cinta sejati. Akankah Asmaralda menemukan kebahagiaan atau terjebak dalam kesepian ???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meindah88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.20
Mas, keluar makan yuk!" seru seorang wanita cantik yang menghampiri dokter Abrisam dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya. Abrisam melihatnya dan merasa tidak begitu lapar, "Saya masih kenyang, Sayang." ucapnya tanpa menyadari kalau mungkin saja ucapan itu bisa melukai perasaannya. Wanita itu, yang ternyata bernama Hana, tampak sedikit kecewa, sesaat dia menghela nafas panjang menahan perasaan yang mulai berkecamuk dalam dirinya. Dari nada bicaranya, terdengar bahwa dia ingin sekali keluar makan. Mungkin saja dia merasa jenuh dengan suasana rumah sakit atau bisa jadi dia hanya ingin menikmati waktu bersama dan melupakan sejenak semua masalah di luar sana.
Seharusnya sebagai pria dia lebih peka akan perasaan orang lain. "Setidaknya mas temanin Hana ya, saya sangat lapar mas," ucapnya dengan nada manja yang seolah ingin mencairkan suasana.
Abrisam terdiam sejenak, kemudian menyadari bahwa terkadang perasaan orang lain juga harus diperhatikan. Dalam hati, ia merasa bersalah dan mulai mempertimbangkan untuk menemani Hana makan . Walaupun sejujurnya ia belum lapar, tapi setidaknya ia bisa menemaninya dan menghargai perasaan kekasihnya.
" Baiklah," singkatnya membalas senyuman sang kekasih kemudian beranjak dari tempatnya.
Tangan lembut Hana mulai bergerak dengan penuh kelembutan pada dokter yang berdiri di sampingnya. Dalam hatinya, ia merasa bangga dan bahagia karena mampu menarik perhatian pria tampan itu.
" Saya harus berhasil meyakinkan mas Abrisam agar memutuskan pernikahan kami secepatnya, saya tidak ingin mendengar alasan lagi," gumam Hana dalam hati.
Sejenak, ia melirik rekan-rekan kerjanya dan tanpa ragu memamerkan hubungan spesial yang sudah lama terjalin dengan dokter itu.
" Waoow, kamu keren Hana." ucap salah satu temannya mengangkat jempol.
Namun, di tengah kebanggaannya, ada rasa khawatir yang menghantui.
" Mas Abrisam sepertinya menyembunyikan sebuah rahasia dari kami, saya bisa melihat itu," batinnya bergelut.
"Ah, saya harus percaya padanya dan menjaga cinta ini dengan sekuat tenaga," lirihnya, berusaha membangun kepercayaan dalam dirinya untuk menghadapi ketakutan yang muncul.
Hana dan dokter Abrisam berjalan menuju kantin, saling berdampingan dengan suasana hati yang tidak menentu. Setibanya di kantin, keduanya memilih tempat duduk di sudut yang tampak tenang, jauh dari keramaian pengunjung yang lain.
"Kita duduk di sini saja, Mas," ujar Hana sambil menunjukkan tempat duduk yang mereka pilih.
Dokter Abrisam menurut, suasananya cukup mendukung hingga ia pun seperti menikmati hari ini.
" Mas mau makan apa?" tanya Hana ingin memesan makanan untuk mereka berdua.
" Mas ikut kamu saja," ucapnya.
Hana segera memesan makanan, perutnya sejak tadi meminta untuk diisi.
" Kamu sangat lapar ya?"tanyanya Abrisam merasa bersalah karena mengabaikan wanita itu.
" Iya, Mas. Hana nungguin kamu sejak tadi tapi belum keluar.
" Mama mau datang ke rumah sakit, makanya mas tidak ingin ke mana-mana." ucapnya memberi alasan.
" Apa, Tante mau ke sini. Ya ampun, jadi ini bagaimana mas?" ucap sedikit panik lantaran calon mertua akan berkunjung di tempat kerja mereka.
" Tidak apa-apa, kamu tahu sendiri kan mama kayak gimana." ucap Abrisam menenangkan Hana dari kepanikan.
Di tengah keasyikan perbincangan mereka berdua, pelayan mendatangkan hidangan yang telah dinantikan oleh kedua sejoli tersebut, yang tersaji memukau di hadapan mereka, seolah melukiskan janji yang tak terlupakan.
Namun, kali ini, ada perasaan yang ingin dia ungkapkan Hana tanpa ada orang lain yang mengganggu. Dia ingin mengetahui kapan hubungan mereka diresmikan dengan ikatan yang suci.
Mereka duduk berhadapan, dan Hana mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menyampaikan apa yang sedang mengganjal di hatinya. Saat ini, mereka bukanlah sekadar perawat dan dokter, melainkan dua individu yang berbagi perasaan dan pikiran, mencari kejelasan dalam pertemuan yang tidak biasa ini. Hana berdebar kencang, dan dalam hati, dia mulai membentuk kata-kata untuk mengungkapkan rasa cinta yang telah tumbuh bersama waktu yang mereka habiskan bersama.
" Mas, saya ingin kita menikah Minggu depan. Orang tua Hana ingin melihat kita menikah secepatnya.