Darra Smith adalah seorang anak yatim piatu yang menikah muda dengan suaminya Raynard Walt. Di tahun kedua pernikahannya, semuanya berubah. Mertua dan kakak iparnya kerap ikut campur dengan rumah tangganya. Di tambah perusahaan yang dibangun suaminya mengalami masalah keuangan dan terancam bangkrut. Situasi kacau tersebut membuat Raynard selalu melampiaskan kemarahannya kepada Darra. Ditambah lagi Darra tak kunjung hamil membuat Raynard murka dan menganggap Darra adalah pembawa sial.
"Aku sudah tidak sanggup hidup denganmu, Darra. Aku ingin bercerai!"
Kalimat itu seperti suara gelegar petir menghantam Darra.
Setelah kejadian pertengkaran hebat itu, kehidupan Darra berubah. Bagaimana kisah selanjutnya
ikuti terus ya....
Happy Reading 😊😊😊
Update hanya hari senin sampai jumat 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TAK PERNAH BAHAGIA
💌 POSESIF SETELAH BERCERAI 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
Keesokan paginya, matahari mulai bersinar terang, dan sebagian cahaya hangatnya masuk melewati celah jendela yang tertutup gorden. Jam sudah menunjukkan pukul 09.00. Darra menelusuri sprei lembut, mencari-cari sosok lelaki yang membuatnya tidak bisa tidur tadi malam.
Deg!
Deg!
Darra mengerjap dan reflek terduduk. Ia mengedarkan pandangannya, mendapati Raynard tidak ada di dalam kamar. Pandangan Darra berubah sayu. Ray tidak pernah tidur di kamar terpisah walau mereka bertengkar. Apakah Ray benar-benar semarah itu? Darra menyentuh dadanya, menarik napasnya dan tertahan.
Darra tidak langsung bangun, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kasur. Matanya masih terlihat bengkak karena habis menangis. Darra memeluk lututnya, menatap keluar jendela. Perasaannya tidak tenang. Ia segera bangun untuk membersihkan tubuhnya. Tak butuh lama, Darra sudah selesai. Ia memakai riasan natural untuk menyamarkan matanya yang sembab. Walau masih terlihat bengkak, Darra masih terlihat cantik. Ia juga menggunakan pewarna bibir yang natural. Itu adalah salah satu cara untuk menampilkan wajahnya agar tampak segar. Darra memandangi pantulan dirinya di cermin. Darra sudah rapi. Ini adalah rutinitasnya setiap pagi jika ingin memberangkatkan suaminya.
"Apa Ray tidur di kamar tamu?" batin Darra.
"Atau jangan-jangan Ray sudah berangkat kerja?" Darra terus menebak-nebak di sana.
Ia lalu melakukan ritualnya menghembuskan napasnya lewat mulut, lalu berjalan keluar dari kamarnya.
Darra mendapati keadaan rumah sudah rapi dan bersih. Seperti tidak ada acara pesta. Dengan tarikan napas panjang. Ia kembali berjalan menuruni anak tangga. Ia melangkah menuju ke kamar tamu untuk mencari suaminya. Kosong tidak ada siapa-siapa. Darra menunduk lesu. Tiba-tiba seseorang menyapanya di sana. Dia adalah seorang kepala pelayan. Wanita itu sudah 28 tahun berkerja dan mengurus kediaman Walt. Beliau adalah salah satu kepercayaan ibu mertuanya.
"Anda baik-baik saja nyonya? tadi malam saya begitu takut sekali."
"Dimana suami saya, bu?" Bukannya menjawab, Darra to the point bertanya.
"Oh..tuan Ray tadi malam pergi mengantar nona Helena."
Dahi Darra mengerut. "Helena?"
Wanita paruh baya itu mengangguk. "Benar nyonya. Nona Helena adalah tamu istimewa nyonya Walt."
Deg!
"Apakah dia wanita yang duduk bersama Ray?"
Darra tiba-tiba teringat malam itu. Ray ada menyebut nama itu. Darra menarik napasnya lagi.
"Saya tinggal dulu nyonya."
"Hmmm." Darra mengangguk. "Terima kasih bu."
Setelah pelayan itu pergi, Darra melangkah ke dapur. Lagi-lagi ia menarik napasnya kala melihat Ibu mertuanya sedang menikmati sarapan bersama Shanty. Darra melangkah gugup, dia tahu akan ada cemohan lagi dari mereka. Seorang pelayan dapur langsung menyapa Darra dan mengucapkan selamat pagi untuknya. Namun bersamaan itu kakak iparnya bangun dari duduknya dan meninggalkan sarapannya.
Darra tertegun, langkahnya terhenti ketika melihat Shanty beranjak dari duduknya. Shanty begitu jelas menghindarinya. Ia hanya bisa melihat Shanty pergi dengan ekspresi wajah kaku yang sulit ia artikan. Tatapan tidak suka terlihat jelas di sana.
"Sayang, kau belum menghabiskan sarapanmu." Floren menatap separuh roti yang masih utuh di atas piring. Tidak ada jawaban, Shanty mengangkat kedua bahunya dan berdecak.
"Apakah karena wanita sialan ini?" Floren sengaja meninggikan suaranya agar Shanty mendengarnya.
"Mommy tahu aja. Aku tidak mau duduk dengan wanita parasit itu mom. Dia hanya pembawa sial." Sahut Shanty menghilang dibalik tembok.
Darra hanya bisa diam meremas tangannya dengan kuat. Ketika air matanya sudah kosong terperas dengan butiran-butiran yang membawa sesak dan kehampaan. Namun kemudian kehampaan itu menghantar Darra pada sesuatu kelegaan, dan ia kembali berbisik dalam batinnya.
"Tidak apa-apa Darra. Tidak usah dipikirkan. Aku akan bertahan dan memahami sifat ibu mertua dan kakak ipar. Biarkan...biarkan saja...cukup tenangkan diri. Semuanya akan baik baik saja." Batin Darra terus menguatkan dirinya.
Darra tetap bersikap sebagai mana biasanya. Ia melangkah mendekati meja dan duduk di depan ibu mertuanya. Hening di antara keduanya, tidak ada yang bersuara. Floren sibuk membalas chattingan dari ponselnya sementara Darra hanya memandangi piring yang berisi makanan tanpa minat.
"Kau masih bisa makan setelah membuat keributan tadi malam." Floren meletakkan handphonenya dan menatap tajam ke arah Darra.
"Dimana Ray, bu?"
"Yang aku tanya, kenapa kau masih bisa makan saat membuat keributan?" Floren meninggikan suaranya sambil menggebrak meja.
Darra terkejut. "Aku tidak salah."
Jawaban Darra membuat Floren bertambah marah. "Dari sini aku bisa yakin, kau benar-benar terlahir tanpa didikan orangtua. Kau dibesarkan di panti asuhan. Kau tidak bisa membedakan mana yang benar atau yang salah. Kau tahu tata krama itu apa? itu aturan perilaku yang mengatur cara seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Tata krama itu juga fondasi penting dalam kehidupanmu sehari-hari. Kau tidak memiliki itu semua. Dan Ray, salah telah memilih istri yang bisa menjaga martabat keluarga Walt."
Deg!
Waktu terasa berhenti sejenak. Suasana seakan melingkupi atmosfer di meja makan itu. Suara detak jantung Darra bergemuruh di dalam rongga dadanya saat mendengar perkataan ibu mertuanya.
Floren tersenyum sinis di sana. "Dan sampai sekarang aku tidak pernah menganggapmu sebagai menantuku. Kau wanita hanyalah wanita yang tidak tahu diri masuk keluarga ini."
DEG
DEG
DEG
Jantung Darra semakin terpukul kencang. Napasnya berembus cepat keluar dari mulutnya. Seakan karbondioksida tertahan dan terbakar menghabisinya. Untuk menelan salivanya saja ia begitu susah. Ia hanya terdiam dan terus menatap mertuanya. Tangannya terlihat gemetar di sana.
"Kau tahu bukan, Ray lebih mendengarkan aku dari pada kau. Itu artinya aku bisa melakukan apa saja untuk memisahkan kalian."
Mata Darra bahkan tak mengedip. "A-apa maksud ibu?"
"Aku ingin Ray menceraikanmu."
Wajah Darra menegang karena begitu terkejut. "Kenapa ibu tega melakukan itu?"
Floren tersenyum sinis sambil melipat kedua tangannya di atas meja. "Karena aku hanya ingin Ray menikah dengan wanita yang setara dengan keluarga Walt." Kata Floren dengan pembawaan tenang. Namun berhasil membuat Darra sangat terkejut.
Mata Darra seketika berkaca-kaca. "Kami saling mencintai, kenapa ibu tega melakukan itu?" Suara Darra bergetar karena menahan emosi.
"Apa aku terlihat seperti itu? Justru seharusnya kau berterima kasih kepadaku. Kau harus kembali ke tempat dimana posisi sebenarnya. Sadarlah, kau tidak layak mendampingi Ray."
Darra mengepalkan tangannya dengan kuat. Matanya memancarkan kemarahan. "Tapi Ray tidak akan melakukan itu. Aku percaya Ray sangat mencintaiku." Jawab Darra dengan yakin.
Senyuman Floren masih merekah saat mendengar itu. "Benarkah? Kita lihat saja, apakah Ray melakukan itu? Apalagi kau tidak bisa memberikan kebahagiaan kepada Ray. Kau tidak bisa hamil Darra. Kau hanyalah wanita mandul."
Darra mengangkat wajahnya, kali ini air mata yang sedari tadi di tahannya tumpah begitu saja saat mendengar kata-kata itu.
"Bagaimana ibu bisa mengatakan aku mandul. Apa buktinya bu?" Nada suara Darra mulai meninggi.
"Bukankah begitu? Dua tahun kau menikah dengan Ray. Kau tidak bisa memberikannya keturunan."
"Tapi aku dengan Ray belum ke dokter bu."
"Ray tidak akan percaya. Aku bisa melakukan apa saja, termaksud itu meminta dokter untuk mengeluarkan surat bahwa kau adalah wanita mandul."
"Apa?" Darra tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Matanya terlihat merah menahan segala perasaan yang membuncah. Pedih, sakit dan kecewa. Wanita ini benar-benar sudah gila.
"Ibu benar-benar sudah gila." Air mata kepedihannya menetes di pipinya.
"Aku sudah pernah katakan Darra. Kau memang tidak pernah salah, hanya takdirmu yang salah, kau tidak layak berada disisi Ray. Kehadiranmu menjadi petaka dan membuat Ray tak pernah bahagia."
Darra tidak sanggup lagi meredam segala perih di dalam dadanya. Ia bangun dari duduknya dan mendorong kursinya ke belakang. Ia menarik satu-satu napasnya, menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa kesalnya.
"Terserah ibu mau melakukan apa. Tapi aku akan tetap mempertahankan rumah tanggaku dengan Ray."
Darra segera membalikkan badannya dan meninggalkan meja itu. Sementara Floren tertawa saat berhasil membuat Darra terluka lagi.
BERSAMBUNG.....
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini Novel ke sepuluh aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
jangan Senin 🤪🤪🤪🤪🤪🤪
/Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/