Sebuah insiden membawa Dinda Fahira Zahra dan Alvaro Davian bertemu. Insiden itu membawa Dinda yang yatim piatu dan baru wisuda itu mendapat pekerjaan di kantor Alvaro Davian.
Alvaro seorang pria dewasa tiba-tiba jatuh hati kepada Dinda. Dan Dinda yang merasa nyaman atas perhatian pria itu memilih setuju menjadi simpanannya.
Tapi bagaimana jadinya, jika ternyata Alvaro adalah Ayah dari sahabat Dinda sendiri?
Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf jika ada yang tak sesuai norma. 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sembilan
"Aku ingin mengatakan, jika aku ingin kita melanjutkan hubungan ini ke tahap yang lebih serius. Apakah kamu bersedia menjadi pendamping hidupku?" tanya Alvaro.
Dinda sangat terkejut mendengar ucapan pria itu. Memang diakuinya kehadiran pria itu dalam hidupnya membuat dia merasa memiliki keluarga yang selama ini tak pernah dia miliki.
"Bagaimana hubungan Om dan istri. Katanya baru dalam proses perceraian?" tanya Dinda.
"Aku sudah resmi berpisah dari istriku. Cuma dia minta aku menunda pengumuman perceraian kami bulan depan. Kita menikah saja dulu agar lebih aman. Aku tak akan menuntut hakku sebelum kamu siap melakukan semuanya. Jadi kamu jangan takut. Semua kita lakukan sesuai keinginan kamu saja. Aku hanya ingin kita resmi menikah saja," ucap Alvaro.
Dinda tampak berpikir. Apa kata orang-orang nanti kalau tahu dia menikah dengan atasannya sendiri. Namun, seperti yang pernah Alvaro katakan jika kita tak perlu terlalu memikirkan ucapan orang. Lagi pula selama ini dia nyaman dengan pria itu.
"Apa kamu ragu karena usia kita yang jauh berbeda?" tanya Alvaro lagi.
Dia sadar usia Dinda sama dengan putrinya. Mungkin itu yang membuat gadis itu ragu menerimanya. Jika memang gadis itu menolak, dia juga tak akan marah. Karena perasaan tak bisa dipaksakan. Dia juga berani mengatakan semua ini karena melihat selama mereka tinggal bersama gadis itu terlihat nyaman saja.
"Aku tau kamu ragu karena usiaku jauh di atas kamu. Tapi percayalah Dinda, aku juga bisa melakukan apa yang dilakukan pemuda seusia kamu justru aku lebih pengalaman," ucap Alvaro sambil mengerlingkan matanya.
"Bukan itu yang aku pikirkan, Om," jawab Dinda.
"Apa kamu tak memiliki perasaan apa-apa denganku? Apa kamu tak ingin selamanya kita tinggal satu atap begini?" tanya Alvaro.
Dinda memandangi Alvaro. Selama dua bulan hidup dalam satu atap, diakui dia mulai ada perasaan suka. Terutama kenyamanan saat bersama pria itu. Dia juga merasa perhatian yang pria itu berikan membuatnya merasa ingin tetap berada di samping pria itu.
"Aku mau menikah dengan Om. Tapi nikah resmi. Dan kita juga mengumumkan pernikahan kita setelah Om mengumumkan perceraian. Aku tak mau dianggap sebagai penyebab runtuhnya rumah tangga, Om," ucap Dinda.
Alvaro tampak terkejut mendengar jawaban dari gadis itu. Ternyata dia mau menerimanya. Rasanya dia ingin menghentikan putaran waktu agar keputusan yang dia dengar tak akan pernah berubah.
Alvaro lalu memeluk Dinda. Rasanya ingin berteriak mengatakan pada dunia jika dia diterima sebagai pendamping hidup gadis itu.
"Apa pun yang kamu inginkan akan aku turuti. Asal kamu mau menikah denganku," ucap Alvaro dengan riang, seperti anak kecil yang kegirangan diberi mainan.
Setelah cukup lama memeluk Dinda, dia meminta salah satu bawahannya untuk mengurus pernikahannya besok pagi. Dia minta langsung resmi.
"Tunggu sebentar, aku mau mengambil sesuatu," ucap Alvaro.
Alvaro lalu masuk ke kamar tamu tempat dirinya biasa tidur. Tak berapa lama dia keluar sambil membawa selembar kertas. Pria itu lalu mengulurkan pada Dinda.
Dinda meraih selembar kertas itu, ternyata surat akta cerai dari pengadilan. Bukti jika Alvaro memang telah sah bercerai dengan istrinya.
"Aku percaya, Om. Tapi tetap mengumumkan pernikahan kita setelah Om mengumumkan perceraian!" seru Dinda.
"Baiklah, aku setuju. Besok kita menikah di kantor urusan agama. Setelah itu kita syukuran dengan membawa makanan ke panti asuhan tempat asik-adikmu tinggal. Setelah pengumuman perceraian, baru aku rencanakan pesta pernikahan kita," balas Alvaro.
Dinda hanya mengangguk sebagai jawaban dari ucapan pria itu. Dia masih memikirkan, apakah keputusan yang dia ambil saat ini adalah keputusan terbaik. Apa dia tak akan menyesalinya kelak? Tanya Dinda dalam hatinya.
"Semua terserah Om aja. Aku ikut. Tapi Om harus minta izin pada Ibu panti dulu nanti malam."
"Kalau begitu aku keluar. Mungkin sore atau malam baru kembali. Saat makan malam aku usahakan pulang biar kita bisa langsung ke rumah ibumu," ujar Alvaro.
"Tapi Om, aku mau keluar. Aku janji bertemu dengan temanku nanti sore," ucap Dinda.
"Aku antar kamu pergi?" tanya Alvaro.
"Nggak perlu, Om. Maaf, bukannya aku malu atau apa. Seperti kataku tadi, kita umumkan hubungan kita setelah Om resmi mengumumkan perpisahan dengan istri. Jika kita berdua sering jalan keluar dan ada yang melihat, takutnya mereka berpikir Om bermain api denganku dibelakang istri, karena mereka belum tau tentang perceraian Om," jelas Dinda.
Takut Dinda merasa tertekan dan berubah pikiran, Alvaro setuju apa yang gadis itu inginkan. Walaupun sebenarnya dia ingin mengantar kemana pun dia pergi dan mengumumkan jika gadis itu miliknya.
"Terus kapan kita akan ke panti untuk memintan izin ibu panti?" tanya Alvaro.
"Siang ini kita ke tempat ibu dulu meminta izin setelah itu aku langsung ketemuan dengan temanku," ujar Dinda.
"Baiklah. Besok siang kita menikah di Kantor Urusan Agama saja. Mulai besok kamu tak perlu bekerja. Duduk diam di apartemen saja karena aku yang akan bertanggung jawab denganmu!" ucap Alvaro.
Walau Dinda yakin ibu panti mengizinkan apa pun yang dia lakukan, tapi meminta restu darinya saat mau menikah dia rasa itu keharusan.
Ibu panti saat ini bukan yang menjaga dirinya dari kecil. Ibu panti itu telah tiada. Itulah alasan kenapa Dinda keluar dari panti. Dia merasa kurang cocok dengan pengurus baru, walau itu juga termasuk keluarga ibu panti yang lama.
Jam sebelas Dinda dan Alvaro keluar dari apartemen. Tujuan pertama mereka adalah panti asuhan untuk meminta izin atau restu akan pernikahannya besok siang. Setelah dari panti, Dinda janjian bertemu Vina di mall. Sudah hampir dua bulan mereka tak jalan bareng. Tepatnya sejak Dinda pindah ke apartemen dan Vina sibuk mengurus pembukaan butiknya.
Hampir dua jam mereka menempuh perjalanan menuju panti asuhan tempat Dinda dibesarkan. Dia dan Alvaro tak lupa membeli makanan untuk adik-adik yang ada di panti sebelum ke sini. Keduanya merasakan detak jantung yang lebih cepat dari biasanya. Mereka tampak sedikit gugup.
selesaikan dulu sama yg Ono baru pepetin yg ini
semoga samawa...
lanjut thor...