Reina Amelia merupakan pembunuh bayaran terkenal dan ditakuti, dengan kode name Levy five. Sebut nama itu dan semua orang akan bergidik ngeri , tapi mati karena menerima pengkhianatan dan gagal misi.
Namun, Alih-alih beristirahat dengan tenang di alam baka, jiwa Reina malah masuk ke tubuh seorang siswi bernama Luna Wijaya yang merupakan siswi sangat lemah, bodoh, jelek, dan menjadi korban bullying di sekolah.
Luna Wijaya, yang kini dihuni oleh jiwa pembunuh bayaran, harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kehidupan sekolah yang keras hingga mencari cara untuk membalas dendam kepada keluarga dragon!
“Persiapkan diri kalian … pembalasan dendamku akan dimulai!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.A Wibowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
BERAT juga orang ini.”
bruk …
Luna menjatuhkan lelaki itu di tempat tidurnya. Serius. Beruntung sekali sang ibu dan adik sudah tertidur, waktu tengah malam memang waktu yang bebas untuk beraktivitas.
Luna segera pergi mencari p3k. Setelah mendapatkan ia segera kembali, menaruh kotak itu di meja. Dengan hati-hati, Luna membuka jas dan kemeja pria itu untuk memeriksa luka-lukanya. Luka-luka tersebut cukup serius, dengan beberapa memerlukan perhatian khusus.
Pertama Luna mengambil obat pereda rasa sakit, karena lelaki ini dalam kondisi pingsan maka Luna tak punya pilihan lain selain melarut obat dan menaruh di sendok, lalu menuangkan di mulut si pria.
Luna kembali melihat luka di dada, ada luka tembak di sana. dan darah bercucuran.
“Orang ini tertembak. Harus segera ditangani.” Luna mengambil pisau dapur—-jelas bukan untuk manusia. Namun ia dengan santainya merobek kulit lelaki tersebut, lalu mengambil peluru dengan tang.
Berkat pisau yang melucuti kulit, ia terbangung dan menjerit kesakitan saat Luna melakukan perawatan. Ya, ini hal wajar. Siapapun pasti akan menjerit histeris bila mengalami apa yang dia alami.
Luna menjahit luka milik lelaki itu dengan telaten, dan lelaki itu kembali menjerit kesakitan.
“Bersikaplah tenang, kamu lelaki bukan?” Untuk menutup mulut si lelaki. Luna Ambil langkah, menyumpal mulutnya dengan lap. “sip, jangan berisik bila mau hidup. oke.” Luna kembali melakukan tugasnya, menjahit dengan telaten.
Setelah semua berakhir, ia membersihkan luka dengan antiseptik, Lalu membalutnya dengan perban dan memastikan pria itu nyaman. Ia memberikan obat pereda nyeri yang ada di kotak P3K.
“Sudah selesai, tidurlah.” Luna menatap wajah lelaki itu. Entah kenapa ia merasa tak asing.
“Ah gawat. Kamarku dipakai lelaki ini, sekarang di mana aku harus tidur?” gerutu Luna pasrah.
“Sebenarnya aku ogah melakukan ini, tapi gimana lagi … kita terpaksa berbagi kasur,” ucapnya datar.
Luna tertidur dengan lelap di samping pria yang baru saja dirawatnya. Berbagi kasur dengan pria yang baru saja diselamatkan dan dirawatnya, Luna merasa terpaksa namun tetap tidur dengan tenang. Suara napas pria itu yang dalam membuat Luna merasa sedikit tenang.
Namun, saat pagi hari, saat jam menunjukkan pukul 06.00, pria itu perlahan mulai terbangun. Efek dari obat pereda nyeri yang diberikan Luna membuatnya terbangun dengan sedikit bingung. Mata pria itu membuka perlahan, dan ia terkejut saat melihat wanita cantik tidur di sampingnya.
“hah?”
Pria itu mengerjap-ngerjapkan matanya, mencoba memahami situasi. Ia melihat Luna yang tidur dengan wajah tenang di sampingnya dan mendapati dirinya terbaring di ranjang yang sama. Kejutan dan kekhawatiran menyelimuti wajahnya.
Dengan hati-hati, pria itu mencoba bangkit dari tempat tidur, namun rasa sakit di tubuhnya membuatnya sedikit kesulitan. Ia memperhatikan sekeliling kamar yang tampaknya sederhana dan bersih, berbeda dengan kemewahan yang ia bayangkan. Aroma wangi yang menyerbak pun membuat muka pria itu memerah laksana tomat
Tidak diragukan lagi ini kamar anak gadis, dan dia tidur satu ranjang dengannya. Terlebih wanita secantik ini?
Pria itu menggelengkan kepala. ‘ini pasti mimpi buruk, aku harus kembali ke realita!’
Tapi ia tak kembali ke realita. Ia masih melihat sosok cantik yang tertidur lelap, bahkan suara dengkuran itu teramat merdu.
Ia jelas memikirkan hal yang tidak-tidak terutama ia sekarang telanjang setengah badan.
“Sialan! Bajingan kau Ryan. Beraninya kamu menyentuh bocah tak berumur!” ia mengacak rambut frustasi. “aku bukan pedofil dan penggila gadis seperti orang itu!”
Lalu, ia pun tersadar. Ia melihat tubuhnya yang penuh dengan perban, dan luka yang sudah tidak terbuka. Ia pun menatap gadis cantik yang tertidur di sini. “Jangan bilang, dia merawatku?”
Ia tersenyum. “kalau begitu aku harus berterima kasih, Nona.”
clek! Sebuah suara pintu terbuka. Itu Bela ibu dari bawah, seperti biasa ia hendak membangunkan sang anak untuk segera ke sekolah, namun jelas ia melihat yang yang tidak seharusnya.
Pria itu tersenyum melambaikan tangan, sebut saja cara sopan santun. Tapi jelas malah membuat orang makin salah paham.
“KYAA! ORANG CABUl! ADA ORANG CABUL MASUK KAMAR ANAKKU!”
Dengan teriakan ini, pria itu tamat sudah.