Kisah cinta Halalillah dan Hilal dimulai dari sebuah rumah tahfidz, mereka memilih menjadi Volunteer, dan itu bukanlah keputusan yang mudah, berani menggadaikan masa muda dan mimpinya pilihan yang amat berat.
Menjaga dan mendidik para penghafal qur'an menjadi sebuah amanah yang berat, begitu juga ujian cinta yang dialami Halal dan Hilal, bukan sampai disitu, kehadiran Mahab dan Isfanah menjadi sebuah pilihan yang berat bagi Hilal dan Halal, siapa yang akhirnya saling memiliki, dan bagaimana perjuangan mereka mempertahankan cinta dan persahabatan serta ujian dan cobaan mengabdikan diri di sebuah rumah tahfidz?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emha albana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selamat Jalan
Sudah masuk di bulan ke-8, Ibu ( 45 thn) terbaring di tempat tidur pesakitan, Halal ( 18 Thn) menghabiskan waktunya untuk merawat wanita yang dari rahim-nya lahir lah, Halal, kini mengalami pinched nerve atau Hernia Nukleus Pulposus, separuh tubuh lumpuh.
Belum lagi, Ayul ( 55 Thn) sang ayah yang juga lumpuh karena stroke. Halal mesti merawat keduanya, walau masih duduk di bangku SMA. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Halal mengumpulkan plastik bekas air mineral, atau kardus yang ia ambil sepanjang perjalanan dari rumah menujuh sekolah, begitu juga arah sebaliknyasebaliknya, tanpa rasa malu.
Terkadang barang bekas hasil jerih payahnya, ia kumpulkan di warung kantin yang menjadi langganannya.
"Bu Dek, titip dulu yah?" Halal menitip beberapa lembar kardus dan setengah karung plastik minuman kemasan, bekas.
"Kamu ndak sarapan dulu Lal?! "
"Nanti aja Bu Dek, masih kenyang."
"Kalo memang belum ada uang, yah ndak apa-apa, bayarnya nanti aja kalo barang-barang mu itu dijual."
"Terima kasih Bu Dek, lagi juga sudah mau masuk, sebentar lagi juga bel." Ucap Halal.
Benar saja, selang beberapa menit, suara bel memecah canda murid-murid. "
"Tuh kan, bunyi juga bellnya. " Tegas Halal.
"Yowis, jam istirahat aja nanti kesini aja. " Jawab Bu Dek dengan logat Jawa yang masih kental.
"Ya Bu Dek, aku masuk dulu yah. "
Halal meninggalkan warung kantin, dan bergegas masuk ke kelas.
Nurjanah, sang ibu masih terbaring, merambat mencoba menggenggam gelas di sisi kepala-nya. Halal sudah menyiapkan sarapan pagi untuknya.
Begitu juga Asrullah, Ayah yang sudah masuk di tahun ke tiga berbaring karena stroke yang diderita, tetapi syukurlah masih bisa berjalan, terkadang Ayah juga membantu memberi makan Ibu.
Halal seorang diri merawat kedua orang tuanya yang butuh perhatian darinya, walau badan dan pikirannya begitu letih tak pernah ia mengeluhkan keadaan yang tengah menimpa dirinya.
Selepas pulang sekolah, biasanya Halal menyiapkan makan untuk kedua orangtuanya, dan membersihkan serta menganti pakaian, begitu juga Ayah-nya.
Halal begitu sabar menghadapi kenyataan hidup, yang belum tentu anak seusianya, sanggup jalanin apa yang ia alami.
"Allah tidak meminta kita untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi Allah hanya meminta kita sabar, dan dibalik kesulitan ada kemudahan." Ucapnya dalam hati saat mulai merasakan letih.
Selepas itu, ia merapihkan barang-barang bekas yang sudah ia kumpulkan, mulai dari melepas lebel botol air mineral, karena kalau dirapihkan, harga jualnya berbeda. Begitu juga kardus, yang ia susun lalu direkatkan dengan tali.
Jika sudah terkumpul baru-lah ia bawa ke lapak barang bekas.
"Ini Bang Dul,... "
"Sebentar ditimbang dulu yah... "
Barang yang dikumpulkan ditimbang kembali, barulah Halal mendapatkan uang, begitu, begitu dan begitu setiap hari, demi menyambung hidup, selebihnya ia tabung untuk biaya berobat kedua orang tuanya.
Sekiranya sudah selesai tugas merawat kedua orang tuanya, ia kembali mulai mengulang kembali hafalan qur'an.
"Lal,... lal... " Suara ringkih memanggil.
Halal tutup kembali lembaran nasab, dan segera memenuhi panggilan Ibu.
"Ya Bu,.... "
"Pijetin Ibu nak, pinggang rasanya sakit."
"Ya Bu... "
Halal memenuhi apa yang menjadi permintaan Ibu. Tak lama Ibu tertidur pulas, dari kejauhan terdengar suara batuk Ayah dari ruang yang lain.
Segera Halal pergi ke dapur dan mengambil segelas air hangat. Mengangkat tubuh yang ringkih dan mendudukan.
"Minum dulu yah.... "
Dengan tubuh yang lunglai, Asrullah meminum segelas hangat. Halal menidurkan kembali Ayahandanya.
Keduanya sudah tertidur pulas, Halal kembali melanjutkan hafalan qur'annya yang sedikit terganggu.
Selang beberapa menit, Halal tertidur pulas di atas mushaf, sudah tak kuasa menahan kantuknya.
Lagi, ia terbangun lantaran suara Ibu memanggilnya.
"Laaaal... Laaaal.... Laaaal!"
"Yaa Bu...."
Dengan sigap ia menghampiri suara Ibu, terlihat ia sudah bergeser dari pembaringannya, nampak selimutnya basah.
"Sebentar, Halal ambil kain dulu ya BuBu dan baju salinan."
Hampir semua tubuhnya basah dengan air seninya. Halal membersihkan dan mengganti pakaian yang basah.
"Istirahat ya Bu.... "
"Makasi Nak, kamu istirahat besok kan sekolah."
"Ya Bu. "
Baru saja sampai di kursi dan meja belajarnya, Halal membuka kembali Mushab., lalu di lanjutkan dengan sholat malam.
Begitu khusyuknya ia sujud, dan khitmad dalam gerakan sholat, benar-benar ia memasrahkan diri.
Ya Allah, sungguh Engkau yang datangkan ujian seorang hamba, hanya untuk menguatkan keimanan, Engkau juga lah hang mengakhiri segala-nya.
Jika ujian yang Engkau berikan, untuk hamba lebih dekat lagi pada-Mu, aku ikhlas dalam setiap tetes air mata, hingga aku lupa dengan segala ujian yang Engkau berikan, maka kuatkan hati ini.
Ya Maulana...
Jika apa yang Engkau berikan kepada kami, teguran hidup, mohon dibukakan pintu maaf hamba yang sebesar-besarnya.
Jika ini adalah cobaan, luas kan hati hamba untuk bisa ikhlas dengan apa yang sudah Engkau berikan.
Illahi,...
Betapa berat hari-hari yang hamba mu jalankan, berikan yang terbaik dalam hidup dari segala kebaikan-kebaikan yang Engkau berikan.
Hamba tak meminta untuk dibebaskan dari Ujian, cobaan dan teguran yang Engkau berikan, tetapi berikan hamba hati yang kuat untuk terus bersabar.
Jika sakit yang Ayah dan Ibu rasakan, biarlah menjadi penawar dosa, dan bebaskanlah dari segala dosa-dosanya.
Illahi...
Lapangkan hati hamba terus bersabar.
Selapas Tahajud, ia kembali membuka mushab quran dan membacanya. Sampai suara tahrim berkumandang, dilanjutkan dengan suara adzan Subuh.
Syukurlah, Ibu dan Ayah terlihat pulas tertidur, hingga Halal bisa melanjutkan menghafal qur'an.
Dilanjutkan ia menyiapkan sarapan untuk kedua orang tuanya. Setelah itu, barulah mempersiapkan diri berangkat ke sekolah, beberapa bulan lagi sudah berakhir jenjang akadimisinya.
Ia berangkat lebih pagi, tidak lupa dengan kantong plastik besarnya, untuk mencari barang-barang bekas.
"Nih neng, udah bapak kumpulin kardusnya, lumayan untuk berat-berarin timbangan." Ucap petugas kebersihan yang ia tahu kalau Halal sering menelusuri jalan dan mengumpulkan barang bekas, yang berserakan di sepanjang jalan, jarak yang harus ditempuh halal dari rumah ke sekolah kurang lebih 2 Kilo, terkadang barang yang ia kumpulkan sudah penuh, sesampainya di sekolah seperti biasa ia titipkan barang-barang tersebut ke warung Bu Dek.
Setibanya di sekolah dan baru saja duduk, tiba-tiba wali murid menghampirinya, dan berusaha menyampaikan pesan begitu hati-hati ya, khawatir takut mengejutkan konsentrasi pelajar lainnya.
"Halal, bisa keluar sebentar." Pinta Bu Ratna, walikelasnya.
"Iya Bu,... "
Mereka pun saling beriringan dan meninggalkan ruang kelas, beberapa pasang mata terus mengikuti langkah Halal, dan menyimpan tanya dari puluhan murid, masing-masing menerka-nerka apa yang terjadi dengan sahabatnya itu.
kalo kita pandai bersyukur,apapun yg Alloh kasih,akan terasa nikmat
kefakiran tidak menjadikan kalian kufur nikmat
Rizk & iskandar🥰🥰