Lidya dinda adalah seorang wanita yang mandiri, sedari kecil dia sudah banyak merasakan kepahitan hidup. Di usia yg baru menginjak remaja, dia mulai merasakan beban berat dalam hidupnya, dimulai dari bapak dan ibunya yang meninggal dunia karena kecelakaan, kemudian dia yang harus menghidupi kedua adiknya, kini dia tak melanjutkan lagi sekolahnya, dia pun harus membanting tulang untuk meneruskan hidupnya dan kedua adiknya, dia mencari nafkah untuk bisa menyekolahkan adik - adiknya. Bagaimana kisah hidup Lidya selanjutnya? di baca terus update bab terbarunya ya guys. Selamat membaca, tolong kasih like dan beri saran maupun kritik yang membangun ya, saya akan menerima semuanya dengan senang hati. Semoga sehat selalu, terima kasih🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Irfansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9.
"Nggak apa - apa Bu Dokter, saya hanya sedih, dan kecewa dengan diri saya sendiri. Saya di minta tolong untuk memasak di sebuah rumah mewah, setelah itu beliau menawarkan untuk mengantarkan saya pulang ke rumah, tapi ternyata saya di bawa ke hotel tanpa sepengetahuan saya, karena saat itu setelah makan sepotong cake, saya langsung mengantuk dan tertidur." Ungkap Lidya.
"Ketika saya terbangun, saya sudah berada di kamar hotel dan sudah tak memakai apapun, hiks...hiks...mendapati diri saya sudah nggak suci dan perawan membuat saya sangat sedih, apalagi mengetahui saat ini saya sedang hamil, saya bingung, nggak tau harus berbuat apa Bu dokter, hiks...hiks..." Ujar Lidya menyambung ceritanya.
"Mbak...itu adalah tindakan pemerkosaan, sebaiknya mbak laporkan ke pihak berwajib atau mbak minta pertanggung jawaban lelaki itu." Ujar Dr. Indira.
"Setelah kejadian itu, besoknya saya pernah mencoba menelepon lelaki itu, saya minta pertanggung jawabannya, tapi dia nggak mau bertanggung jawab, dia bilang banyak wanita yang pernah tidur bersamanya, tapi nggak ada satu pun yang pernah meminta pertanggung jawaban darinya, jadi saya hanya bisa pasrah Bu dokter, saya nggak tau harus melakukan apa. Saya hidup hanya bertiga dengan adik - adik saya, saya sudah nggak memiliki orang tua lagi, saya anak yatim piatu Bu dokter, dan saya hanyalah orang biasa yang nggak punya kekuasaan apapun, sedangkan lelaki itu punya kuasa, punya banyak harta, dengan mudah dia bisa menyingkirkan saya apabila saya nekat untuk melawannya bu." Tutur Lidya.
"Saya akan membantu untuk mendapatkan keadilan buat mbak." Ucap Dokter Indira.
"Terima kasih atas niat baik bu Dokter, tapi sebaiknya nggak perlu Dok, biar saya yang menanggung semuanya, saya nggak mau nanti bu dokter ikut masuk ke dalam masalah saya dan bu Dokter kena imbasnya. Jadi, biar saya saja yang mengurus semuanya bu dokter." Ujar Lidya lagi.
"Heem...ya sudah, kalau sewaktu - waktu mbak membutuhkan bantuan saya, silakan hubungi saya, ini kartu nama saya ya dan ini sudah saya buatkan resep vitamin untuk mbak, agar kehamilan mbak sehat." Imbuh Dokter Indira sembari memberikan kertas yang bertuliskan resep vitamin buat kehamilannya.
"Baiklah Dok, terima kasih karena mau mendengarkan curhatan saya, kalau gitu, saya pulang dulu, sekali lagi terima kasih bu dokter." Ucap Lidya sembari berdiri dan bersalaman dengan Dokter Indira.
Lidya berjalan gontai menuju keluar dari klinik.
"Ya tuhan...mengapa cobaan darimu tak ada hentinya? Apa yang harus aku lakukan ke depannya? Otakku masih belum bisa di ajak kerja sama Tuhan...kepalaku rasanya mau pecah memikirkan ini semua, bantu aku Tuhan..." Gumam Lidya.
Dia terus berjalan tanpa henti, dan belum berniat untuk naik angkutan umum atau yang lainnya.
Dia juga belum ada niatan untuk kembali ke restoran, ingatannya kembali kepada kejadian malam itu dan sosok lelaki tampan dan angkuh yang telah menodai kesuciannya.
Saat ini, dia tak tau harus kemana, saat berada di sebuah jembatan yang di bawahnya di aliri sungai, dia pun berhenti, dia melihat ke arah air sungai yang begitu tenang, sempat terbesit dalam fikirannya, akan mengakhiri hidupnya di jembatan itu, tapi tiba - tiba dia membayangkan kedua adiknya yang masih membutuhkannya, adik - adiknya masih butuh makan, biaya sekolah dan yang lainnya. Tapi, di sisi lain, kalaupun dia mempertahankan kehamilannya, apa tanggapan orang lain saat melihat perutnya yang semakin membesar dan dia juga bisa - bisa kehilangan pekerjaan, kepalanya terasa hampir pecah memikirkan semua itu.
Saat melamun itu, dia hampir saja terpeleset dan ada seorang pria yang menolongnya dan menarik tangannya.
"Hei...dasar wanita bodoh, kamu mau bunuh diri? Apa kamu nggak punya otak, haaa...apa kamu nggak memikirkan keluargamu saat mengetahui bahwa kamu mati karena bunuh diri? Dasar bodoh..." Ucap pria tampan yang menolongnya itu.
Utami sempat terkejut di buatnya, karena pria itu memarahinya yang seolah - olah berfikir bahwa dia ingin bunuh diri. Padahal tadi dia hanya terpeleset, tapi bersyukur karena pria itu datang menolongnya.
"Kak...maaf, biarkan saya bicara. Saya nggak mau bunuh diri, tapi terima kasih karena tadi kakak sudah menolong saya." Ucap Lidya.
"Lalu tadi apa yang kamu lakukan? Kakimu sudah hampir jatuh ke bawah." Tanya pria tampan itu.
"Ehm...tadi saya hanya terpeleset, memang awalnya sempat terbesit di benak saya, untuk melakukan bunuh diri, tapi kesedihan adik - adik terlintas di depan saya, sehingga saya nggak jadi bunuh diri, dan tadi saya hanya terpeleset, terima kasih ya kak." Jelas Lidya.
"Ya udah...sekarang kamu mau ngapain? Ayo masuk ke mobilku, aku antar kamu pulang." Ujar pria itu.
Utami berfikir sejenak, tapi akhirnya dia memutuskan untuk ikut dengan pria itu.
"Kenalin, saya Arthur." Ucap Arthur sembari mengulurkan tangannya saat sudah berada di dalam mobil.
"Saya Lidya." Ucap Lidya yang menyambut uluran tangan Arthur.
"Boleh nanya nggak, tadi kamu kok bisa kepikiran mau bunuh diri? Apa kamu banyak masalah? Memangnya nggak ada cara lain buat menyelesaikan masalahmu?" Tanya Arthur yang ingin tau alasan Lidya ingin bunuh diri, walaupun tak jadi di lakukannya.
Lidya menarik napasnya dalam - dalam dan menghembuskan ya perlahan untuk menenangkan hatinya.
Arthur melirik Lidya sesaat yang sedang bersedih kemudian kembali fokus berkendara.
"Tapi, jika itu membuatmu semakin bersedih, sebaiknya nggak perlu kamu ceritain, apalagi kita juga baru saja bertemu dan saling kenal." Ujar Arthur.
"Ehm...aku hamil." Ucap Utami singkat dengan mata yang berkaca - kaca.
Bibir Arthur seketika langsung membulat.
"Oooh...sekarang aku tau, apa yang menyebabkanmu ingin bunuh diri, pasti pria itu kekasihmu ya? Kalian melakukan hubungan badan, tapi saat dia tau kamu hamil, dia nggak mau bertanggung jawab, benar begitu?" Tanya Arthur.
"Bukan begitu, sebenarnya aku di perkosa, sehari setelah aku di perkosa, aku sempat minta pertanggung jawaban atas tindakannya itu, kesucianku telah di nodai, kini aku nggak suci lagi, hiks...tapi, dengan angkuhnya dia berdalih nggak ada satu pun wanita yang di tidurinya meminta pertanggung jawabannya. Ya memang, mungkin karena wanita - wanita itu adalah wanita jalang, wanita yang dia bayar untuk memuaskan nafsu setannya dan wanita yang memang menyukai pria itu, sedangkan aku...hiks...aku bukan wanita seperti itu. Jika aku memberitahu bahwa saat ini aku sedang mengandung anaknya, mungkin dia akan melenyapkan ku." Jelas Lidya panjang lebar.
Arthur pun mengangguk -anggukkan kepalanya.
"Aku nggak tau harus berbuat apa, aku baru tau kalau sekarang aku sedang hamil, aku bingung, kalaupun aku tadi jadi bunuh diri, lalu bagaimana dengan adik - adikku? Hanya aku yang mereka miliki saat ini, karena Bapak dan Ibuku telah meninggal dunia, saat ini aku juga bekerja di restoran, bagaimana kalau mereka tau bahwa aku sedang hamil tanpa memiliki suami, pasti mereka akan menghinaku dan memecatku dari pekerjaan, lalu bagaimana caranya aku membiayai sekolah adik - adikku? Hiks...hikss...aku bingung...hiks." Tutur Lidya yang kembali menangis.
Setelah mendengarkan curahan hati Lidya, Arthur pun berfikir sejenak, kemudian dia bertanya kepada Lidya.
"Apa kamu membawa KTP dan Kartu keluarga?" Tanya Arthur.
"Ya, saya selalu membawanya di dalam tas saya, memangnya untuk apa?" Tanya Lidya.
"Kita harus menyelesaikan masalahmu sekarang, agar kamu nggak terbebani lagi, pria seperti itu sebaiknya di beri pelajaran." Ujar Arthur.
(Apa yang akan di lakukan Arthur ya teman - teman? Apakah ke kantor polisi atau ke tempat lain? Ikuti terus kelanjutan kisahnya ya, sehat selalu ya, terima kasih).