Cintailah pasanganmu sewajarnya saja, agar pemilik hidupmu tak akan cemburu.
Gantungkanlah harapanmu hanya pada sang pencipta, niscaya kebahagiaan senantiasa menyertai.
Ketika aku berharap terlalu banyak padamu, rasanya itu sangat menyakitkan. Kau pernah datang menawarkan kebahagiaan untukku tapi kenapa dirimu juga yang memberiku rasa sakit yang sangat hebat ?
~~ Dilara Annisa ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda Yuzhi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Sudi Menerima Anak Hasil Zina
Mata teduh milik Dilara perlahan terbuka dan mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk ke pupil matanya. " Di mana aku ? " Lirihnya setengah mendesis. Kepalanya terasa berat dengan denyutan nyeri di bagian perut yang masih terasa.
Dilara mengedarkan pandangannya dan bertemu tatap dengan sosok ber-sneli warna putih yang berdiri di sisi brangkar. Sosok itu sedang serius memeriksa keadaan Dilara. " Ibu sudah sadar ? " Tanya wanita cantik itu dengan lembut seraya merapikan peralatan yang dipakainya tadi untuk memeriksa Dilara.
Dilara mengangguk lemah. " Ini di rumah sakit ? " Kembali Dilara bertanya untuk memastikan. Kilasan kejadian sebelum ini melintas di benaknya. " Ternyata itu bukan mimpi. " Desisnya pilu di dalam hati.
" Ibu pingsan tadi dan dibawa ke sini sama suami ibu. Sus, panggil suami ibi Dilara, bilang ibu Dilara sudah-- "
" Dok ! boleh untuk sekarang jangan dulu panggil suami saya ? Pastikan suami saya tidak tahu mengenai penyakit saya. " Cegah Dilara ketika dokter cantik itu menyuruh perawat untuk memanggil Fikri.
Dokter ber-name tag Annisa itu mengerutkan keningnya. " Kenapa bu ? Memang saya ingin berbicara dengan suami ibu mengenai penyakit ibu. Setelah saya memeriksa keadaan ibu tadi, sepertinya ibu menderita penyakit serius. " Tukas dokter berjilbab pasmina warna baby blue itu.
" Tolong, dok ! Biar saya yang akan memberitahu suami saya. Saya memang menderita kista ovarium. Dan saya akan berobat lanĵut, tapi untuk sementara saya belum memberitahu suami saya tentang hal ini. Saya sedang menunggu waktu yang tepat. " Tutur Dilara memelas, mohon pengertian dokter tersebut.
" Ooh..oke, bu. Kalau memang itu keinginan ibu. Kami menghargai itu. " Sahut dokter Annisa masih tetap tersenyum lembut lalu beranjak meninggalkan brangkar Dilara dengan diikuti perawat yang mendampingi tadi.
Dilara menarik napas lega. Dia kembali berpikir untuk tidak memberitahu Fikri mengenai penyakitnya setelah melihat suaminya itu membawa madu untuknya tadi. " Abang tega padaku. " Gumamnya perih. Setetes cairan bening meluncur di pipi mulusnya.
" Sayang ! Kamu sudah sadar ? " Fikri masuk dengan wajah lega. Ditatapnya wajah pucat sang istri dengan tatapan sendu.
Dilara membuang muka, menghindari tatapan sang suami. " pergi, bang. Lara benci abang. " Ucap wanita cantik itu lirih.
" Maafkan abang, sayang -- "
" Sayang ! Kamu sudah sadar ? " Ucapan Fikri terhenti ketika tiba-tiba Umi menerobos masuk dan menggeser tubuh tegap Fikri untuk menjauh dari Dilara.
" Jangan ganggu anak Umi ! Pergi dari sini ! Kehadiranmu hanya menyakiti hatinya. " Ucap Umi dingin seraya menyorot tajam ke arah Fikri.
" Tapi, Mi. Fikri akan menjelaskan semuanya. Fikri punya alasan -- "
" Sayang ! Sebentar lagi kamu akan dipindahkan ke ruang rawat, Abi sedang mengurus administrasinya. " Sela Umi tidak memerdulikan ucapan Fikri. Wanita paruh baya itu kadung kecewa dengan putranya.
Fikri menarik rambutnya frustasi menghadapi sikap Uminya yang tidak memberinya kesempatan, ditambah lagi Dilara yang menatapnya kecewa dan mengusirnya tadi.
" Maaf Ibu, bapak ! Pasien akan kami pindahkan ke ruang perawatan. " Seorang nakes datang hendak membawa Dilara ke ruang perawatan.
Umi dan Fikri menggeser tubuh mereka memberi ruang pada nakes tersebut.
" Umi ! Lara ingin istirahat. Lara tidak ingin abang ada di sini. " Ujar Dilara datar saat dia sudah di pindahkan ke ruang perawatan. Wajahnya menguarkan aura dingin ketika melihat kehadiran sang suami.
" Sayang ! " Desah Fikri merasa sedih mendengar permintaan istrinya. Dia ingin meraih tangan Dilara, tapi langsung ditepis oleh wanita anggun tersebut.
Umi Fatimah melirik sinis ke arah putranya yang dari tadi setia berdiri di sisi brangkar Dilara. " Kau sudah dengar apa keinginan Dilara ? Lebih baik kau pergi dari sini, biar anak Umi bisa beristirahat dengan tenang. Kehadiranmu tidak diinginkan oleh Dilara. " Ucap Umi ketus tanpa perasaan. Sepertinya tindakan Fikri mendatangkan madu untuk Dilara turut melukai hati wanita paruh baya itu.
" Tapi, Mi. Fikri ingin menjelaskan semuanya pada Lara, agar tidak ada kesalahpahaman di sini. " Timpal Fikri tegas. Dia tidak terima kalau harus diusir pergi dari situ.
" Heeh...salah paham ? Tidak ada angin tidak ada hujan, kau tiba-tiba membawa wanita yang kau akui sebagai istrimu, kau bilang itu salah paham ? lalu mau ngotot minta dimengerti ? Tidak bisa ! Pergi kau dari sini ! Jangankan Dilara, Umi pun tidak ingin melihat laki-laki penghianat sepertimu. " Sentak Umi penuh emosi. Matanya mendelik tajam ke arah sang putra.
Dilara hanya bungkam mendengar perdebatan ibu dan anak itu. Hatinya sangat sakit mengingat ternyata Fikri telah menikah lagi. Tubuhnya lemas, dunianya hancur. Dia tidak mampu walau hanya sekedar memaki suaminya itu.
" Sebaiknya kau pulang ke rumah. Urus saja dulu wanita yang kau bawa tadi. Saat ini Umimu masih sangat emosi denganmu dan Lara butuh istirahat. " Ujar Abi menepuk bahu lebar milik Fikri. Pria paruh baya itu menatap tajam pada sang anak, menyiratkan ketegasan tidak ingin didebat.
Fikri menunduk lesu. Dia sangat ingin menjelaskan alasannya kenapa dia menikah lagi, tapi sepertinya situasi sangat tidak memungkinkan.
" Tapi, Bi -- "
" Pulanglah ! Jangan egois, Lara butuh istirahat. Tunggu Lara baikan dulu baru jelaskan. ! " Tegas Abi lagi ketika Fikri buka suara ingin mendebatnya.
" Sayang ! Kalau kamu tidak ingin abang di sini, abang pulang dulu. Abang tunggu kabar darimu. Kalau kamu sudah siap bicara dengan abang, hubungi abang. " Pamit Fikri menatap sendu pada Dilara yang tidak mau menatapnya.
Dilara bungkam. Dia benci suara Fikri yang selalu lembut ketika berbicara dengannya. Siapa sangka dibalik sikap lemah lembut itu ternyata menciptakan luka paling dalam di hatinya.
" Pergilah ! " Bukan Dilara yang menyahut, tapi Umi dengan tatapan sinisnya.
Fikri membuang napasnya dengan kasar lalu melangkah lesu keluar dari ruangan.
" Sakit, Umi ! Hiks..hiks... " Isak Dilara pilu setelah memastikan suaminya sudah benar-benar pergi dan Abi juga ikut keluar dari ruangan itu. Tangisan yang dari tadi ditahannya akhirnya pecah juga. Wanita cantik itu menekan dadanya yang terasa sesak.
Umi Fatimah memeluk erat tubuh menantu kesayangannya untuk menyalurkan kekuatan. Sebagai sesama wanita, Umi sangat paham seberapa sakit luka yang diberikan anaknya untuk sang menantu.
" Maafkan Umi, nak ! Umi sudah melahirkan anak seperti Fikri yang tega mengkhianatimu. " Ujar Umi lirih ikut terisak.
" Umi akan pastikan, Fikri akan melepaskan perempuan itu dan menjadikanmu istri satu-satunya Fikri. " Imbuh Umi lagi terdengar tegas.
Dilara mengurai pelukannya lalu menggeleng pelan menatap wajah mertuanya yang sembab. " Jangan, Mi. Perempuan itu lagi hamil. Lara yakin itu anak abang. Jangan pisahkan mereka, abang sudah lama merindukan kehadiran anak yang abang tidak bisa dapatkan dari Lara. " Tukas Dilara sendu.
Umi terkekeh sinis. " Anak ? Anak dari hasil zina ? Cih, tidak sudi Umi mengakui cucu dari hasil perbuatan zina orang tuanya. Apa kau tidak lihat, perutnya sudah besar seperti itu sedangkan mereka menikah baru dua bulan. Apa namanya kalau bukan zina dulu baru menikah. Umi tidak rela menerima anak mereka, sementara kamu bisa memberi cucu dari hubungan halal dengan suamimu. "
" Deg... " Dada Dilara berdebar kencang mendengar ungkapan Umi.
" Umi tidak akan mendapat cucu dariku, Mi ! " Ucap Dilara yang hanya berani dia ungkapkan dalam hati.
lanjut thor
..