NovelToon NovelToon
Edward : Balada Dari Bukit Gloosween

Edward : Balada Dari Bukit Gloosween

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Akademi Sihir / Dendam Kesumat
Popularitas:11.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mr 18

Edward, seorang anak yatim piatu, tinggal di panti asuhan yang menjulang tinggi di puncak Bukit Gloosween.

Meski tidak memiliki mana yang mengalir didalam dirinya, Edward tidak pernah patah semangat untuk menjadi yang terbaik.

Setiap hari, ia belajar sihir dan beladiri dengan penuh semangat dari Kak Slivia dan Lucy, menemukan kebahagiaan dalam kehidupannya meskipun tidak memiliki mana.

Namun, kehidupan Edward tiba-tiba berubah saat desanya diserbu oleh pasukan Raja Iblis, yang menghancurkan segala yang ada di desa itu, termasuk Kakak Silva dan teman-temannya.

Peristiwa tragis ini tidak hanya mengubah nasibnya, tetapi juga membawa Edward ke dalam petualangan yang gelap dan penuh tantangan untuk membalas dendam dan menyelamatkan apa yang tersisa dari dunianya yang hancur.

Lalu bagaimana Edward menghadapi semua itu ? Tantangan apa yang menghadang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr 18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch. 9 Beladiri

Tanpa terasa 1 bulan pun berlalu, aku memiliki kebiasaan baru. setiap pagi, aku bangun lebih awal dari penghuni lainnya di panti asuhan. Aku bangkit dari ranjangku dengan hati-hati, berusaha tidak mengganggu ketenangan malam yang masih menyelimuti tempat ini.

Dengan langkah tenang, aku menuju dapur kecil yang sudah akrab bagiku. Di sana, aku mulai memasak sarapan untuk anak-anak panti asuhan dengan penuh perhatian.

Setiap langkah di dapur adalah bukti cinta dan pengorbananku, meskipun tubuhku terasa kaku dan nyeri akibat latihan keras yang diterapkan oleh Kak Silvia.

Dengan kesabaran dan keahlian ku, aku menyelesaikan masakan. Aku menata makanan di atas meja makan, lalu menutupnya dengan tudung saji agar tetap hangat.

Tepat saat aku sedang merapikan dapur, terdengar suara langkah kecil. Aku menoleh dan melihat Thomas , salah satu anak panti, yang baru bangun dari tidurnya.

"Kak Edward, pagi-pagi sudah di dapur?" tanya Thomas dengan suara mengantuk.

Aku tersenyum lembut. "Iya, Thomas . Kakak menyiapkan sarapan untuk kalian. Kamu kok bangun pagi sekali?"

Thomas menguap lebar. "Aku haus, Kak." Ucap Thomas.

Aku mengambilkan segelas air dan memberikannya pada Thomas. "Ini, minum dulu. Setelah itu, kamu bisa tidur lagi atau bersiap-siap untuk hari ini." Ucapku dengan penuh perhatian.

Thomas meminum airnya dan mengangguk. "Terima kasih, Kak Edward. Kakak baik sekali." Ucap Thomas dengan mata yang masih mengantuk.

"Semua untuk kalian, Thomas ," Ucapku sambil mengacak rambut anak itu dengan penuh kasih, aku merasa diriku yang sekarang merasa lebih dewasa dari sebelumnya.

Setelah Thomas kembali ke kamarnya, Aku bergegas keluar rumah, bersiap untuk menghadapi latihan pagi yang sudah menjadi rutinitas wajibku.

Latihan ku dimulai dengan berlari menuju Bukit Tiery. Ransel yang Aku kenakan di punggung semakin berat setiap harinya, namun Aku tak pernah mengeluh dan terus berjuang.

Aku menaiki dan menuruni bukit itu berulang kali, seiring dengan munculnya sinar matahari yang perlahan menghangatkan bumi.

Setiap langkahku terasa berat, sekujur tubuhku merasakan keram yang luar biasa, keringat membasahi wajah dan punggungku, namun semangat ku tidak pernah surut, aku ingin terus bertambah kuat dan ingin melindungi orang yang kusayangi.

Setelah berlari, latihan dilanjutkan dengan melompati papan kayu yang tinggi, sambil tetap membawa ransel yang semakin menambah beban.

Meskipun aku sering terjatuh, aku selalu bangkit kembali. Kegigihanku untuk menjadi yang terkuat terlihat dari setiap usaha yang aku lakukan.

Tidak peduli seberapa sulit, aku terus berjuang, bertekad untuk mengalahkan segala rintangan yang ada di depanku.

Setelah berhasil melompat, aku melanjutkan dengan serangkaian latihan tambahan. Aku melakukan push-up, setiap dorongan menguji batas kekuatanku.

Setelah itu, aku bergelantungan di batang pohon untuk melakukan pull-up, aku merasakan otot-ototku menegang saat aku menarik tubuhku ke atas. Terakhir, aku melakukan sit-up, memastikan inti tubuhku tetap kuat.

Setelah semua latihan selesai, tubuh ku terasa lelah namun puas, aku berjalan menuju pohon besar yang rindang dihalaman panti dengan langkah berat.

Aku hempaskan tubuhku diatas rerumputan hijau, menghilangkan rasa sakit dan lelah, aku merasakan hembusan angin pelan yang sejuk membuatku terlalu nyaman hingga tertidur.

Kak Silvia berdiri di kejauhan, matanya tertuju pada sosok Edward yang tertidur pulas di bawah pohon besar.

Melihat Edward yang terlelap dengan tenang setelah latihan yang begitu keras membuatnya terkejut sekaligus bangga.

Edward telah menunjukkan kegigihan luar biasa selama ini. Ketekunan dan semangatnya tak pernah pudar meski berhadapan dengan tantangan berat.

Kak Silvia berjalan mendekat, langkahnya perlahan namun pasti. Dia berjongkok di samping Edward, mengamati wajah pemuda itu yang sudah dianggapnya sebagai adiknya sendiri, sejenak dia mengamati wajahnya sebelum dengan lembut mengguncang bahunya. "Edward, bangun," bisik Kak Silvia di telinga.

Aku mengerjapkan mata, perlahan bangun dari tidurku. Aku tampak bingung sejenak, kemudian tersenyum ketika melihat Kak Silvia. "Ada apa, Kak?" tanyaku dengan suara serak.

Kak Silvia tersenyum lembut. "Kamu sudah menunjukkan kegigihan dan ketekunan yang luar biasa, Edward. Aku rasa kamu sudah siap untuk melanjutkan ke tahap berikutnya."

Aku mengangkat alisku, rasa penasaran dan antusias terlihat jelas di wajahku. "Tahap berikutnya? Maksud Kakak?"

Kak Silvia mengangguk. "Ya, kini saatnya kamu mempelajari teknik bela diri. Fisik dan mentalmu sudah siap untuk itu." Ucap Kak Silvia dengan senyuman manis.

Mendengar hal itu, aku langsung duduk tegak, rasa lelahku seolah menghilang begitu saja. "Benarkah, Kak? Aku benar-benar siap?" tanyaku dengan mata berbinar-binar.

"Benar, Edward. Aku melihat semangat dan determinasi dalam dirimu. Aku yakin kamu bisa menguasai teknik bela diri dengan baik," Ucap Kak Silvia dengan penuh keyakinan.

Aku tersenyum lebar, semangatku meluap-luap. "Aku akan berusaha sekuat tenaga, Kak. Terima kasih atas kepercayaannya." Ucapku.

Kak Silvia berdiri, menepuk bahu ku dengan penuh kebanggaan. "Baiklah, mari kita mulai latihan. Ingat, semangat dan ketekunanmu adalah kunci untuk mencapai keberhasilan." Ucap Kak Silvia.

Aku bangkit dari tempatku berbaring, mengabaikan rasa lelah dan sakit yang sempat menghinggapi tubuhku.

Di bawah bimbingan Kak Silvia, aku yakin akan mampu menguasai teknik bela diri dengan baik dan mencapai tujuanku.

Hari ini menjadi awal dari perjalanan baru yang lebih menantang dan penuh semangat bagi ku.

Di bawah naungan pohon yang rindang, aku dan Kak Silvia saling berhadapan. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma dedaunan segar yang menenangkan pikiran. Kak Silvia, dengan tatapan penuh ketegasan namun bersahabat, mulai berbicara.

"Inti dari bela diri, ," Ucap Kak Silvia sambil menatap mataku, "bukan hanya tentang kekuatan fisik, tapi juga tentang pengendalian diri, keberanian, dan kehormatan. Bela diri mengajarkan kita untuk tetap tenang dalam situasi apapun dan selalu mengutamakan keselamatan."

Aku menyimak dengan cermat setiap kata yang dia ucapkan, meresapi maknanya.

"Ingatlah selalu, bela diri bukan untuk menyerang, tapi untuk bertahan dan melindungi diri serta orang lain," lanjutnya dengan suara yang penuh wibawa.

Kak Silvia mengeluarkan sesuatu dari kantung dimensi. "Edward pakailah gelang ini di kedua kaki dan tanganmu.“ Perintah Kak Silvia sambil memberikan gelang.

Aku mengambilnya dan memakainya tanpa pikir panjang." Buat apa gelang ini ... " Perkataanku terhenti, tiba tiba gelang yang kupakai berubah warna menjadi biru dan berat, tubuhku yang belum siap hampir jatuh tersungkur.

Kak Silvia menatapku. "Edward itu adalah gelang sihir yang cocok untuk latihan, apabila kamu memakainya otomatis gelang tersebut akan bertambah berat seiring berkembangnya kekuatan fisikmu, tapi aku tidak menyangka kau berkembang secepat ini." Ucap Kak Silvia heran.

Aku terkejut." perkembangan apa kak?." Ucapku penuh heran.

Kak Silvia membantuku berdiri." setiap gelang mampu berubah warna. Perubahan warna ditandai setiap bertambahnya kekuatan fisik pada si pemakai gelang." Jelas kak Silvia.

" tingkatan pertama berwarna hitam , abu-abu , biru, hijau, kuning dan merah, setiap warna beratnya 3 kg, tapi warna yang kamu miliki biru berarti 9 kg per gelang, padahal latihan kita masih berlangsung 1 bulan." Ucap kak Silvia dengan rasa bingung.

Aku Menatap Kak Silvia dengan tatapan kosong." Apa dia lupa setiap hari dia selalu menambahkan berat ransel yang kubawa ke bukit Tiery." Ucapku dalam hati dan penuh kesal.

" Duh ..! Sudah jangan dipikir, intinya kamu harus memakai gelang itu setiap hari walaupun kamu tidur dan tidak boleh dilepas kecuali dalam kondisi terdesak! ." Perintah Kak Silvia dengan mudahnya.

Aku menatap Kak Silvia dengan tatapan kosong lagi." Kak kamu mau menghukum atau melatih ku?. " Protesku karena latihan yang diberikan Kak Silvia selalu berat.

Kak Silvia menepuk pundakku." Hihihi... Sudah jangan banyak mengeluh, nanti kamu pasti tahu hasilnya." Ucap kak Silvia tertawa sambil menutup mulutnya.

" Iya deh... " Ucapku lemas.Kak Silvia tersenyum. " Ingatlah Edward usaha tidak mengkhianati hasil." Ucapnya berjalan menjauh lalu berdiri 2 meter tepat didepanku.

Dia kemudian berdiri tegak, menunjukkan postur yang kokoh dan seimbang. "Kita mulai dengan teknik dasar tendangan," Ucap Kak Silvia.

"Pertama, tendangan depan. Angkat lutut setinggi pinggang, kemudian dorong kakimu lurus ke depan." Ucap.

Kak Silvia memperagakan gerakan itu dengan mulus, kakinya melesat cepat namun terkontrol, hingga celana panjangnya tersikap memperlihatkan pergelangan kakinya memakai 3 gelang sekaligus berwarna merah, seketika rerumputan disekitar bergerak karena hempas tendangannya.

Aku terkejut melihat kekuatan kaki Kak Silvia, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia melepas semua gelang itu

"Pastikan berat badanmu seimbang dan jangan lupa menjaga posisi tangan untuk melindungi diri," tambahnya.

Aku mencoba meniru gerakannya, beban yang kubawa mempersulitku untuk bergerak,

aku merasakan ketegangan otot saat kakiku menendang udara.

"Bagus, Edward kau melakukannya dengan baik, terus ulangi sampai aku menyuruhmu berhenti. " puji Kak Silvia sambil terus mengawasiku ku.

Semakin lama wajahku memerah, keringat dipelipis ku mengalir deras, ke dua kakiku terasa sangat berat dan sulit untuk digerakkan, namun aku terus menendang.

"Cukup Edward, sepertinya kamu mulai terbiasa namun tendanganmu masih terlalu lemah dan lambat, Tapi bukan masalah. Sekarang kita lanjut ke tendangan samping. Posisi awal sama, tapi kali ini putar pinggulmu dan arahkan tendangan ke samping."

Dia menunjukkan tendangan yang kuat dan tajam ke arah samping, membuat dedaunan bergetar. Aku mengikuti, berusaha meniru gerakannya yang lincah dengan susah payah, aku terus mengulangi sampai kak Silvia menyuruhku berhenti.

"Selanjutnya, kita belajar pukulan," katanya sambil mengangkat kedua tangan dalam posisi siap.

"Pukulan jab. Pukulan ini cepat dan langsung, cocok untuk menyerang sekaligus menjaga jarak." Dia menggerakkan tangan kirinya ke depan dengan kecepatan yang mengagumkan, kuperhatikan ditanganya juga ada 3 gelang berwarna merah.

Aku terkagum dan tidak bisa membayangkan latihan seperti apa yang membuatnya sekuat ini.

Aku terus mengulangi gerakan itu, merasakan kesakitan dan kram pada otot di setiap pukulan.

"Ingat, jangan hanya menggunakan lengan. Gunakan kekuatan dari bahu dan pinggulmu," kata Kak Silvia sambil memperbaiki posisiku.

Teknik yang diberikan pun terus berlanjut. "Kemudian, pukulan cross. Ini adalah pukulan kuat yang datang dari belakang. Pukulan ini membutuhkan rotasi tubuh untuk memberikan kekuatan tambahan."

Dia menunjukkan pukulan cross yang membuat udara seakan terbelah. Aku mencoba dan merasakan kekuatannya yang lebih besar dibanding pukulan jab.

Aku memukul udara dengan pukulan cross walaupun berat aku terus berusaha memukul, karena Tekad ku untuk menjadi seperti Kak Silvia.

"Bagus, sekarang kita belajar tentang bantingan," katanya dengan nada serius. "Bantingan ini memerlukan keseimbangan dan timing yang tepat," jelasnya.

"Mulailah dengan memegang lengan lawan, lalu tarik dia ke arahmu sambil menurunkan pusat gravitasimu dan gunakan pinggul untuk mengangkat dan membantingnya."

Dia memperagakan gerakan dengan elegan, membuat bayangan lawan yang tak terlihat terjatuh dengan mudah.

Aku mencoba mengikuti, dan dengan bimbingannya, perlahan aku mulai memahami teknik tersebut karena teknik ini begitu mudah dan tidak menghabiskan banyak tenaga. "Saat menarik lawan, pastikan kamu tetap stabil dan gunakan kekuatan dari pusat tubuhmu," tambahnya.

Kak Silvia kemudian menunjukkan teknik bela diri yang lebih lanjut. "Ada juga teknik tangkisan dan kuncian," Ucap nya.

"Tangkisan bertujuan untuk mengalihkan serangan lawan. Gunakan lenganmu untuk menangkis serangan dengan gerakan cepat dan tepat, sekarang Edward cobalah serang aku" Ucap kak Silvia dengan tenang.

Aku berjalan maju berhadapan dengan Kak Silvia, aku memulai serangan ku dengan pukulan jab lalu croos dan ku kombinasikan dengan tendangan.

Aku terus menyerang nya, namun dia memperagakan beberapa gerakan tangkisan yang mengesankan. " gerakanmu masih terlalu lambat, kalau dipertarungan kamu pasti akan terpukul dahulu." Ucap kak Silvia sambil menangkis serangan, membanting ku diatas tanah lalu mengunci pergerakanku.

Aku meringis kesakitan. " Aduh... Sakit kak." Ucapku sambil menepuk bahu Kak Silvia, tanda menyerah.

"Ingat Edward, Teknik kuncian ini bertujuan untuk melumpuhkan lawan tanpa perlu kekerasan yang berlebihan," jelasnya.

"Gunakan leverage dari tubuhmu untuk mengunci sendi lawan, membuat mereka tidak bisa bergerak."

Aku melihat bagaimana dia dengan mudah mengunci pergelangan tangan dan siku ku, menunjukkan keahliannya yang luar biasa.

Setiap teknik yang dia tunjukkan, aku praktikkan dengan sesama tanpa memikirkan berat pada gelang, aku terus mengulangi nya agar tubuhku terbiasa dengan teknik yang diajarkan.

Kak Silvia membimbing dengan sabar, memberikan koreksi dan tips. "Bagus, terus latih keseimbanganmu," katanya sambil tersenyum.

"Ingat, inti dari semua teknik ini adalah keseimbangan, ketepatan, dan pengendalian diri." Ucap kak Silvia sambil memperhatikan.

Cahaya matahari mulai tergelincir ke barat membuat suasana sekitar menjadi panas, langit bersinar cerah di atas sana.

Di bawah pohon yang rindang ini, aku belajar lebih dari sekadar teknik bela diri; aku belajar tentang disiplin, kepercayaan diri, dan semangat tak kenal menyerah.

Dengan setiap gerakan dan koreksi, aku merasa semakin dekat dengan tujuan untuk menguasai bela diri dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Dan di atas semuanya, aku belajar tentang kehormatan dalam bela diri, untuk selalu menggunakan kekuatan dengan bijak dan menjaga martabat diri serta orang lain.

Senja mulai merambat di langit, menebarkan semburat jingga yang memukau di atas bukit Gloosween.

Kami baru saja menyelesaikan latihan, keringat masih mengalir di pelipis, tetapi ada perasaan puas yang meresap di dada.

Kami duduk di bawah pohon beringin tua di halaman panti, meresapi ketenangan sore yang perlahan menyelimuti kami.

“Indah sekali, ya,” Ucap Kak Silvia, matanya menatap jauh ke cakrawala.

Aku mengangguk, terpesona oleh pemandangan yang sama. “Sore ini luar biasa, Kak,” Sahutku.

kemudian dengan hati-hati aku melontarkan pertanyaan yang sudah lama mengganjal di benakku.

“Kak, boleh tanya sesuatu? Bagaimana dulu pengalaman Kakak saat pertama kali belajar bela diri?” Ucapku dengan penuh penasaran.

Kak Silvia tersenyum lembut, tatapannya berubah menjadi nostalgia. “Itu pertanyaan bagus,” katanya, menghela napas panjang sebelum melanjutkan.

“Dulu, saat pertama kali aku memutuskan belajar bela diri, aku adalah gadis yang pemalu dan penuh keraguan. Rasanya dunia ini terlalu besar dan menakutkan. Setiap langkah yang kuambil seperti berjalan di atas es tipis.”

Aku duduk lebih tegak, mendengarkan dengan saksama.

Kak Silvia memulai ceritanya dengan pandangan jauh, seolah sedang menghidupkan kembali kenangan masa kecilnya. "Ketika aku masih kecil," katanya perlahan, "aku memulai latihan pada usia tujuh tahun. Ayahku, yang adalah seorang pelatih tegas dan berdedikasi, memutuskan untuk melatihku sendiri. Latihan yang dia berikan sangatlah berat, tapi itulah yang membentukku menjadi seperti sekarang."

Dia menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Setiap pagi sebelum matahari terbit, aku harus bangun dan mengisi gentong air. Sumber airnya bukanlah dari tempat yang dekat. Sungai itu terletak di dekat sini yang berarti aku harus mendaki dan menuruni bukit ini berulang kali. Bukit Gloosween ini bukanlah bukit biasa. Jalurnya penuh dengan batu licin, akar pohon yang mencuat, dan semak berduri yang sering kali melukai kakiku. Tapi aku harus terus berjalan, membawa gentong air yang semakin berat."

Kak Silvia mengingat bagaimana setiap langkah terasa seperti ujian ketahanan.

"Bayangkan saja," katanya, "seorang anak kecil berlarian dengan gentong air, mencoba menyeimbangkan tubuh mungilnya di antara batu-batu dan akar pohon yang licin. Rasa sakit di pundak akibat gentong yang berat, kaki yang terluka karena duri, serta udara pagi yang dingin menusuk kulit, semua itu adalah bagian dari latihan. Ada kalanya aku hampir menyerah, tapi ayahku selalu ada di sana, memandang dengan tegas namun penuh harapan."

Setelah tugas mengisi gentong air selesai, tantangan berikutnya menanti. "Tidak ada waktu untuk beristirahat," lanjutnya.

"Ayah akan mengajarkanku teknik-teknik baru. Teknik yang dia ajarkan tidak hanya membutuhkan kekuatan fisik, tapi juga konsentrasi dan ketekunan luar biasa. Setiap gerakan harus sempurna, setiap langkah harus tepat. Ayah selalu berkata, 'Kesempurnaan tidak datang dari kenyamanan, tetapi dari kerja keras dan ketekunan.' Terkadang, saat aku merasa terlalu lelah untuk melanjutkan, ayah akan menambah intensitas latihannya, mendorongku untuk melampaui batas kemampuanku."

Kak Silvia tersenyum, mengenang saat-saat itu. "Aku masih ingat bagaimana tanganku sering kali lecet dan berdarah akibat latihan keras. Ada hari-hari di mana otot-ototku terasa kaku dan nyeri, seolah-olah tubuhku tidak mampu lagi bergerak. Tapi, aku tahu bahwa setiap luka dan rasa sakit itu adalah bagian dari proses. Ayah sering berkata, 'Rasa sakit itu sementara, tapi kehebatan itu selamanya.'"

Dia mengakhiri ceritanya dengan nada penuh kebanggaan. "Latihan itu mungkin terlihat kejam, tapi aku sangat berterima kasih kepada ayahku. Karena latihan keras itu, aku bisa mencapai apa yang aku capai sekarang.

Setiap pagi di bukit Gloosween ini adalah langkah kecil menuju impian besar. Dan sekarang, ketika aku menghadapi tantangan dalam hidup, aku selalu mengingat kata-kata ayahku dan kekuatan yang aku temukan di dalam diriku sendiri." Ucap kak Silvia mengingat masa itu.

“Kau tahu, saat itu aku hampir menyerah beberapa kali,” jawabnya, tatapannya kembali pada senja yang kian memudar.

“Tapi setiap kali aku merasa ingin berhenti, aku ingat tujuanku. Aku ingin melindungi diriku sendiri, dan suatu hari nanti, aku ingin bisa melindungi orang lain juga. Itu yang membuatku bertahan.”

Aku merenung sejenak, membiarkan kata-kata Kak Silvia meresap dalam pikiranku. “Terima kasih, Kak. Cerita Kakak benar-benar menginspirasi.”

Kak Silvia menepuk bahuku pelan. “Ingat, latihan ini bukan hanya tentang fisik, tapi juga tentang membentuk hati dan pikiran. Kamu juga bisa, asal jangan pernah menyerah.”

Senja di bukit Gloosween semakin pudar, tapi semangat dan inspirasi yang kuperoleh dari percakapan ini akan terus menyala dalam diriku, menuntunku untuk terus berlatih dan menjadi lebih baik setiap harinya.

1
Lhe
sukaaa banget
夢見る者
hmm, mayan sih
Darkness zero
up nya lama sekalinya up langsung belasan chapter
Muhammad Rama: Sory bang lama up nya/Frown/, gw juga ada kesibukan jadi nggak bisa up sehari langsung belasan/Sob/, sabar bang pasti up kok setiap hari
total 1 replies
Ulin Nuha
menarik
Gundaro
Total likenya kok janggal? like 151 tapi gak ada komentar, apakah author ngebom like?
wondervilz`
Jangan lupa mampir di karyaku yg berjudul , Life saver the series system
☠𝐀⃝🥀🍾⃝🄼🄸🅂🅂 🄿🅁🄸🄳🄴🃏
lanjut Thor!!/Determined//Determined/
Muhammad Rama: Siap /Hey/
total 1 replies
☠𝐀⃝🥀🍾⃝🄼🄸🅂🅂 🄿🅁🄸🄳🄴🃏
dah mampir nih/Determined//Slight/
Muhammad Rama: Tanks kak
total 1 replies
☠𝐀⃝🥀🍾⃝🄼🄸🅂🅂 🄿🅁🄸🄳🄴🃏
1 /Rose/+ 1 iklan untukmu thor/Determined//Determined/
Muhammad Rama: Oke /Joyful/
☠𝐀⃝🥀🍾⃝🄼🄸🅂🅂 🄿🅁🄸🄳🄴🃏: saling² membantu kakak ~/Proud/
total 3 replies
Hudan Nafil
Thor, jaga kesehatan ya? Jangan terus nulis sampe lupa makan dan ridur
Fawwas Tholib
Selalu berkarya thor
Dirhan Saputra
Tetap up bang
Amir Syamlan
Thor jangan lupa istirahat 😂
Ahmad Faldi
Semangat berkarya kak👍
hide my smile
up lah buset
hide my smile: wkwkkwkkk🗿🗿🗿
Muhammad Rama: Sabar bang, gue insyaallah pasti up tapi sehari sekali🤣
total 2 replies
Taru
Sippp mulai seru nih
Taru
Seru banget bang, tolong terus UP gw pasti nungguin setiap hari. /Tongue/
Taru
Hmmm menarik 😜
꧁གMSHKཁ꧂
Bagus banget 😍, pembawaan ceritanya bagus banget, seakan-akan kita jadi edward
꧁གMSHKཁ꧂
Kasihan banget Edward 😭 padahal dia sudah berharap banget dapat kekuatan. Dasar Destrover sialan😡
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!