NovelToon NovelToon
Where Are You?

Where Are You?

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Agnettasybilla

Kalea Ludovica—murid paling keras kepala seantro SMA Bintang dan salah satu murid yang masuk dalam daftar jajaran murid paling disegani disekolah. Masa lalunya yang buruk karena sering dikucilkan keluarga sampai kematian sang adik membuatnya diusir dari rumah ketika masih berusia tujuh tahun.
Tuduhan yang ia terima membuat dirinya begitu sangat dibenci ibunya sendiri. Hingga suatu ketika, seseorang yang menjadi pemimpin sebuah geng terkenal di sekolahnya mendadak menyatakan perasaan padanya, namun tidak berlangsung lama ia justru kembali dikecewakan.

Pahitnya hidup dan selalu bertarung dengan sebuah rasa sakit membuat sebuah dendam tumbuh dalam hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 9

"Sorry Letta... gue gak ada maksud kayak gitu. Lagian lo sendirikan lihat kalau cowok itu yang meluk gue duluan," jelas Kalea dengan mata berkaca-kaca menatap Letta di depannya.

Letta yang melihat itu dengan mata telanjang sebenarnya ingin sekali marah pada Kalea tapi ia juga tau tempat untuk meluapkan kemarahannya. Bagaimana bisa ia diperlakukan tidak adil oleh laki-laki yang selalu berulah di sekolah.

"Lo cewek Kalea! gak seharusnya lo mau dipeluk sama orang yang belum lo kenal sama sekali. Gabriel bisa lakuin apapun agar menjadi miliknya. Lo mau di cap sebagai cewek—"

"Lo lanjutin gue hajar lo Let," seru Ana menatap garang kearah Letta.

"Biarin ajah. Biar Kalea tau gak semua cowok itu niatnya baik. Lo gak buta kan lihat kejadian tadi..." Kembali Letta mengingatkan.

"Gue—"

"Gue gak butuh alasan apapun Kalea!" potong Letta kesal. "Sekarang kita pulang!"

Letta berjalan lebih dulu meninggalkan Kalea dan Ana yang menatap kepergian Letta menuju parkiran. Raut wajah murungnya membuat Ana menghela napas berat.

Biasanya Letta akan merangkul tangannya,tapi sekarang malah ia ditinggalkan. Kalea tau Letta seperti itu karena rasa sayangnya bahkan karena peduli. Jika sudah seperti ini, Letta tidak akan mudah untuk dirayu.

"Lo sih Lea, sejak dulu Letta gak suka kalau lo di dekatin cowok yang gak jelas. Kalau udah gini lo bisa apa?!"

"Kapan sih lo belain gue, dari tadi ngajak ribut terus perasaaan."

"Gue gak bakalan ngomong kayak gini kalau bukan karena kelakuan lo. Percuma lo belajar bela diri tapi saat lo dipeluk gitu lo diam ajah."

"Lo jahat tau ga.." tandas Kalea menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Gue kayak gini demi lo juga tau gak. Lo gak mau kan kalau lo salah gak gue ingatin," gerutu Ana.

"Ayo keburu Letta marah lagi."

***

Sepanjang perjalanan pulang, Kalea, Letta, juga Ana memilih bungkam sejak. Tidak ada obrolan di dalam mobil sampai akhirnya mereka berhenti karena rambu lalu lintas mendadak merah.

Saat itulah Letta menarik napas dan menoleh pada Kalea. Gadis itu kembali bertingkah konyol membuat Letta menggeleng pelan seraya melirik Ana yang juga menatapnya dari kaca spion.

"Gue sayang sama lo dan peduli sama lo. Lo berdua udah kayak tanggungjawab gue, bukan dua atau tiga kali lo berdua bertingkah konyol sampai sering buat gue marah. Kalau lo gak suka gue bilang gitu gak papa, gue terima kok."

"Karena percuma aja kita temanan bertahun-tahun kalau ujung-ujungnya berantam lagi, ribut lagi karena masalah sepele begini. Kita bukan anak-anak lagi, ngerti kan maksud gue."

Tidak ada keberanian dalam dirinya untuk menatap kedua bola mata Letta. Kalea bisanya menunduk sambil memainkan jari tangannya. Sampai sebuah cairan benik dari pelupuk matanya jatuh di telapak tangannya.

"Lo nangis?" tanya Letta menoleh sekilas pada Kalea sesaat setelah mobil mereka kembali melaju di jalan. Letta menangkup pipi Kalea yang tertunduk karena terisak.

"Lihat gue, Lea. Gue gak bermaksud buat ngomong gitu, niat gue baik kok sama lo. Jangan masukin hati kalau gue lagi marah..."

Letta langsung menarik Kalea ke dalam pelukannya membuat Ana melihat hal itu hanya mengulas senyum tipis. Bagaimana pun juga Kalea memiliki sisi lemah karena masa kecilnya yang buruk.

"M-maafin gue. Lo sahabat terbaik yang pernah gue punya. Gak masalah lo ngomong apa ajah sama gue selagi itu benar, lain kali gak akan gue ulangi lagi. Janji..." ucapnya seraya sesenggukan disela tangisnya.

Usapan tangan Letta di rambutnya membuat tangisnya mereda.

"Udah, udah. Drama bangat sih lo berdua," decak Ana membuat Letta melirik tajam.

"Kita ke cafe dulu yuk. Gue gak mau di marahin Tante Audrey gegara bikin anaknya nangis," ujar Letta melengkungkan senyumnya kemudian menyalakan mesin mobil.

📍Morella Cafe.

Salah satu cafe dengan menu super hemat di kantong anak sekolah juga dilengkapi dengan menu andalan mereka yang membuat mood setiap orang kembali sediakala. Cafe yang menawarkan varian terbuat dari cokelat. Kesukaan Kalea tentunya.

Sesaat mereka turun dari mobil, tiba-tiba saja Ana berujar dan membuat Letta dan Kalea menoleh ke belakang.

"Kenapa lagi, perut lo sakit?" tanya Letta dengan satu alisnya terangkat. Ana menggeleng lalu cengengesan membuat keduanya menekuk dahi.

"Biasalah, nyokap minta ditemanin belanja. Resiko anak sau-satunya ya begini," kata Ana memasukkan ponselnya ke saku roknya. "Gak papakan gue pulang duluan," tanya lagi.

"Yaudah lo balik ajah duluan. Awas ajah lo kalau bohong, gue ikat lo ditiang bendera besok!" ancam Letta.

Kalea dan Letta masih setia menunggu mobil yang biasa menjemput Ana. Hampir sepuluh menit, sebuah mobil sedan berwarna putih berhenti di hadapan mereka dan lekas Ana naik, tak lupa melambaikan tangan pada Kalea dan Letta.

Selepas kepergian Ana, keduanya masuk dan mencari tempat duduk nyaman, sementara Letta memesan menu mereka siang ini. Menunggu Letta datang, Kalea mengetikkan pesan buat kakaknya, Zion.

Abang 💬 : Iya. Cukup satu ajah ya. Cepet pulang, jangan keluyuran.

Kalea tersenyum membaca pesan kakaknya yang dibalas dengan cepat. Ia menatap area luar cafe dimana siang ini langit begitu bersinar dan orang-orang sibuk kesana kemari.

Letta datang dengan nampan putih berisi pesanan mereka. Begitu menggiurkan sampai Kalea tidak tahan lagi untuk menyantap habis makanannya.

"Kenapa anak-anak di sekolah kita bilang lo anak pindahan, lo kan gak pernah sekolah hanya sebatas Homeschooling ajah..." kata Letta lalu memakan sepotong cake dengan sepasang matanya enggan berpaling dari Kalea.

"Papa gue bilang gitu kemarin. Kalau ada yang tanya pindahan dari mana, terserah kamu ajah bilangnya, gitu."

"Oh... Oh iya, gue dengar sekolah kita besok lagi buka pendaftaran ekskul, lo mau masuk ekskul apa?"

"Gue saranin lo ambil ekskul olahraga ajah secara lo kan jago bangat main basket. Jadi dengan lo gabung ekskul basket lo bisa ikut perlombaan sekolah kita."

"Liat besok deh. Masih juga baru masuk jadi belum tau gimana..."

Waktu begitu cepat berlalu kedua gadis itu kini beranjak dari tempat duduk dan berjalan menuju kasir. Letta lebih dulu mengantar Kalea.

Ketika pintu gerbang berwarna cokelat tua di depannya terbuka lebar, sepasang matanya kaget menatap motor sport juga mobil hitam milik Zion berjejer di garasi.

***

"Adik lo banyak makan tapi gitu gitu ajah gue lihat badannya. Lo kasih obat apa sampai Kalea body goals gitu," kata Adit menatap Zion yang sedang duduk di seberang meja kaca di hadapan mereka.

Pembicaraan itu tidak luput dari keberadaan Kaleya yang sudah berdiri dibalik lemari hias mamanya.

"Gue ngga tau kalau kearah sana. Mungkin makanan apapun gak akan berpengaruh apa-apa," sahut Zion.

"Adik lo mana? Lama bangat," keluh Bobby.

"Lagi di jalan kayaknya, heboh bangat lo berdua."

Sementara gadis yang sibuk memperhatikan gerak-gerik kelima cowok yang duduk di ruang tamu tampak berpikir keras. Untuk apa sore-sore begini mereka datang dan mencari keberadaannya.

"Kalea..."

"Kamu ngapain di sana, Sayang. Sini gabung sama kakak kamu," seru Audrey datang dari arah dapur menuju ruang tamu.

Merasa keberadaannya ketahuan, Kalea dengan wajah malu mau tak mau mengayunkan kedua kakinya berjalan keruang tamu seraya menatap orang-orang disana satu per satu.

GS dan lainnya menoleh. Akhirnya yang mereka tunggu datang juga. Adit langsung berdiri meminta gadis itu duduk di sebelahnya.

"Mereka teman kakak kamu, baru hari ini mereka datang ke rumah," kata Audrey memasukkan ponsel bercase merah itu ke dalam tasnya.

Kalea melepaskan tasnya dan langsung di ambil alih oleh Bi Ima—wanita paruh bayah yang bekerja di rumah megah ini selama 20 tahun berdiri di samping sofa.

"Terimakasih Bi..."

"Lea udah kenal mereka Ma." Kalea berujar lalu menatap mereka bergantian dan berhenti sebentar saat manik matanya jatuh pada pandangan Gabriel. Moment di sekolah tiba-tiba terlintas di kepala.

Bodoh, lanjutnya dalam hati.

"Yasudah Mama tinggal dulu ya. Nanti Mama mungkin akan lama pulangnya jadi kamu Zion jangan buat ulah pada adikmu. Jangan sampai Kalea kenapa-napa lagi..."

"Lo sering jahatin adik lo sendiri?" kata Adit dengan raut wajah serius menatap Zion.

"Sering! Seenggaknya kakak gue ini tau jaga image di depan teman-temannya," sambung Kalea membuat Zion terbatuk tanpa menoleh pada sang adik yang membuka kartunya.

"Adik lo adik kita juga bro, jaga-jaga lo!" seru Adit memberi peringatan kecil pada Zion. Mendengar hal itu Kalea tersenyum kecil. Dadanya menghangat seketika.

"Maaf soal tadi siang... gue gak bermaksud lakuin hal seperti sama lo," tutur GS tiba-tiba memotong ucapan Adit membuat Zion yang tidak paham mengerutkan dahi.

Adit berdecak. "Setelah puas meluk anak orang lo baru minta maaf, sebelumnya lo gak mikir bos?" celetuk Adit begitu saja. Mata elang Gabriel langsung menyorot kepadanya.

Sontak Gabriel langsung menempeleng kepala cowok itu dengan keras membuat Adit merintih.

"Gue dimana? Kenapa gue gak tau lo lakuin sesuatu sama adek gue?"

Zion dan Gabriel saling pandang, sementara korban yang dibicarakan perlahan duduk di karpet berbulu dengan kedua kaki ia silangkan.

Kalea tidak ingin membahas kejadian itu lagi, ia justru membuka kotak kue yang ada dimeja. Kotak berwarna cokelat tua yang sama sekali belum pernah ia lihat sebelumnya.

Kalea mengambil sepotong brownies itu dan memakannya lahap. Kelakuannya tidak lepas dari pandangan Gabriel yang mencuri-curi pandang.

Sensasi makanan yang menyapu bersih area mulutnya membuat Kalea semakin semangat melahap brownies tersebut. Sungguh brownies ini begitu berbeda dari yang Zion beli untuknya.

"Kakak gak mau?" kata Kalea menawarkan makanan itu pada Haris, namun sebelum Haris menjawab, pekikan Zion membuat Kalea mengedipkan matanya berulang kali.

"Ngapain lo makan itu? Itu milik adiknya Gabriel, goblok! Punya lo udah kakak buat di dapur, yaa elah lo...."

Mulut Kalea terbuka sebentara lalu detik berikutnya terkatup seraya menelan potongan terakhir di mulutnya dengan kasar. Malu, tentu saja. Ia kembali duduk layaknya seorang kucing yang ketahuan mencuri makanan, menunduk kemudian terdiam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!