Berawal dari jebakan berujung menikah paksa. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Satria guru Matematika yang datang setelah mendapatkan ancaman dan secarik kertas dengan bertuliskan alamat. Tak mengira jika kedatangannya ke rumah salah muridnya akan merubah status menjadi menikah. Terlebih murid yang ia nikahi terkenal cantik namun banyak tingkah.
"Ayu!"
"Nama aku Mashayu Rengganis, panggil aku Shayu bukan Ayu! Dasar guru Gamon! Gagal move On!"
Mampukah Satria menghadapi tingkah istrinya?
Dapatkah keduanya melewati masa pengenalan yang terbungkus rapi dalam ikatan pernikahan? Atau menyerah di saat cinta saja enggan hadir di hati keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saya Bukan Anak Kecil!
Satria nampak panik, dengan cepat dia menarik handuk miliknya dan meminta Mashayu untuk diam. Satria tidak menyangka akan terjadi hal yang memalukan seperti ini dan lagi-lagi itu semua karena Shayu. Murid nakal yang kini menjadi istrinya.
"Itu apa Pak? Ikh... Menggelikan sekali, lele atau belut?"
"Diam dan jangan teriak-teriak!" gertak Satria dengan nada tinggi. Mashayu pun segera merapatkan mulutnya setelah mendengar gertakan Satria.
"Maaf Pak! Saya tidak sengaja." Mashayu mengangkat kedua jarinya sebagai tanda permintaan maaf.
Satria menggelengkan kepala dengan menatap tajam Shayu yang selalu menguji kesabaran. Untuk kali ini dia pun harus menahan rasa malu karena benda keramatnya dilihat jelas oleh istri kecilnya. Tanpa berucap apapun lagi Satria segera mengambil pakaian ganti dan masuk kembali ke dalam kamar mandi.
Mashayu menghela nafas lega setelah mendengar suara pintu kamar mandi tertutup.
"Aman, tapi mataku." Shayu menyentuh matanya dengan mulut terbuka. "Oh Ya Tuhan, aku melihat apa tadi, kenapa cenderung seperti belalai gajah. Ya Allah Gusti mata suci ini kembali ternodai." Mashayu bergidik saat dia kembali mengingat apa yang tadi dia lihat. Mashayu menggelengkan kepalanya lalu memilih untuk mengambil buku dan memfokuskan diri untuk mengulang kembali pelajaran tadi di sekolah.
Suara pintu kamar mandi mencuri perhatian Mashayu. Satria keluar dengan pakaian rumahan dengan celana sebatas lutut, tampilannya jauh lebih muda dari pada saat di sekolah.
"Lumayan juga kalo diajak hang out, tidak terlihat tua."
"Kamu lihat apa?"
Mashayu tersentak saat menyadari jika Satria telah berdiri di hadapannya. Bodohnya dia malah melamun dengan terus melihat ke arah kamar mandi dan tidak sadar jika Satria telah berjalan mendekati.
"Bapak mau bikin saya jantungan ya? Kaget tau!" ucap Mashayu kesal dengan mengusap dadanya. Satria menyentil kening Shayu hingga gadis itu meringis kesakitan kemudian pria itu menundukkan kepala mengikis jarak hingga kedua wajah mereka sejajar.
Tatapan Satria membuat jantung Mashayu berdetak kencang, sangat berbeda saat di dekati oleh Arta. Bersama Satria rasanya jantung seperti berolahraga terlebih saat jarak keduanya sangatlah dekat.
"Jangan memikirkan sesuatu yang belum pantas kamu pikirkan! Anak kecil hanya wajib belajar bukan memikirkan hal dewasa."
Satria kembali ke posisi semula, dia berucap demikian karena tidak ingin Mashayu kepikiran dan terbayang-bayang dengan apa yang gadis itu lihat tadi. Namun, sepertinya Shayu tidak terima karena kini wajahnya nampak begitu kesal.
Mashayu segera berdiri di hadapan Satria dengan bertolak pinggang. Wajahnya menantang dengan melawan tatapan pria yang menganggapnya anak kecil.
"Bapak Satria yang terhormat, dengarkan ucapan saya baik-baik! Yang pertama, umur saya sudah 19 tahun. Yang kedua, sudah cukup umur untuk menikah. Apa bapak lupa, sebelum kita dinikahkan justru Papah saya sudah siap menikahkan saya dengan pria lain meskipun saya menolak untuk menikah karena masih ingin mengejar cita-cita, lalu yang terakhir, saya bukan anak kecil lagi! Memang bagian mana yang kecil? Hhmm? Jawab Pak!" tanya Shayu dengan terus mengikis jarak hingga Satria bisa melihat jelas tubuhnya yang menantang.
Satria menghela nafas berat melihat kelakuan Mashayu. Gadis ini memang tidak bisa dianggap remeh. Keberaniannya membuat Satria pusing kepala. Terlebih Shayu terus membusungkan dada di hadapannya.
Jika di perhatikan memang tubuh Mashayu sedang ranum-ranumnya. Bahkan bisa dikatakan padat berisi untuk seukuran anak remaja. Tidak heran jika banyak yang tergoda pada gadis itu.
"Mundur!"
"Kenapa? Bapak mulai sadar jika tubuh saya menggoda? Dan jangan salah, saya bisa mencetak anak kecil!"
Satria tercengang mendengar ucapan Mashayu, pria itu menggelengkan kepala dan ingin sekali menjewer telinga gadis itu.
"Siapa yang mau menghamili kamu sampai kamu percaya diri sekali bisa mencetak anak?" tanya Satria dengan tersenyum miring.
Shayu merengut setelah mendengar pertanyaan yang mengartikan jika Satria tidak tertarik padanya. Mashayu menarik nafas dalam-dalam, dengan terus menatap tajam Satria yang tiba-tiba sangat menjengkelkan.
"Bapak pikir tidak ada yang mau aku ajak membuat anak? Jangan lupakan jika saya sudah punya pacar!" Shayu segera membalikkan tubuhnya dan memilih pergi mencari angin. Dia meraih kunci mobil dan segera meninggalkan kamar.
Satria menghela nafas berat, kali ini ja menyesal dengan apa yang telah ia katakan. Bagaimana jika yang dikatakan Mashayu akan benar-benar direalisasikan? Lalu Shayu hamil anak dari pacarnya, sungguh tidak bisa dibiarkan.
Dengan cepat Satria berlari keluar kamar, dia harus menghentikan Mashayu yang akan pergi dari rumah. Apa lagi Mashayu keluar memakai celana di atas lutut dan kaos oversize, jika tidak benar-benar memperhatikan mungkin di kiranya hanya memakai kaos tanpa celana.
"Satria jangan lari-lari! Kalian berdua kenapa sich? Tadi Shayu buru-buru, sekarang kamu! Kalian bertengkar?"
"Aku ingin mengejar Shayu dulu Bu!" Satria segera melesat keluar rumah mengejar Shayu yang sudah menyalakan mobilnya.
"Sahyu berhenti!" teriak Satria tetapi tidak di hiraukan oleh Masayu.
"Shayu!" Satria menghentikan langkahnya dengan bertolak pinggang saat mobil Shayu telah menjauh.
"Kejar Mas! Mashayu nekat orangnya!"
Satria menoleh ke belakang, dia melihat Cakra yang sedang duduk dengan memainkan ponsel. Tanpa pikir panjang Satria segera meraih kunci motor yang berada di meja untuk mengejar mobil Mashayu.
"Waduuhh, motorku yang dipakai, itu motor mau aku buat jalan juga... Aiiissshhhh." Cakra menggelengkan kepala melihat motornya sudah melesat dan sudah tak terlihat.
Satria melajukan motornya dengan cepat dan menyalip beberapa pengendara lain. Pria itu sedikit terganggu karena cuaca yang tidak mendukung, hujan masih turun meski tidak selebat tadi hingga membuat tubuhnya kembali kuyup.
Ckiiiittttt
"Buka pintunya!"
Mashayu begitu terkejut dengan Satria yang tiba-tiba datang dan menghentikan motor tepat di depan mobilnya. Beruntung dengan cepat dia menginjak rem, jika tidak bagaimana nasib guru yang menjabat sebagai suaminya itu.
Shayu melihat Satria terus menggedor kaca mobil dengan tubuh basah. Rasanya Shayu enggan membuka tetapi tak tega melihat keadaannya.
"Bapak mau apa sich? Ngapain ngejar aku? Acara motong jalan aku segala, kalau kenapa-kenapa gimana? Bahaya tau!" sewot Shayu.
"Pulang!"
"Tidak mau! Bapak saja yang pulang, aku mau main!" Shayu yang hanya membuka jendela mobil ingin segera menutup kembali tetapi dengan cepat Satria mencegah.
"Oke saya minta maaf, saya tau ucapan saya salah. Sekarang pulanglah! Kamu tanggung jawab saya, jadi jangan bertindak di luar batas!" ucap Satria lembut dengan wajah memohon membuat hati anak gadis SMA itu luluh.
Mashayu menganggukkan kepala dengan pasrah, dia menurut dan memutuskan untuk pulang dengan Satria yang mengekor dari belakang.
"Akhirnya..." Satria menghela nafas lega mampu membujuk Mashayu untuk pulang. "Tidak lucu sekali, nikahnya sama aku buat anaknya sama orang lain."