Allansyah seorang anak angkat di Keluarga Nicolas harus terjerat cinta dengan Adik angkatnya, Michaela Nicolas. Berbagai upaya menolak perasaannya untuk tidak mencintai Michaela, namun upayanya selalu gagal. Apalagi Michaela selalu menggoda dan menggodanya, agar tidak mengecewakan orang tua angkatnya, tapi nyatanya perasaan itu tumbuh dan semakin tumbuh.
Di saat Cinta membara di hatinya, perasaannya di ketahui oleh kedua orang tua angkatnya, membuatnya di tolak oleh kedua orang tua Michaela. Hancur, sangat hancur dan akhirnya dengan terpaksa demi membuang perasaan salahnya, Allan pergi dari kediaman Nicolas.
Kepergian Allan dari kediaman Nicolas membawanya mengingat siapa jati dirinya. insiden saat tak sengaja melihat sebuah tato di lengan seseorang mengingatkan akan ingatannya yang sempat hilang. Dan ternyata dirinya adalah pewaris tunggal Keluarga Georlando.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saadahrafael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Bab 9
"Pagi Ma, Pa," sapa mereka berdua kepada kedua orang tuanya.
"Pagi juga sayang. Ayo duduk," Jawab Margaret meminta mereka untuk segera memulai sarapan.
"Kapan pulang?" Tanya Fernandes yang tidak mengetahui kepulangan Allan.
"Tadi malam,"
Fernandes mengangguk. Dan mereka Pun sarapan bersama. Setelah sarapan, Allan meminta izin untuk jarang kembali ke rumah. Alasan yang diberikan karena banyak pekerjaan yang harus dikerjakan tentang dirinya yang saat ini memulai usaha barunya, merintis sebuah Cafe.
Fernandes mengangguk, ia menyetujui dan mendukung apa yang dilakukan putranya. "Papa tidak masalah. Malah Papa bangga jika kamu ingin belajar dan membuka usaha sendiri. Papa mendukungmu,"
"Terima Kasih Pa. Kalau begitu kami berangkat dulu,"
Allan dan Michaela beranjak, kemudian pergi. Di perjalanan, Michaela yang dibonceng terus teringat dengan apa yang dikatakan Allan barusan dengan Papanya. Allan akan jarang pulang karena sibuk dengan usaha barunya. Apakah itu benar?
Kak,"
Hm…
"Apa yang kamu katakan dengan Papa tadi benar?"
"Tentu saja,"
"Jadi benar Kakak akan jarang pulang kerumah?"
"Ya, bisa jadi."
"Lalu aku?"
"Kenapa?"
"Kakak jahat!" Michaela kesal dan ngambek. Bagaimana bisa Kakaknya akan jauh lagi dengannya. Apakah Kakaknya sungguh tidak menganggapnya? Lalu tadi pagi, mungkinkah Kakaknya semudah itu melupakan apa yang terjadi dengan mereka? "Sialan!"
Allan yang mendengar umpatan Michaela menyunggingkan senyumannya. Lucu sekali adiknya ini. Allan meraih tangan Michaela dan melingkarkan di pinggangnya. Membuat Michaela memeluknya.
"Marah?"
"Tidak!"
"Benarkah? Tapi Kakak lihat kamu sepertinya sangat marah, apalagi melihat bibirmu yang manyun itu,"
"Mana ada. Siapa juga yang marah." Jawab Michaela sewot dan mencoba melepas tangannya. Namun Allan menahannya, tidak membiarkan tangan itu lepas dari pinggangnya.
"Lepak Kak,"
"Tidak. Apa kamu marah karena Kakak akan jarang pulang?"
"Pikir sendiri,"
"Kamu boleh datang menemui Kakak di Apartemen jika Kakak tidak pulang."
"Benarkah?"
"Tentu saja,"
Wajah Michaela yang semula kusut kini menjadi sumringah saat Allan mengizinkan dirinya untuk berkunjung di Apartemen. Allan yang melihat dari balik spion tersenyum kecil. Adiknya ini benar-benar tidak ingin jauh darinya.
Allan akan memikirkan tentang hubungan mereka yang rumit, dimana Michaela menaruh hati padanya. Allan akan mencoba berbicara baik-baik dan mengatakan jika hubungannya adalah salah.
Allan berhenti di depan pintu gerbang sekolahan. Michaela Pun turun dan berdiri di samping Allan. Allan yang melihat Michaela tidak lekas masuk menaikkan sebelah alisnya. "Ada apa?"
"Berikan ciuman untukku," tunjuknya pada keningnya.
Allan menatap Michaela dengan diam. Apakah dirinya harus melakukannya? Memberikan apa yang di minta adiknya.
"Ini tempat umum, sayang,"
"Aku tidak peduli. Lagian aku minta di cium di kening, bukan dibibir. Mereka yang melihat tidak akan mempermasalahkan karena tahu kamu adalah Kakak ku,"
Allan yang mendengar menghela nafas. Bingung menghadapi sikap Adiknya yang semakin keras kepala. Allan pun menarik kepala Michaela dan mendaratkan ciuman di kening.
Cup…
"Sudah, sekarang masuk dan belajar yang benar."
"Hm, aku masuk dulu," Michaela mencuri ciuman di bibir Allan kemudian lari dengan cepat. Allan yang melihat melotot tidak percaya, bagaimana bisa Adiknya bertingkah seperti itu.
Allan melihat sekeliling, beruntung sepertinya tidak ada yang melihat. "Gadis nakal itu,"
.
.
Malam hari.
Allan dan Varen kini berada di Markas Mafia Marvori. Allan berkunjung untuk pertama kalinya di Markas tersebut.
Banyak anggota Mafia Marvori berbaris rapi menyambut kedatangan mereka. Varen yang sudah lama menjadi tangan kanan Levi membuat mereka segan dan menghormati.
Banyak diantara mereka tidak mengenal pemuda yang bersama dengan Varen, mereka bertanya-tanya siapa pemuda tersebut, sampai-sampai dilihatnya Varen begitu menghormati.
"Apa kau mengenal pemuda itu?"
"Tidak, ini kali pertama aku melihatnya,"
"Aku pun sama. Kira-kira siapa dia? Tuan Varen pun sepertinya sangat menghormatinya,"
"Kita akan tahu setelah ini. Aku yakin Tuan Varen akan memperkenalkan siapa pemuda itu,"
Mereka yang ada di Markas jelas tidak mengetahui siapa itu Allan. Hanya orang-orang yang ada di kediaman Levi Smit yang mengetahui siapa Allan sebenarnya. Namun mereka tidak berani berkata, biarlah Tuan Varen yang menjelaskan kepada mereka semua.
Varen dan Allan berdiri di depan mereka semua. Di lihatnya wajah bingung dan penuh tanya terlihat jelas di wajah mereka semua. Varen tahu mereka pasti bingung dengan pemuda yang bersamanya.
"Ehem….apa semuanya sudah berkumpul?" Tanya Varen pada pasukannya.
"Menjawab tidak Tuan. Banyak sebagian anggota yang bertugas di luar dan tidak kembali Tuan," jawab seorang di antara mereka yang berdiri di depan.
Varen mengangguk mengerti. "Aku mengumpulkan kalian semua karena ada sesuatu yang akan ku jelaskan kepada kalian. Kalian pastinya tahu bahwa Tuan Levi sudah tiada dan kedudukannya di Mafia Marvori kosong. Dan kalian juga tahu bahwa Tuan Levi tidak memiliki penerus untuk meneruskan semuanya. Maka dari itu aku mengumpulkan kalian semua disini. Tuan Levi meminta kalian menerima keputusannya dan menerima pilihannya."
Semuanya diam, namun semua mata mengarah kearah Allan. Entah kenapa mereka berpikir pilihan Tuan Levi yang di maksud adalah pemuda yang bersama dengan Tuan Varen.
"Kalian pasti sudah bisa menebaknya. Ya, pemuda yang ada di samping ku adalah pilihan Tuan Levi untuk meneruskan semua yang di milikinya. Dia adalah Tuan Allan,"
Allan hanya diam menatap mereka semua. Tidak ada rasa takut sedikit pun di hatinya. Pandangannya dingin dan menyeramkan, membuat mereka yang menatap nyalinya langsung menciut. Entah kenapa tatapan itu membuatnya tertekan, seolah mereka saat ini melihat dan menghadapi Tuan Levi sendiri.
"Aku tidak akan banyak berbicara. Aku hanya ingin kalian mematuhi semua keputusan ku. Tidak membantah ataupun berkhianat kepada ku. Jika di ketahui ada yang tidak mematuhi ku, maka kematian yang akan kalian dapatkan,"
Semua yang mendengar suara Allan diam, mereka nampak merinding. Ucapan yang di katakan Allan seakan bukan main-main. Mereka harus mematuhi dan jangan mencoba membangkang ataupun berkhianat. Jika sampai di ketahui mungkin bukan nyawa mereka saja yang terancam, bisa jadi keluarga mereka akan mengalami hal yang sama, kematian.
"Baik Tuan, kami akan mematuhi dan mengabdi kepada anda serta kami tidak akan mengkhianati anda," jawab seorang yang menjadi wakil dari mereka.
"Ku harap apa yang kalian katakan benar,"
"Kami berjanji,"
"Bagus. Buktikan dan buat kelompok ini semakin jaya. Jatuhkan musuh-musuh dan buat mereka tunduk di bawah kaki kita,"