Ayu Lestari, seorang wanita yang harus rela pergi dari rumahnya saat warga mengetahui kehamilannya. Menghabiskan satu Malam dengan pria yang tidak di kenalnya, membawa petaka dan kemalangan pada Ayu, seorang wanita yang harus rela masa depannya terenggut.
Akankah Ayu menemukan siapa ayah bayi yang di kandungnya? bagaimana reaksinya saat mengetahui bahwa pria yang menghamilinya adalah seorang pria yang di kenal culun?
Penasaran kan? yuk ikuti terus kisahnya sampai akhir ya, jangan lupa tambahkan subscribe, like, coment dan vote nya. 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Foto album
Keesokan harinya.
Ganesha menjalankan tugas dari sang ayah, dia mencari tahu identitas Ayu yang di mulai dari restoran tempat dia bekerja. Kening Ganesha mengkerut kala mendapat alamat rumah di biodatanya berbeda, bukankah perempuan itu tinggal di panti, lantas mengapa alamat yang tertera berbeda dan bahkan desanya pun cukup jauh dari Panti.
"Wah, ada yang gak beres ini." Cicit Ganesha.
Ganesha segera melajukan mobilnya menuju alamat yang tertera, dia akan mencari tahu sampai ke akar-akarnya agar tugasnya lebih cepat selesai. Wiratma tidak akan bermain-main dengan ucapannya, ancaman dan kemarahannya sangat mengerikan, untuk itu Ganesha harus bergerak lebih cepat saat ia mendapatkan titik terang.
****
Gibran tengah mengerjakan beberapa berkas yang sering ia kerjakan di rumah, dia malas untuk pergi ke kantor dan melihat banyak orang disana. Tidak banyak yang tahu kalau dirinya merupakan anak bungsu dari Wiratma, saat dirinya pernah bekerja sebagai staff biasa pun banyak yang mencibir penampilannya. Gibran tidak menyukai suara bisik-bisik orang lain, jadi dia memutuskan untuk bekerja dari rumah saja, terlalu malas baginya berhadapan dengan orang julid.
Saat tengah mengerjakan pekerjaannya, dia teringat sosok Raja yang selalu menari-nari di kepalanya. Wajahnya, dia baru ingat saat melihat wajah Raja, Gibran berjalan kearah rak buku mencari sesuatu disana.
Braakkk.
Suara benda jatuh mengenai kaki Gibran, ia meringis mengusap kakinya yang tertimpa barang tersebut. Gibran berjongkok mengambil barang yang merupakan sebuah album lamanya, ia membuka satu persatu lembaran di dalamnya dan melihat sebuah foto anak kecil dengan wajah yang putih bersih, tembem, matanya bulat, rambutnya hitam, wajahnya sangat mirip dengan Raja.
"Loh, kok si Raja ada di album sih? Aku tanya Mama, ahh." Heran Gibran.
Gibran berjalan kearah luar ruang kerja, dia mencari sosok Ibunya yang ternyata tidak ada di dalam rumah. Kaki panjangnya melangkah keluar menuju taman, dimana Ibunya banyak menghabiskan waktu bersama kedua cucu dan menantunya.
"Mama." Panggil Gibran.
Widya menoleh kearah sumber suara, dia lantas menaikkan satu alisnya melihat Gibran yang berjalan kearahnya dengan album di tangannya, Widya tahu betul itu album yang sengaja ia simpan di ruang kerja.
"Ada apa, Nak? Apa yang kau bawa itu?" Tanya Widya.
"Ini, aku tadi iseng aja lihat-lihat album, eh gak tahunya ketemu ini." Jawab Gibran.
"Lalu?" Tanya Widya lagi.
"Aku mau tanya, ini anak siapa Ma?" Tunjuk Gibran pada Foto yang mirip sekali dengan Raja, anak yang selalu ada di dalam benaknya saat dia tak sengaja berjumpa di Mall.
"Itu kamu, lihat disana. Ada kakak kamu Ghani, yang ini Ganesha dan yang paling bontot ini kamu, Gibran. Masa lupa sih?" Widya mengabsen satu persatu anaknya, dia heran kenapa tiba-tiba Gibran menanyakannya.
"Benarkah? Kok, mukanya mirip sama anak yang waktu itu di Mall, aku kirain ini anak Mama gitu. Siapa tahu anak Mama yang hilang, atau gimana gitu." Gibran masih tak percaya jika itu dirinya, jelas-jelas dia dalam gambar tersebut itu adalah Raja.
"Ngarang kamu! Mama itu seumur hidup cuma melahirkan tiga anak, siapa tahu yang gak sengaja ketemu kamu itu mirip, kan katanya di dunia ini kita punya kembaran. " Ucap Widya dengan setengah keheranan.
Gibran menggut-manggut, tanpa bicara lagi dia langsung melengos begitu saja. Widya memanggil Gibran beberapa kali, tetapi anak itu malah semakin menghilang dari pandangan. Sherly dan juga Raina menghampiri Ibu mertuanya, keduanya heran karena mendengar Widya yang setengah berteriak memanggil nama anak bungsunya.
"Ada apa, Ma? Kenapa Mama panggil-panggil Gibran?" Tanya Raina.
"Ini loh, Gibran itu aneh banget deh. Masa dia dateng-dateng bawa album terus nunjuk foto dia, eh tuh anak nanya katanya anak siapa? Ya Mama jawab, itu foto dia waktu kecil, taunya dia malah bilang fotonya itu mirip sama anak yang ketemu sama dia pas di Mall, dia nyangkanya itu anak Mama. Mana ada, Mama kan cuman punya tiga anak, pas mau nanya lagi siapa anaknya malah kabur dia." Jelas Widya menceritakan apa yang terjadi pada kedua menantunya.
Sherly dan juga Raina saling bertatap muka, Widya yang melihatnya pun mengernyit heran.
"Kenapa kalian?" Tanya Widya penasaran.
"E-ehh, enggak papa kok Ma, Rania mau bawa Tania masuk dulu ya, Ma." Rania tergagap, dia mengalihkan pembicarannya dan pergi dari hadapan Widya membawa anaknya masuk kedalam.
"Aku juga mau ajak Gabby masuk, udah waktunya makan siang dan nanti mau latihan taekwondo juga." Sherly memanggil anaknya, dia mengajaknya masuk juga meninggalkan Widya sendirian.
Gelagat kedua menantunya sangat mencurigakan, banyak sekali pertanyaan bermunculan di kepalanya seperti puzzle yang berserakan.
Rania dan juga Sherly hampir saja membuka suaranya, beruntung Rania langsung mengalihkannya dengan membawa anaknya masuk di susul oleh Sherly. Kini keduanya berada di kamar Gabby, nampaknya keduanya menduga hal yang sama.
"Raina, sepertinya kita harus kasih tahu ke suami kita. Lumayan ada petunjuk, aduh kenapa si Gibran ini polos banget ya? Kalau aku ada di posisinya sudah pasti mikir itu anaknya, lah si Gibran malah mikirnya itu adiknya." Keluh Sherly.
"Gak habis pikir sama tuh anak, untung aku sayang sama dia, kalau enggak mungkin aku udah maki-maki tuh adik ipar satu-satunya." Timpal Rania dengan nada gemasnya.
"Mama, kenapa?" Tanya Tania.
"Gapapa kok, lagi kesel aja."Jawab Rania seadanya.
Rania dan Sherly saling bertatap muka, sampai akhirnya keduanya pun menghela nafas kasar. Semuanya harus di bicarakan dengan para suaminya, mereka jadi ikut pusing karena jika suaminya tidak juga mendapatkan informasi mengenai siapa wanita yang di tiduri oleh Gibran, maka Ghani dan Ganesha akan di pindahkan ke kota terpencil tanpa anak dan istrinya. Tentu saja hal itu sangat memberatkan bagi dua pasang suami istri yng tak lain kakak Gibran, sedangkan Gibran sendiri cuek seakan dia tidak melakukan kesalahan apapun.
Gibran berbeda dari kedua kakaknya, dia pria yang paling polos sedta tidak tahu soal adegan dewasa karena sejak kecil ia di bawa tinggal di kampung oleh neneknya. Sejak kakeknya meninggal, neneknya kesepian dan meminta pada Wiratma untuk meninggalkan cucu kesayangannya bersamanya, cukup berat bagi Widya menyetujuinya karena saat itu Gibran masih berusia 3 tahun. Mau tak mau Widya menyetujuinya, Gibran tinggal di desa yang jauh dari hiruk pikuknya perkotaan, tetapi kebutuhannya tetap terpenuhi dan sesekali orangtuanya berkunjung.
Nenek Gibran memperlakukannya dengan sangat baik, bahkan ia begitu di manja dan di perlakukan seperti anak kecil meskipun dia sudah beranjak remaja. Selama tinggal di desa, Gibran di dandani oleh neneknya ala mendiang suaminya di era zaman dulu saat masih berpacaran, dimana kakek Gibran masih muda mengenakan baju kemeja yang di masukkan ke dalam celana jeans gombrang. Jadilah Gibran saat ini, setelah neneknya meninggal fashion dari sang nenek masih melekat di dalam tubuhnya, tak ayal jika ia di juluki pria culun di era modern seperti sekarang ini.