Cinta tak harus memiliki itulah yang di rasakan dua insan yang saling mencintai namun takdir memisahkan keduanya hingga harus rela mengikhlaskan satu sama lain demi kebaikan bersama. Cinta yang begitu tulus dan suci harus tertahan di dalam dada sebab tak ingin menyakiti siapapun dan membuat semuanya menjadi runyam. Itulah yang di rasakan oleh Lucy Abelia dan Sean Fernando. Keduanya sama-sama berkeinginan untuk hidup bersama namun takdir berkata lain sehingga membuat insan yang saling mencintai itu hidup di jalannya masing-masing. Walaupun cinta Lucy dan Sean sangat kuat, namun keduanya tetap menerima takdir dan mensyukuri segala hal yang terjadi pada mereka. Sean menjalani hidupnya bersama wanita pilihan orang tuanya, sedangkan Lucy memilih hidup sendiri hingga akhir.
Bagaimana kisahnya, apakah ada kesempatan bagi keduanya untuk hidup bersama atau keduanya tetap berada di jalannya masing-masing? Yuk ikuti terus kisahnya.
Ig: Jannah99islami
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama Tasya
Di kediamannya, terlihat Tasya mengepalkan tangannya dengan erat. Ia sangat marah ketika mengetahui informasi dari anak buahnya jika Sean pergi menemui Lucy.
"Ini tidak bisa di biarkan. Aku harus menjauhkan wanita murahan itu dari suamiku!" gumam Tasya dengan penuh penekan.
Tunggulah wanita murahan, aku akan menghancurkan hidupmu! Batin Tasya penuh tekad. Dadanya kini benar-benar terasa panas seakan tengah di lahap api yang sangat besar.
Karena tak bisa berdiam diri lagi, akhirnya Tasya pun memutuskan pergi ke tempat Sean berada. Dia pergi pergi dalam keadaan yang sangat marah dan kesal pada Lucy. Setibanya di tempat tujuannya, Tasya tak turun dari mobil. Ia memilih memantau rumah Lucy dari jauh agar keberadaannya tidak di curigai oleh Sean.
Apa sih kelebihan wanita murahan itu sehingga Sean sangat mencintainya dan tak rela melepaskannya? Lihatlah, bahkan wanita murahan itu berasal dari kaum rakyat jelata. Batin Tasya merendahkan Lucy yang tanpa ia ketahui jika Lucy bukanlah anak yang berasal dari keluarga yang benar-benar miskin.
"Kenapa Sean tidak keluar sih? Apa yang mereka lakukan?" gumamnya dengan sangat khawatir sembari terus memperhatikan rumah Lucy.
Beberapa menit menunggu, kini Sean pun keluar dari rumah Lucy. Di sana ia melihat Lucy mengantar Sean hingga ke depan dan menunggunya pergi sembari melambaikan tangan. "Cih, sok romantis sekali! Dasar wanita murahan tak tau malu!" umpat Tasya dengan nada yang tak terlalu kuat.
Setelah memastikan Sean sudah pergi, Tasya pun turun dari mobilnya lalu berjalan menuju rumah Lucy. "Hey, wanita murahan!" panggil Tasya langsung menarik Lucy yang tidak tau dengan kedatangannya. Lucy yang di tarik terkejut dan hampir terjatuh.
"Tasya," ucap Lucy ketika berhasil menatap orang yang menariknya.
"Kenapa? Apa kau tak senang aku datang ke sini? Cih, lagian siapa yang ingin datang ke tempat jelek dan kotor ini! Asal kau tau ya, aku peringatkan padamu. Jangan dekati Sean lagi, dia suamiku!" Bentak Tasya dengan nada yang sangat keras. Ia sengaja melakukan hal itu agar warga sekitar mendengarnya dan menilai buruk pada Lucy.
"Tasya, tanpa kau memintanya aku akan melakukan itu," ucap Lucy dengan amarah yang di tahan.
"Apa katamu? Cih, kau ini manusia rubah sekali ya! Bukankah kau sudah mengatakan sebelumnya jika kau tak akan menjadi hama di hubungan pernikahan kami? Tapi apa ini? Aku melihat suamiku keluar dari rumahmu dengan mata kepalaku sendiri," ucap Tasya membuat suasana semakin memanas. Bahkan beberapa warga memperhatikan keduanya.
"Ternyata Lucy itu pelakor ya, aku tidak menyangka jika dia merebut suami orang," bisik-bisik tetangga mulai terdengar membuat Lucy mengepalkan tangannya menahan Amarah.
Hhhh, rasakan itu wanita miskin! Aku akan. membuatmu di benci penduduk sini. Batin Tasya tanpa perasaan.
"Tapi dengar-dengar, Lucy dan suami wanita itu sudah lama berhubungan. Wanita itulah yang merusak hubungan keduanya. Dia dan kekasih Lucy menikah karena di jodohkan," terdengar bisik-bisik lagi.
"Kalau pun benar adanya, aku rasa Lucy tidak pantas mengharapkan pria itu kembali. Seharusnya dia tau diri agar tidak berhubungan dengan pria itu lagi. Jelas sekarang di sini Lucy lah yang salah karena menjadi perusak di rumah tangga wanita itu," bisik-bisik tetangga membuat Tasya tersenyum penuh kemenangan.
"Lucy, hiks," Tasya mulai memainkan aktingnya dengan cara bersimpuh di kaki Lucy untuk mencari perhatian para warga.
Aku akan membuatmu berada dalam masalah wanita murahan! Jika saja bukan karena menghancurkanmu mungkin aku tak akan mau bertingkah bodoh seperti ini. Batin Tasya sembari menatap Lucy dengan tatapan berharapnya.
"Apa yang kau lakukan, berdirilah," ucap Lucy namun tak di dengarkan oleh Tasya.
Melihat istri sah memohon pada pelakor, membuat warga mendekati keduanya. Para warga terutama kaum Ibu-ibu tak terima melihat Tasya memohon seperti itu pada Lucy.
"Nona, berdirilah. Anda tidak pantas bersimpuh di hadapan wanita murahan sepertinya," ucap salah satu Ibu-ibu yang di setujui semuanya.
"Tidak Ibu-ibu, biarkan saya seperti ini, hiks," ucap Tasya berhasil meluncurkan air mata pertahanannya membuat warga semakin yakin kepadanya.
"Ini tak seperti yang kalian lihat, aku akui jika dulu aku mempunyai hubungan spesial dengan suaminya, namun sekarang tidak. Aku bukan wanita murahan dan aku bukan pelakor!" ucap Lucy dengan tegas.
Seberusaha apapun Lucy meyakinkan warga, tetap saja Tasya menjadi pemenangnya. Berkat campur tangan warga, Tasya pun semakin menghayati perannya sebagai wanita yang tersakiti.
"Sudahlah, kau tidak bisa mengelak. Kami sudah mengetahui dan melihat semuanya. Jika kau tidak berhubungan dengan suami dari wanita ini, lalu untuk apa suaminya tadi datang ke sini menemuimu? Dan yang lebih mengenaskannya lagi kau membawanya masuk ke dalam rumahmu yang tidak ada siapa-siapa itu!" ucap Ibu-ibu yang terkenal julid di kampung itu.
"Ya, benar itu," sorak para warga membenarkan.
Mendengar ucapan warga Lucy pun tak bisa mengelak karena benar apa adanya. Ya walaupun tak sepenuhnya benar. Semua hanya kesalahpahaman saja namun di anggap seperti fakta.
"Maafkan aku Tasya, tapi aku benar-benar tidak melakukan hal yang menjijikkan itu," ucap Lucy membuat Tasya gemas sebab wanita itu tidak mau mengakui kesalahannya.
"Sudahlah, sebaiknya kita usir saja dia dari sini. Jangan terima perusak rumah tangga orang di kampung ini!" ucap Pria yang pernah sakit hati pada Lucy sebab cintanya di tolak.
"Benar," ucap warga dengan wajah yang terlihat sangat marah.
"Usir pelakor dari kampung ini!" teriak salah satu warga yang di ikuti yang lainnya.
Mendengar teriakan pengusiran penuh penghinaan itu membuat Tasya tersenyum penuh kemenangan sedangkan Lucy menunduk sedih sebab menjadi bulan-bulanan warga. Ia yang sudah tak punya harga diri lagi di depan warga akhirnya pun mengikuti keinginan warga untuk pergi dari kampung itu.
"Baiklah, aku akan pergi," ucap Lucy lalu berjalan memasuki rumahnya.
"Tasya," panggil Lucy membuat Tasya langsung mengalihkan pandangannya ke arahnya.
"Selamat ya, kau berhasil menciptakan drama yang hebat. Semoga kau tak merasakan apa yang aku rasakan," ucapnya masih bisa menampilkan senyum simpulnya pada Tasya membuat wanita itu geram kepadanya.
Setelah mengatakan itu, Lucy pun melanjutkan langkahnya memasuki rumahnya dan mengemas semua barang-barangnya. Lucy hanya mengambil barang miliknya seperti pakaian, buku, dan barang berharga lainnya. Semua barang-barangnya di kemas menjadi satu koper besar dan satu tas travel. Dia tak membawa banyak barang sebab rumah sewa itu sudah di lengkapi peralatan rumah tangga sebelumnya.
Setelah selesai mengemas dan sudah berada di luar rumah. Lucy pun memperhatikan wajah orang-orang yang mengusirnya satu persatu. Dia tak akan dendam, namun ia akan memasukkan orang-orang itu ke daftar buku hitamnya alias orang-orang yang selamanya akan asing di dalam hidupnya.
"Selamat tinggal semuanya," ucapnya dengan wajah tegar tanpa mengeluarkan air mata setetes pun.
"Jangan berbasa-basi, pergilah pelakor sebelum aura burukmu menyelimuti kampung ini!" ketus salah satu warga dengan sangat pedasnya. Lucy tak memperdulikan ucapan itu, ia memilih segera pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi.