Warning!!!
ini hanya sebuah cerita kayalan belaka, bukan area bocil, jika tidak suka silahkan skip.
Tolong juga hargai karya ini dengan memberikan LIKE untuk mengapresiasi karya ini, VOTE atau GIFT sangat berharga buat kami para penulis, terima kasih sebelumnya.
-------
Berkali-kali mengalami kegagalan dalam pernikahan membuat seorang janda muda yang umurnya belum genap 24 tahun nan cantik jelita bernama Sisilia Aramita memutuskan untuk tidak akan menikah lagi seumur hidupnya. Meskipun statusnya janda namun ia masih tatap perawan.
Ia sudah bertekat, jika menemukan pria yang menurutnya tepat ia akan menyerahkan dirinya pada orang itu dan hanya akan menjalani hubungan tanpa ikatan pernikahan.
Hingga ia bertemu dengan seorang pengusaha tampan bernama Jackson Duran, yang membuat dunianya jungkir balik.
Apakah Jackson bisa merubah pendirian Sisilia untuk mau menikah kembali ataukah ia akan gagal mendapatkan cinta Sisilia.
Yuk simak bagaimana kisah mereka berdua...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ICU
Di sebuah rumah besar, seorang laki-laki paruh baya tampak marah pada anak buahnya.
"kalian ini tidak becus!!! Kenapa kalian mencelakai Sisil hah...!"
Anak buahnya hanya menunduk mendengar kemarahan bos besar mereka.
"aku hanya meminta untuk mencelakai anak itu kenapa Sisil ikut jadi korbannya!!!"
"Fajar...hukum anak buahmu itu" pria paruh baya itu pergi meninggalkan anak buahnya
.
Perlahan Sisil mulai sadar, kepalanya terasa sakit badannya terasa remuk. Ia melihat sekelilingnya, sepi tak ada yang menemani dirinya.
"Alan..." seketika ia teringat, seseorang yang memeluknya sesaat sebelum kecelakaan itu terjadi. Ia berusaha bangun namun badannya terasa sakit semua.
Pintu ruangannya terbuka, Sisil menatap pada siapa yang datang "Andre"
"kamu sudah siuman...?" Andre berjalan mendekati brankar Sisil
"apa yang terjadi?"
"kalian berdua kecelakaan..." ucap Andre sambil menarik kursi dan duduk di sebelah brankar Sisil
"Alan...?"
"dia masih kritis, dokter mengatakan kemungkinan kecil dia akan sadar" ucap Andre
Sisil pun menangis, ia tak menyangka orang yang belum lama dikenalnya dan kini telah menjadi suaminya itu begitu baik mengorbankan dirinya demi Sisil. Sisil merasa bersalah karena dirinya baik-baik saja tanpa luka yang serius namun Alan kini kritis bahkan tak ada harapan untuk hidup.
Bagaimanapun juga, Alan kini telah menjadi suaminya, ia tak mungkin lepas dari kewajibannya sebagai istri, meski belum ada cinta di hatinya namun ia merasa sedih dengan musibah ini.
"aku ingin menemuinya Ndre..." Sisil masih terisak
"tapi kondisi kamu masih belum memungkinkan Sil..."
"bagaimanapun juga Alan itu suami aku, orang yang telah menyelamatkan aku...aku harus menemui dia..." Sisil semakin histeris
ceklek...
Pintu dibuka, dan datanglah seorang dokter perawat bersama papanya Sisil. Mereka mendekati brankar Sisil, kemudian memeriksa Sisil.
"apa ada keluhan?" tanya dokter itu
"tidak ada dok, hanya badan saya rasanya nyeri dimana-mana" jawab Sisil
"masih dalam tahap wajar...sebaiknya Nona istirahat dulu..." dokter itu tersenyum
"tapi saya ingin menemui Alan dok...apa boleh?" Sisil menatap dokter itu penuh permohonan
Dokter menatap sekelilingnya "boleh...tapi Nona harus tetap tenang, karena kondisi suami Nona masih kritis" ucap dokter itu kemudian keluar meninggalkan ruangan Sisil.
Sedangkan papanya Sisil menatap Sisil dengan tatapan yang sulit diartikan. Yang Sisil lihat ada kesedihan di mata papanya itu.
"aku ambilkan kursi roda dulu" Andre berjalan keluar dari ruangan Sisil.
Di ruangan itu sunyi, baik Sisil ataupun papanya tak ada satupun yang membuka suaranya. Andre pun masuk mendorong kursi roda untuk Sisil.
Andre membantu Sisil duduk di kursi roda kemudian mendorongnya keluar dari ruang rawatnya menyusuri lorong-lorong menuju ruang ICU.
Di depan ruang ICU Sisil bisa melihat mamanya Alan tampak masih menangis. Sedangkan papanya Alan tampak menenangkan mamanya Alan.
"ma..." Sisil menggapai tangan ibu mertuanya itu
Mamanya Alan pun mengangkat kepalanya, dan menatap Sisil yang sedang duduk di kursi roda "kamu tidak apa-apa nak?"
"Sisil baik-baik saja ma..." Sisil tersenyum
"Alan...." ucapan mamanya Alan tercekat
"Sisil boleh menemuinya ma?" air mata Sisil tampak menggenang di matanya
"tentu boleh sayang...kamu istrinya..." ucap mamanya Alan sambil terisak.
"Sisil ke dalam dulu ya ma..." pamit Sisil. Andre pun mendorong kursi roda itu sampai di depan pintu ruang ICU, kemudian seorang perawat membantu Sisil mendorong masuk ke ruang ICU dimana Alan berada.
Air mata yang tadi menggenang akhirnya luruh juga ketika melihat sosok penyelamatnya sedang terbaring di atas tempat tidur dengan berbagai macam alat yang menempel di tubuhnya.
Sisil menggapai tangan Alan, kemudian memegangnya. "Kenapa kamu menyelamatkan aku Lan...?" air mata Sisil mengalir deras
"kita baru kenal, kenapa kamu begitu baik padaku?"
"seharusnya kamu tidak perlu melakukannya...lihatlah...kamu akhirnya terbaring seperti ini..."
Sisil mencoba meluapkan apa yang ia rasakan. Ia merasa bersalah melihat Alan yang terbaring tak berdaya di ruang itu. Lama Sisil berada di sana, meski tak lagi mengatakan apa-apa dan hanya menggenggam tangan Alan, Sisil tak ingin meninggalkan sosok yang telah menyelamatkan dirinya.
Keesokan harinya, kondisi Sisil sudah lebih baik namun kondisi Alan masih tetap sama. Lagi-lagi Sisil ke ruang ICU melihat suaminya yang masih saja belum membuka matanya.
"Alan ayo buka matamu...jangan membuatku berhutang nyawa padamu..." Sisil terisak ia benar-benar merasa bersalah karena dirinyalah Alan terbaring tak berdaya.
"ayolah Alan....buka matamu...." ucap Sisil lagi.
Mamanya Alan yang melihatnya dari balik kaca hanya bisa menangis. Ia tidak menyangka Sisil akan melakukannya, menemani anaknya seharian padahal kondisinya sendiri belum pulih benar.
Ia melihat Sisil memang anak yang baik. Ia tak salah menjodohkan Alan dengan Sisil. Ia bisa melihat ketulusan Sisil meskipun dari sorot mata Sisil tak ada cinta untuk Alan.
Sisil menemani Alan hampir seharian, ia hanya akan kembali ke kamarnya saat dokter memerintahkannya untuk keluar dari ICU.
Hari berikutnya, Sisil sudah diperbolehkan untuk pulang. Namun ia tidak merasa bahagia, bagaimana ia bisa pulang jika orang yang menyelamatkannya masih terbaring tak berdaya di ICU.
Seperti biasa Sisil kembali lagi ke ruangan Alan. Ia akan menemani Alan, ia ingin Alan sembuh dan ia bisa membalas budinya.
"kamu masih betah tidur ya..." Sisil kembali mengajak Alan berbicara
"aku ingin menagih janjimu....katanya kita akan pacaran setelah menikah?"
"tapi kamu malah tidur nggak bangun-bangun..."
"ayolah bangun...aku bersedia memberikan semua yang aku miliki asal kamu bangun..." ucap Sisil sudah putus asa
Ia berusaha mengajak Alan berbicara agar Alan mau bangun dari tidurnya. "kenapa kita harus menikah...kalau kamu tidak mau bangun...." Sisil mulai meracau ia sudah kehabisan kata-kata agar Alan bangun.
Tak lama, tangan Alan pun bergerak, matanya perlahan terbuka. Sisil menyadari pergerakan itu, ia senang karena usahanya tidak sia-sia. Ia pum menekan tombol untuk memanggil perawat.
Perawat dan dokter pum masuk ke ruangan ICU itu. "sebaiknya Nona tunggu di luar dulu, kami akan memeriksa pasien"
Sisil pun keluar dari ruang ICU, mamanya Alan langsung menghampiri Sisil. "Alan kenapa Sil?" ucap papanya Alan
"Alan membuka matanya ma..." Sisil memeluk tubuh ringkih ibu mertuanya itu.
"syukurlah..." mamanya Alan tak bisa berkata-kata lagi.
Mereka semua menunggu dokter dan perawat yang sedang memeriksa Alan. Mereka semua tersenyum, Alan akhirnya mau membuka matanya.
.
.
.
B e r s a m b u n g
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya gaess...
Please...like, komen dan vote ya, terima kasih yang sudah membaca 😚😚