Pertemuan tanpa sengaja, membawa keduanya dalam sebuah misi rahasia.
Penyelidikan panjang, menyingkap tabir rahasia komplotan pengedar obat terlarang, bukan itu saja, karena mereka pun dijebak menggunakan barang haram tersebut.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Akankah, Kapten Danesh benar-benar menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#3. Mahasiswa Baru•
#3
Mobil mewah berwarna merah itu, memasuki basement apartemen, tanpa merasa kesulitan, pengemudi mobil tersebut berbelok di tikungan tajam seraya terus menuruni basement yang dikhususkan untuk penghuni apartemen.
Setibanya di tempat parkir yang disediakan khusus untuk dirinya, laju mobil sedikit melambat, hingga masuk ke sela parkir tanpa kesulitan serta tanpa takut menggores dua buah mobil yang mengapitnya.
Brak!
Dengan gerakan lincah, wanita itu turun dari mobilnya, rambutnya masih terurai dengan kacamata hitam yang mempermanis penampilannya. Body semampai yang dibalut dengan celana dan jaket kulit, menambah kesan sexy, ditambah heels 10 cm membuat lenggak-lenggok tubuh wanita itu semakin menggoda.
Namun jangan pernah berani menggodanya, karena dia bukan tipe wanita yang mudah luluh dengan rayuan pria.
Dia adalah wanita yang sejak kecil dididik dengan keras layaknya anak laki-laki. Namun karena hal itu juga, ia tak pernah takut menghadapi musuh yang coba menghalangi jalannya.
Kariernya sebagai agen rahasia sangat cemerlang, ia mahir dalam ilmu bela diri, memiliki kewaspadaan sebagai bentuk perlindungan diri, serta memiliki kemampuan menggunakan senjata api yang tidak bisa di pandang sebelah mata.
Satu lagi kemampuan terbaiknya adalah skill mengemudi. Jika ia sudah duduk di belakang kemudi, tak ada satupun penjahat yang lolos dari kejarannya.
Bunyi roda koper berderit mengiringi langkah kakinya, apartemen ini adalah markas rahasia pribadinya selagi ia menjalankan misi. Karena ini jugalah maka apartemen tersebut sudah dilengkapi dengan sistem pengamanan canggih, yang sangat ia butuhkan.
Wanita itu berjalan menghampiri lemari, ia menekan tombol yang bersembunyi di sudut bawah lemari tersebut.
Perlahan lemari tersebut terbelah menjadi dua bagian, sesudahnya sebuah pintu penghubung pun terlihat jelas.
Klak!
Tit
Tit
Tit
Tit
Ia menekan tombol kombinasi pintu tersebut, kemudian membukanya perlahan. Sebuah ruangan baru kini terbuka, ruangan tersebut berisi senjata serta semua perlengkapan yang kemungkinan nanti akan digunakan selama misi berjalan.
•••
Pelataran kampus sudah ramai didatangi para mahasiswa, mobil sport berwarna biru metalic memasuki halaman kampus, pemuda yang mengendarainya melompat turun setelah mobil terparkir dengan benar.
“Wooi…!” serunya pada sekelompok mahasiswa yang tak lain dan tak bukan, adalah teman-temannya. Pemuda ini bernama Mario, putra seorang walikota.
“Weeiitss … mobil baru lagi?” cetus Tommy, pemuda ini putra salah satu cindo tajir di Jakarta.
“Yo'i…” jawab Mario.
Tommy merangkul pundak Gyn, pemuda yang satu ini selalu ditarik mendekat, karena Tommy membutuhkan otaknya yang cemerlang.
“Gyn, masih betah aja loe sama manusia modelan Dia?” tanya Mario ketika mereka bertiga melewati lorong kampus menuju kelas.
Namun Gyn hanya menaikkan ujung kacamatanya sambil tersenyum simpul. “Tuh kan, sebaik itulah sohib gue,” sesumbar Tommy.
Memang Tommy tak mau memanfaatkan Gyn secara cuma-cuma, sebagai feedback, Tommy tak pernah membiarkan Gyn kesulitan dalam kesehariannya di kampus.
Bahkan Tommy bersedia membayarkan uang makan Gyn selama sebulan penuh, ketika pemuda itu mengeluh kehabisan uang.
Perhatian mereka teralih dengan kedatangan seorang gadis cantik, pakaian mini serta rambut bercat warna-warni, membuat ia terlihat modis dan stylish.
Namun hal itu tak berlangsung lama ketika beberapa mahasiswa berlarian menuju kelas, hal itu sudah biasa, karena dosen paling killer baru saja tiba. Dan jika sang dosen sudah masuk kelas terlebih dahulu, maka bisa dipastikan yang terlambat tak bisa mengikuti kelas hari ini.
Tak hanya para mahasiswa, namun Tommy, Gyn, dan Mario pun ikut melangkah cepat.
Seketika kelas riuh, para mahasiswa berebut duduk di tempatnya masing-masing.
“Eh, siapa Loe? Main duduk aja di kursi kebesaran gue?” tanya Mario pada pria yang kini menempati tempat duduk favoritnya.
“Oh, punya kamu? Tapi setahuku ini kampus punya umum, Aku juga berhak dong.”
“Berisik Loe, minggir aja sana, males nih pagi-pagi ribut!! Bu Maria udah datang noh. Bisa di kick kalau ada yang berani ribut di kelasnya.”
Tanpa ingin banyak bicara, pria itu pun berdiri. “Eh, by the way, Loe mahasiswa baru?”
Pria itu menoleh, “hmm, transfer jurusan.”
Mario pun mengangguk, “Baek-baek deh Loe di kelas Bu Maria.”
Pria itu hanya mengangguk, kemudian pindah duduk di deretan tengah.
Dosen bernama bu Maria memasuki kelas, seperti sudah di komando, suasana kelas mendadak senyap, hanya suara nafas yang terdengar.
Seperti halnya semua dosen pada umumnya, dari penampilannya, bu Maria terlihat seperti wanita berusia 40 tahun keatas, dengan tubuh sedikit berisi. Make up di wajahnya cukup tebal, dengan lipstik merah gelap, kacamata dengan tali yang setia menggantung di lehernya membuat wanita itu terlihat seperti sosok kutu buku sejati. Sepatu datar tanpa heels, rok span longgar berwarna hitam, yang panjangnya hingga ke bawah lutut, sementara untuk atasan, ia pun memakai kemeja merah muda yang dipadu padankan dengan blazer warna maroon.
Gadis berpakaian mini serta rambut warna-warni dengan cuek memasuki kelas, mulutnya bergerak-gerak karena ia mengunyah permen karet. Seketika kedua mata bu Maria terbelalak, sepanjang 2 bulan mengajar, ini adalah kali pertama ia melihat mahasiswi tersebut.
“Pagi, Bu.” Gadis itu menyapa. Sementara bu Maria masih membeo tak sanggup berkata-kata.
“Tunggu,” cegah bu Maria. Gadis itu pun berhenti.
“Iya, Bu?”
“Nama?”
“Jesica.”
“Nama panjang?”
“Jesica Santoso.”
“Mahasiswi baru?” tanya bu Maria memastikan.
“Iya, Bu. Pindahan dari Singapura.”
Bu Maria mengangguk, kemudian meletakkan daftar nama mahasiswa yang ada di tangannya. “Hari ini, Ibu maafkan, karena kamu masih baru, tapi besok, jika kamu masuk kelas setelah Ibu. Maka kamu dianggap alfa.”
Jesica mengangguk sambil berkata, “baiklah.” Kemudian gadis itu berbalik.
“Ibu belum selesai,” ujar bu Maria Dingin.
‘Duuh berisik amat, nih orang’, Jesica membatin.
“Besok pagi, penampilan kamu harus rapi, gunakan pakaian yang sopan, Dan … “ Bu Maria menunjuk mulut Jesica yang masih sibuk mengunyah permen karet. “itu.”
Jesica buru-buru mengeluarkan permen karet dari mulutnya, kemudian membungkusnya dengan selembar tissue. “Sudah boleh duduk, Bu?”
“Silahkan.”
Jesica mengedarkan pandangan, ia melihat ada satu kursi kosong di deretan bangku tengah, kemudian ia menghampiri kursi tersebut, dan mendudukinya.
Melihat hal itu, Mario berdecak kesal, seharusnya ia tak meminta si anak baru itu pindah, sekarang jadi dia yang duduk berdekatan dengan si sexy jesica.
Tommy mengangkat tangan sebelum berbicara, “Bu …”
“Iya, Tom?” sahut Bu Maria.
“Ada satu, anak baru lagi.”
Bu Maria mengedarkan pandangannya, kedua mata tajamnya mengamati satu persatu wajah mahasiswanya. Kemudian ia membuka tablet, dan benar saja ia menemukan dua nama baru masuk dalam daftar. “Nama?” tanya bu Maria tanpa basa-basi, sekaligus memastikan, apakah namanya sama dengan daftar yang baru saja masuk ke emailnya.
“Danesh, Bu. Nama lengkap Danesh Alexander.”
“Baik, usai kelas nanti, kamu dan Jesica ke ruangan Ibu.”