Cerita ini mengisahkan sepasang suami isteri yang sudah dua tahun lamanya menikah namun tidak kunjung diberikan momongan.
Mereka adalah Ayana dan Zulfahmi.
Namun karena desakan sang ibu yang sudah sangat mendambakan seorang cucu dari keturunan anak lelakinya, akhirnya sang ibu menyarankan untuk menjodohkan Fahmi oleh anak dari sahabat lamanya yang memiliki anak bernama Sarah agar bisa berpoligami untuk menjadi isteri keduanya
Rencana poligami menimbulkan pro dan kontra antara banyak pihak.
Terutama bagi Ayana dan Fahmi sendiri.
Ayana yang notabenenya anak yatim piatu dan tidak memiliki saudara sama sekali, harus berbesar hati dengan rencana yang mampu mengguncangkan jiwanya yang ia rasakan seorang diri.
Bagaimanakah kelanjutan kisah Ayana dan Fahmi?
Apakah Ayana akan menerima dipoligami dan menerima dengan ikhlas karena di madu dan tinggal bersama madunya?
Ikuti kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pertama
"Ayana, kamu tidak apa-apa?" Tanya Bu Fatimah pada Ayana yang sedari tadi pandangannya menerawang jauh keluar sana.
"Tidak apa-apa, Ibu. Ayana hanya bersedih saja karena meninggalkan Kyai Akbar dan Umi Farida yang sudah Ayana anggap seperti orang tua kandung sendiri. Mereka begitu sangat menyayangi Ayana sedari kecil hingga sampai saat ini. Bahkan Pondok Pesantren sendiri sudah menjadi rumah bagi Ayana selama bertahun-tahun lamanya." Ayana menjelaskan sedikit perasaannya.
Ibu Fatimah menggenggam dan mengusap lembut tangan milik menantu baru nya. Ia dapat merasakan betapa sedihnya Ayana meninggalkan semuanya.
"Sudah, Bu. Biarkan saja Ayana menenangkan dirinya. Mungkin ia sedang menstabilkan emosinya karena harus pindah jauh dari Pesantren serta Kyai dan Umi." Nabila berucap untuk memberikan waktu bagi Ayana untuk beradaptasi dengan keluarga baru dan lingkungan yang baru.
Terlihat dari kaca spion, Zidan memperhatikan Ayana yang sedang mengusap air matanya menggunakan tissue.
Namun sialnya, pandangan mata Zidan dari kaca spion tertangkap oleh Ayana sendiri.
Seketika Zidan melemparkan pandangan nya kembali lurus kedepan.
***
"Nah ini rumah Ibu nak. Ini juga akan menjadi rumah kamu juga. Semoga kamu betah dan bisa cepat beradaptasi dengan keluarga ini dan lingkungan sekitar ya, nak." Ujar Bu Fatimah kepada Ayana yang sedari tadi tangannya menggandeng tangan Ayana.
"Baik, Bu." Ucap lirih dari mulut Ayana.
Nabila segera memasuki kamarnya untuk beristirahat sejenak, karena tidak lama lagi ia akan dijemput oleh suaminya. Kebetulan suaminya tidak dapat menghadiri pernikahan Fahmi dan Ayana.
Zidan turut membantu Fahmi untuk membawa beberapa koper milik Ayana untuk dibawa kedalam kamar pengantin.
"Terima Kasih, Kak. Selamat beristirahat ya." Ucap Fahmi kepada Zidan yang telah membantu membawakan koper-koper masuk ke dalam kamarnya.
"Sama-sama. Mulai sekarang kamu sudah menjadi suami bagi Ayana. Perlakukan dan bimbing Ayana dengan baik. Serta di jaga dengan baik juga. Itu pesan Kyai sebelum melepas Ayana pindah ke rumah ini." Pinta Zidan kepada adiknya.
"Siap, Kak. Terima kasih sebelumnya. Maaf telah merepotkan."
"Santai saja. Aku ke kamar ya. Ingin istirahat." Jawab Zidan yang langsung berlalu meninggalkan Fahmi didalam kamar.
Tampak Bu Fatimah mengantar Ayana menuju kamar pengantin.
"Nah ini kamar kamu nak. Ini menjadi kamar kalian. Kamar nya sudah dirapikan sama mbak Lusi pembantu rumah ini. Sudah rapi dan harum kan?" Ucap Bu Fatimah dengan lembut, nampak ia bahagia sekali memiliki menantu baru yang sangat cantik dan sholehah.
"Terima kasih banyak, Ibu. Mohon maaf jika Ayana telah merepotkan seisi rumah ini." Jawab Ayana sungkan.
"Tidak apa-apa, nak. Ya sudah Ibu ke kamar ya, ingin istirahat. Kalian juga istirahat ya nak. Selamat malam." Jawab Bu Fatimah seraya meninggalkan Ayana dan Fahmi di dalam kamar.
"Tolong pintunya ditutup dan dikunci ya isteriku." Perintah Fahmi yang sedari tadi sudah duduk menanti Ayana.
Fahmi rupanya telah membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian santai.
"Baik, Mas." Ayana segera melaksanakan perintah suaminya.
Dengan langkah pelan Ayana meletakkan tas jinjing yang telah ia bawa di atas meja.
"Kamu bersihkan tubuhmu ya, supaya lebih segar." Perintah Fahmi kembali.
Ayana mengangguk dan mengiyakan perintah Fahmi.
*
Ayana telah keluar dari kamar mandi dengan menggunakan dress silky berwarna putih. Entah dari mana Ayana mempunyai pakaian seperti itu.
Dengan rambut tergerai panjang sebahu menambah kecantikan Ayana semakin sempurna.
Fahmi yang sedang asyik dengan ponselnya seketika dibuat terkejut melihat kecantikan wanita dihadapan nya itu.
Mata Fahmi membulat tak berkedip.
"Maaf ya, Mas. Aku pakai pakaian seperti ini. Aku tidak pantas ya? Kalau tidak pantas aku akan menggantinya kembali." Ucap Ayana dengan rasa kurang nyaman karena Fahmi melihatnya dengan sedikit mata membulat lebar, yang dikira Ayana bahwa Fahmi marah dan tidak menyukai pakaian yang telah ia kenakan.
"Eh tidak perlu diganti Isteriku, kamu sangat cantik sekali. Aku sampai tidak mengenali jika itu adalah kamu. Jujur kamu sangat cantik. Aku suka kamu berpakaian seperti ini. Tapi hanya khusus buatku saja ya." Goda Fahmi pada Ayana.
Ayana tersipu malu dengan tubuh masih mematung di depan ranjang.
"Sini sayang." Fahmi memerintahkan Ayana untuk mendekatinya seraya menepuk-nepuk kasur pada ranjangnya.
Ayana langsung menghampiri Fahmi yang telah duduk bersandar di ranjang sedari tadi.
Setelah Ayana duduk disebelah Fahmi, Fahmi segera menggeserkan tubuhnya lebih mendekat ke tubuh Ayana.
Fahmi meraba tangan Ayana dengan lembut. Fahmi dan Ayana sama-sama sudah bersandar di ranjang dengan sandaran bantal empuk.
"Ayana."
"Iya, Mas."
"Enaknya aku panggil kamu apa ya? Apakah Dek saja? Atau Ayank saja?" Ucap Fahmi dengan wajah bingung karena sampai saat ini ia belum menemukan panggilan yang cocok untuk isterinya.
"Terserah kamu saja, Mas. Senyamannya kamu saja." Jawab Ayana dengan sedikit tersenyum hingga mempertontonkan deretan gigi putihnya yang bersih.
"Aku panggil Dek saja ya. Usia kamu juga jauh kan dibawah aku?" Ujar Fahmi.
Ayana mengangguk tanda mengiyakan.
"Oh iya,Dek. Kalau aku boleh tahu. Usia kamu berapa?" Fahmi bertanya dengan penasaran.
"Dua puluh tahun, Mas." Sahut Ayana dengan santun.
"Berarti kita berbeda lima tahun ya, Dek." Jawab Fahmi kembali.
"Memangnya Mas Fahmi dua puluh lima tahun ya?" Ayana mulai memberikan sedikit pertanyaan kepada suaminya.
Fahmi mengangguk cepat.
"Iya, Dek." Fahmi terus memandangi wajah cantik Ayana.
Ayana melirik kearah Fahmi. Keduanya saling berpandangan.
Tangan Fahmi mengusap lembut pipi halus Isterinya.
Ayana menjadi tersipu malu mendapat perlakuan dari Fahmi.
Wajah Fahmi semakin mendekat ke wajah Ayana. Hembusan nafas keduanya saling bertabrakan. Terasa hangat dan mulai memburu.
Jantung Ayana berdetak sangat kencang, karena memang belum pernah ada laki-laki yang menyentuh dirinya.
Ayana adalah gadis yang benar - benar masih bersih dari sentuhan laki-laki.
Jarak keduanya hanya tinggal dua centi saja.
Fahmi mendaratkan c*uman pertamanya untuk Isterinya.
B*bir mereka saling bertautan.
Fahmi mel*mat lembut b*bir Isterinya.
Tidak ada penolakan dari Ayana. Karena memang sudah menjadi kewajiban Ayana untuk melayani suaminya.
Fahmi langsung meraba tengkuk Ayana dengan masih mel*mat. Nafas keduanya telah memburu.
Kaki Fahmi melingkarkan tangannya ke tubuh Ayana. Sampai pada akhirnya Fahmi dapat memeluk erat Isterinya dengan c*uman yang masih membara.
"Dek, apakah kamu sudah siap untuk melakukannya untukku?" Tanya Fahmi pada Ayana dengan tatapan yang penuh harapan.
Mata Ayana menatap manik mata Fahmi dengan lekat.
Ayana mengangguk.
" Iya, Mas. Aku siap."
Mendapat jawaban dari Ayana, Fahmi langsung meraup kembali b*bir ranum Ayana.
Tangan Fahmi mulai bergerilya menuju area-area yang lain pada tubuh Ayana.
Keduanya sangat menikmatinya.
"Dek, siap? Tahan ya! Ini akan sakit. Tapi lama-lama sakitnya akan hilang." Fahmi memberikan aba-aba.
Ayana telah siap dengan jantung yang teramat berdebar-debar karena baru pertama kalinya ia melakukan hal seperti ini.
Fahmi mencoba untuk menjebol benteng pertahanan Ayana yang sangat sulit. Butuh beberapa kali untuk meruntuhkannya.
"Awww sakit, Mas. Pelan-pelan." Rintih Ayana yang telah merasakan sakit pada area int*mnya.
"Tahan ya, sayang. Nanti lama-lama enak kok." Jawab Fahmi dengan terus mencobanya.
"Memang Mas pernah melakukannya? Kok bisa bilang ini enak?" Ayana mulai menyelidiki.
"Belum pernah, Sayang. Hanya dengar kata orang-orang saja." Jawab Fahmi kemudian.
Fahmi terus mencobanya.
Dan akhirnya benda kerasnya mampu menembus dinding pertahanan milik Ayana.
"Ahhhh sakit, Mas." Ayana merintih kesakitan karena tubuhnya serasa dibelah oleh benda keras.
Fahmi berhenti sejenak. Lalu ia langsung mel*mat kembali b*bir Ayana untuk meredakan rasa sakit pada area int*m Ayana.
Namun pelan-pelan Fahmi menggerakannya dengan tempo yang sangat lambat, karena masih mengimbangi rasa sakit yang didera oleh Ayana.
L*matan b*bir keduanya masih saling bertaut, karena rupanya sembari berc*uman dapat meredakan rasa sakit dan menambah rasa nikmat pada gerakan temponya.
Fahmi masih dengan tempo yang pelan.
"Gerak sedikit cepat, Mas." Pinta Ayana.
Mendapat perintah dari Ayana, Fahmi semakin tertantang dan menggerakan p*nggulnya lebih cepat.
"Ahhhh." Desahan Ayana terdengar pada telinga Fahmi. Membuat Fahmi semakin bergairah. Pertanda bahwa Ayana sudah sangat menikmatinya.
"Lebih cepat lagi, Mas. Ini enak." Perintah Ayana kembali.
"Enak kan, Sayang?" Tanya Fahmi pada Isterinya yang sudah memejamkan matanya.
Ayana mengangguk pasrah.
"Iya,Mas. Enak sekali. Lebih cepat lagi, Mas."
Fahmi langsung menggerakan p*nggulnya dengan tempo yang sangat cepat, membuat ranjang turut bergerak menyaksikan sepasang pengantin baru yang sedang dimabuk asmara.
Akhirnya Ayana melepaskan pelepasan pertamanya. Dan disusul lah oleh Fahmi.
"Ahhhhh." Desah keduanya berbarengan.
"Jangan dilepas, Mas. Biarkan tetap seperti ini." Perintah Ayana.
Terasa hangat c*iran keduanya saling bertemu didalam sana.
Fahmi telah melepaskan benih pertamanya pada rahim Isterinya.
"Dek, terima kasih ya."