NovelToon NovelToon
Dipoligami Karna Tak Kunjung Hamil

Dipoligami Karna Tak Kunjung Hamil

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Poligami / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mahkota Pena

Cerita ini mengisahkan sepasang suami isteri yang sudah dua tahun lamanya menikah namun tidak kunjung diberikan momongan.
Mereka adalah Ayana dan Zulfahmi.
Namun karena desakan sang ibu yang sudah sangat mendambakan seorang cucu dari keturunan anak lelakinya, akhirnya sang ibu menyarankan untuk menjodohkan Fahmi oleh anak dari sahabat lamanya yang memiliki anak bernama Sarah agar bisa berpoligami untuk menjadi isteri keduanya
Rencana poligami menimbulkan pro dan kontra antara banyak pihak.
Terutama bagi Ayana dan Fahmi sendiri.
Ayana yang notabenenya anak yatim piatu dan tidak memiliki saudara sama sekali, harus berbesar hati dengan rencana yang mampu mengguncangkan jiwanya yang ia rasakan seorang diri.
Bagaimanakah kelanjutan kisah Ayana dan Fahmi?
Apakah Ayana akan menerima dipoligami dan menerima dengan ikhlas karena di madu dan tinggal bersama madunya?
Ikuti kisahnya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hanya Kelelahan

"Bagaimana dokter dengan kondisi menantu saya?" Bu Fatimah menanyakan kondisi terkini menantunya, Ayana.

"Saudari Ayana baik-baik saja, Bu. Hanya saja kondisinya sedikit menurun karena kelelahan dan kurang tidur sepertinya. Usahakan jangan telat makan dan banyak beristirahat ya." Sang dokter pun menjawabnya.

"Baik, dokter. Apapun segera lakukan dok supaya menantu saya segera sembuh dan cepat kembali pulang ke Rumah." Perintah Bu Fatimah, ia menginginkan Ayana lekas sembuh dan segera pulang sebelum Fahmi lepas tugas dari pekerjaannya sebagai Pilot di salah satu Maskapai ternama di Indonesia ini.

"Baik, Bu. Boleh segera selesaikan ke bagian administrasinya ya." Jeda. "Apakah Bapak suami dari Saudari Ayana?" Tanya dokter pada Zidan.

Zidan membisu dan langsung melirik ke arah sang Ibu.

"Iya, dokter. Nanti akan segera diselesaikan oleh anak saya." Sahut Bu Fatimah dengan segera dan mengedipkan mata ke arah Zidan.

"Baik Ibu, Bapak. Kalau begitu saya izin pamit. Nanti kalau terjadi apa-apa, boleh tekan tombol alarm saja. Terima kasih." Jawab Sang dokter yang langsung berlalu meninggalkan Zidan dan Ibu Fatimah.

"Bu!" Protes Zidan.

"Sudah sana, sementara kamu kalau ditanya mengaku saja kalau kamu adalah suami dari Ayana. Supaya prosesnya dipercepat. Kamu ke bagian administrasi ya sekarang." Perintah Sang Ibu pada Zidan.

Zidan tampak menggaruk - garukkan kepalanya yang tidak gatal.

Ia berlalu menuju kasir untuk menyelesaikan administrasinya.

***

"Alhamdulillah, Nak. Kamu sudah sedikit cerah wajahnya. Ayo kamu harus sembuh sebelum Fahmi pulang ke Rumah." Bu Fatimah memberikan semangat kepada Ayana.

Ayana kini telah terbaring di ranjang Rumah Sakit.

"Iya, Ibu." Jawab Ayana dengan kondisi masih lemas.

"Ya sudah kalau begitu Ibu izin pamit pulang sebentar ya, Nak. Kamu di jaga oleh Zidan tidak apa-apa kan? Kalian kan sudah saling kenal sejak kecil." Ujar Sang Ibu.

"Tapi, Bu. Aku ada jadwal mengajar di kampus." Zidan menolak untuk menemani Ayana karena ada jadwal mengajar di Kampus dimana ia bekerja.

"Sudah, izin dulu sehari saja, Zidan. Disini kan kamu yang bertanggungjawab mengaku sebagai suami Ayana." Ucap Sang Ibu.

Zidan langsung menoleh ke arah Ayana. Ayana pun mengernyitkan dahi nya tanda tidak paham dengan apa yang dimaksud sang Ibu Mertua.

Zidan menggeleng-gelengkan kepalanya dan menunduk malu pada Ayana.

"Ya sudah Ibu pulang dulu. Assalamu'alaikum." Bu Fatimah berlalu dan keluar dari ruangan kamar dimana Ayana dirawat.

"Wa'alaikumsalam."

"Kak Zizid! maksud Ibu tadi apa ya, kak?" Ayana bertanya karena penasaran.

Zidan langsung duduk dikursi sebelah ranjang Ayana.

"Jadi begini Za, tadi dokter menanyakan suami kamu. Terus dengan cepat Ibu langsung bilang kalau aku ini suami kamu. Karena supaya proses disegerakan. Harap maklum ya, Za. Ibu memang suka begitu!" Zidan menjelaskan secara detail kepada Ayana supaya tidak terjadi salah paham.

Ayana pun mengangguk dan tersenyum simpul.

"Kok malah senyum?" Tanya Zidan.

"Lucu aja, Kak. Ada-ada saja deh. Ya sudah kalau begitu tidak apa, kak. Kan hanya sementara." Jawab Ayana.

Zidan pun membalas senyuman Ayana.

"Syafakillah ya, Za. Supaya nanti Fahmi sampai Rumah kamu sudah sehat. Kata dokter kamu kelelahan dan kurang tidur. Memang kamu diajak lembur terus ya?" Zidan bertanya dengan nada sedikit meledeknya.

Ayana memutarkan kedua bola matanya, enggan sekali ia menjawab pertanyaan Zidan.

"Apa sih, Kak? Memang sudah saatnya sakit saja." Jawab Ayana yang langsung membuang wajahnya untuk mengalihkan pandangannya dari penglihatan Zidan.

"Za, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu. Boleh kah?" Tanya Zidan.

Ayana menolehkan pandangannya kembali ke arah Zidan tanpa ekspresi.

"Apa?"

"Kamu mengapa menerima pinangan Fahmi? Sedangkan sebelumnya kamu tidak mengenalnya." Zidan mencoba menanyakan apa yang menjadi beban pikirannya.

Ayana menghembuskan napas panjangnya.

"Kak, semua itu sudah di atur sama Allah. Tinggal bagaimana kita menjalani nya. Aku menerima bang Fahmi karena memang dia adalah sosok yang dikirim Allah untukku." Jawab Ayana menjelaskan.

"Andaikan waktu itu aku yang melamar kamu. Apakah kamu menerima aku?" Zidan mencoba menggali jawaban pada Ayana.

"Kalau memang saat itu kamu yang melamar aku, aku akan menerimanya. Itu pertanda kalau kamu lah jodohku yang dikirim Allah." Jawaban Ayana membuat hati Zidan teriris.

Andai saat itu ia tidak mengajak Fahmi, mungkin dirinya lah yang akan bertemu lebih dulu dan bisa dengan segera melamar Ayana.

Terlihat urat kesedihan di wajah Zidan. Ia tidak melanjutkan pembicaraannya dengan Ayana.

Ayana menangkap kesedihan dibalik senyuman Zidan.

"Kak."

Zidan menoleh kearah Ayana.

"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan takdir Allah, Kak. Kalau memang kita berjodoh, suatu saat nanti Allah pasti akan mempersatukan kita. Percayalah akan janji Allah, Kak. Akan tetapi kalau kita di takdirkan tidak berjodoh, seusaha apapun kita tidak akan pernah bersatu." Ayana menyunggingkan senyumannya untuk menguatkan hati Zidan.

Zidan membalas senyuman Ayana.

***

"Hallo, jam berapa Ibu ke Rumah Sakit lagi?" Tanya Zidan dalam panggilan telponnya.

"Maaf, Zidan. Ibu belum bisa ke Rumah Sakit dulu. Masih menyelesaikan pekerjaan rumah dan ada sedikit urusan. Kamu tolong jaga Ayana dulu, Zid." Perintah sang Ibu.

"Baiklah, Bu." Zidan menjawab singkat, karena percuma jika ia banyak berbicara tidak akan pernah menang juga jika sudah berurusan dengan Sang Ibu.

Ayana yang sedari tadi memperhatikannya langsung mengerti dengan gelagat Zidan.

"Kak Zizid, kalau kakak ingin pulang. Silahkan pulang saja. Aku tidak apa-apa ditinggal." Pinta Ayana pada Zidan.

Seketika Zidan menoleh ke arah Ayana dan berjalan menuju Ayana.

"Tidak, Za. Aku harus tetap menjaga kamu disini. Aku tidak bisa membiarkan kamu sendiri. Lagi pula aku tidak akan tega." Jawab Zidan meyakinkan.

Ayana pun tersenyum.

"Kak Zizid, aku tidak apa sendirian pun. Kakak butuh istirahat. Kasihan kakak belum istirahat. Nanti yang ada kakak malah turut sakit juga." Ayana memberikan penjelasan.

"Kalau aku sakit, apakah kamu mau merawat aku?" Tanya Zidan pada Ayana.

"Tidak lah kak, aku tidak bisa merawat kamu. Nanti ibu yang akan merawat kamu. Kita kan bukan mahrom." Jelas Ayana kembali.

Zidan menghembuskan nafas panjangnya.

"Ya sudah kalau begitu. Aku istirahat disini saja boleh, Za?" Pinta Zidan pada Ayana untuk beristirahat di Sofa dekat ranjang Ayana. Masih dalam satu ruang.

"Boleh dong, Kak. Silahkan!"

"Baiklah kalau begitu. Aku beristirahat dulu ya, Za. Nanti kalau ada perlu bangunkan aku saja." Perintah Zidan yang sudah sangat mengantuk.

"Baik, Kak Zizid. Selamat beristirahat ya."

Zidan langsung membaringkan tubuhnya pada sofa sebelah ranjang Ayana.

Kedua bola matanya sudah sangat lelah sekali.

Ayana membiarkan Zidan untuk beristirahat, karena memang Zidan membutuhkan mengistirahatkan tubuhnya.

(Kak Zid, andai kamu yang lebih dulu bertemu dengan ku. Mungkin kini aku sudah menjadi isterimu. Maafkan aku ya, Kak. Aku akan terus menyayangimu sebagai kakakku. Aku rindu denganmu yang dulu kak)

*

Jam menunjukan pukul satu malam. Perut Ayana rupanya terasa lapar. Namun ketika ia hendak mengambil beberapa makanan di atas meja. Tangannya sangat sulit untuk menjangkaunya. Ia terpaksa harus bangun dari posisi tidurnya dan menurunkan kedua kakinya untuk menapak sedikit agar jangkauannya sampai pada tujuannya, yaitu mengambil makanan diatas meja.

Ia berusaha untuk mengambil sendiri walau kakinya masih terasa berat dan lemas. Ia tidak ingin membangunkan dan mengganggu Zidan yang tampak tertidur dengan pulasnya.

Meja makanannya tepat disebelah sofa dimana Zidan beristirahat.

Ketika tangan Ayana ingin meraih makanan, dengan tiba-tiba saja seketika kaki Ayana terasa sangat lemas dan tidak berdaya.

Tanpa berpegangan dengan benda lainnya membuat tubuh Ayana terhuyung dan akhirnya jatuh menimpa tubuh Zidan yang sedang terlelap di sofa.

Brukkkk!!!

Sontak Zidan terbangun dan terkejut mendapati tubuh Ayana sudah berada diatas tubuhnya dengan posisi menindihi tubuhnya.

Zidan memandang Ayana, begitu juga sebaliknya. Keduanya menjadi saling pandang dan menjadi salah tingkah.

"Maaf, Kak Zid. Kaki aku lemas sekali."

1
♡Ñùř♡
kmu kurang garcep sih,mk nya keduluan fahmi😁
Mahkota Pena: hihihi iya nih 😁
total 1 replies
♡Ñùř♡
aku mampir thor...
Mahkota Pena: thank you yaa.. semoga terhibur dengan alur ceritanya ☺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!