Jalan buntunitulah yang Vania rasakan. Vania adalah gadis muda berusia 17 tahun, tapi takdir begitu kejam pada gadis muda itu. Di usianya yang belia dia harus menikahi kakak iparnya yang terpaut usia 12 tahun di atasnya karena suatu alasan.
Saat memutuskan menikah dengan kakak iparnya, yang ada di fikiran Vania hanya satu yaitu membantu Papanya. Meski tidak menginginkan pernikahan itu, Vania tetap berharap Bagas benar-benar jodohnya. Setelah menikah dengan Kakak Iparnya ternyata jauh dari harapan Vania.
Jalan berduri mulai di tempuh gadis remaja itu. Di usia yang seharusnya bersenang-senang di bangku sekolah, malah harus berhenti sekolah. Hingga rahasia besar terkuak. Apakah Vania dan Bagas berjodoh? Yok simak kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tindek_shi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan Menyakitkan
Setelah Vania berlalu memasuki kamar yang memang di sediakan khusus untuk CEO di kantor itu. Bagas kembali duduk dan di lihatnya Jeremy tersenyum padanya lalu tertawa pada Bagas.
"Apa Lu? Kenapa senyum-senyum sendiri begitu? Lu ngak salah makan obatkan Jem?" tanya Bagas heran.
"Apa gua bilang Bagas-bagas!" kata Jeremy seraya berdiri dari duduknya dan mendekat ke meja sahabatnya.
"Belum juga dua bulan kejadian Lu mengabaikan Vania di rumah sakit Lu udah bucin aja sama istri sirih lu. Sampai nyuru Vania kesini untuk menemani kamu. Malah buat-buat alasan kangen." Tawa bahagia Jeremy mengikuti perkataannya.
"Lu jangan sia-siain gadis semanis Vania. Kalau lu cuman mau menyakiti dia, maka lu jangan nyesel kalau suatu saat nanti dia di ambil orang! Ingat Bagas, gadis sebaik dan sesholehah Vania banyak yang mau Bagas!" peringat Jeremy pada Bagas.
Bagas hanya tersenyum mengangguk dan memainkan sandiwaranya dengan sangat apik.
"Iya gua sangat berterima kasih ke lu Jem! Karena lu udah ingatin seberapa berharganya istri kecil gua yang manis." kata Bagas pada Jeremy.
"Yaudah Sob! Gua mau pergi dulu, itu kayaknya ada yang udah ngak tahan karena bidadari nya udah datang." canda Jeremy yang di sambut tawa Bagas.
"Tahu aja lu Jem!"
Setelah Jeremy keluar dari ruangan Bagas, Bagas menelepon sekretarisnya.
"Luna, tolong pesankan makan siang untuk saya dan istri saya. Seperti biasa, saja!" perintah Bagas melalui jaringan teleponnya.
Tanpa Bagas ketahui di dalam kamar Bagas ada komputer yang bisa di hidupkan dan terhubung dengan saluran internet. Tangis Vania menggugu melihat apa yang dia sangka ternyata salah besar. Papanya sudah mulai melalang buana di dunia bisnis dan perusahaan juga sudah stabil. Bahkan Bagas di puji-puji sebagai mantan menantu yang berhati malaikat karena tetap mau bekerja sama dengan perusahaan mantan mertuanya yang hampir gulung tikar.
Sudah hampir dua bulan Vania terjebak dengan Bagas. Dan Papa sama sekali tidak ada niatan menjemput Vania, meski Papa sudah sadar 1 minggu sejak pernikahan Vania berlalu.
Fakta lain yang membuat tangan Vania semakin bergetar adalah secara tidak sengaja di menjatuhkan beberapa berkas di meja kerja dalam kamar Bagas. Di sana ada kesepakatan jika Vania memang di tukar dengan uang dan saham oleh Mama Vio pada Bagas dan keluarganya.
Vania segera merapikan berkas itu terburu-buru saat Bagas memanggilnya dari luar. Setelah mematikan komputer dan merapikan dokumen yang terjatuh tadi Vania segera menghapus air matanya.
Meski kenyataan menyakitkan ini dia ketahui tapi Vania merasa masih kurang bukti. Dia akan memanfaatkan waktu keluarnya yang di suruh Bagas ke kantor. Untuk mencari kebenaran semua hal itu.
"Hei, Wanita murahan ayo makan dulu! Ingat lo harus punya tenaga agar bisa ngelayanin gua. Gua ngak mau lu mati gara-gara lemes ngak makan. Walaupun kalau Lu mati juga ngak akan ada yang sedih! Bahkan kedua orang tua lu aja ngejual lu demi uang apalagi orang lain." omel Bagas begitu Vania keluar dari kamarnya.
Meski Bagas melihat ada gelagat lain dari istrinya tapi dia tidak ambil pusing. Mau bagaimana lagi, menurut Bagas wajah Vania memang selalu melambangkan sejuta luka, tentu setelah menikah dengan Bagas.
Vania memakan makanannya dalam diam, tidak ada percakapan di antara keduanya. Hingga Bagas memecahkan keheningan dengan perkataan.
"Besok, Gua mau ke Jepang. Ada perjalanan bisnis dan Lu harus ikut sama Gua!" kata Bagas tanpa menatap Vania sama sekali.
"Tapi kamu jangan ge er dulu! Saya mengajak kamu ikut ke Jepang, tentu karena tugas malam kamu yang tetap harus kamu kerjakan selama Saya di Jepang!" kata Bagas dengan ucapan formal.
Vania cukup kaget Bagas berkata formal padanya. Tapi meski begitu Vania merasa hatinya sedikit menghangat. Perkataan Bagas terlihat jauh lebih manis sangat menggunakan kata formal padanya terlebih nada suara Bagas tadinyang terdengar sangat berusaha keras untuk tidak canggung.
"Setelah makan, kamu tunggu saya di kamar dengan pakaian kamu yang seharusnya. Satu lagi Sqya mengubah panggilan saya ke kamu hanya karena takut nanti kariawan saya mebdengar pembicaraan kita!" kata Bagas beralibi.
Vania hanya menganggukkan kepalanya. Setelah membereskan bekas makanan dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di ruangan Bagas. Bqgas meminta Vania langsung ke kamarnya.
Setibanya di kamar Vania memandang kosong ke depan. Dia bingung harus bagaimana, kenyataan pahit yang di sangka hanya cacian ternyata adalah benar adanya. Dia benar-benar di jual oleh orang tuanya.
Saat Vania merenungkan nasipnya ternyata alam seolah tidak bersahabat dengannya terbukti Bagas langsung masuk ke kamar pribadinya di kantor. Melihat sang istri sudah menggunakan pakaian yang sangat mengganggu jiwa kelelakiannya membuat Bagas tidak sanggup menganggurkan Vania.
Vania sama sekali tidak menolak dia nenerima setiap sentuhan kasar sang suami padanya. Hingga 3 jam berlalu dan Bagas menyelesaikan pertarungan keduanya.
"Mas..."
Plak
Satu tamparan mendarat keras di pipi putih Vania yang langsung memerah bekas jari. Vania tidak menangis tapi matanya berkaca-kaca seraya menunggu ucapan selanjutnya.
"Lu jangan kelewatan ya murahan! Lu tu ngak lebih dari wanita panggilan yang gua beli dan bayar! Jangan coba-coba panggil gua Mas lagi kalau hanya kita berdua ataupun di rumah. Ingat, lu paham ngak?"
Vania meringis menahan sakit pada rambutnya yang sekarang di jambak oleh Bagas. Vania menggeliat menahan rasa tidak pada nyaman tubuhnya selain sakut karena siksaan tangan Bagas dia juga tidak nyaman karena sang suami masih menyatu dengan dirinya.
"Oh, ternyata dirimu memang tidak salah aku panggil wanita murahan. Bahkan..." perkataan Bagas terpotong oleh perbuatannya sendiri.
Sedangkan Vania membiarkan air matanya mengalir deras di bawah kukungan sang suami. Dia menatap dalam wajah Bagas yang sekarang terlena oleh kenikmatan surgawi. Vania menangis karena lagi-lagi dia yang mengalami hal ini. Bayangan kelam bertahun-tahun silam masih basah di ingatannya dan sekarang orang tuanya menjebak Vania bersama suami bertampang malaikat bertingkah layaknya iblis seperti Bagas.
Setelah menyelesaikan hasratnya pada Vania, Bagas tertidur di samping Vania. Vania tertatih bangkit dan memakai gamisnya cepat. Dia tidak punya banyak waktu. Vania mengbuat beberapa kode di komputer bagas lalu dia menulis email pada sahabatnya yang jauh di negeri seberang.
To Aisyah.
Sahabat ku, aku tidak tahu kabar apa yang beredar tentangku di sekolah kita. Tapi aku di sini dalam masalah besar, aku belum mau menemui Aunty dan Uncle. Tolong kirimkan pesan ini pada kak Ibra yang sekarang berada di Jepang. Besok aku akan ke Jepang dan tolong cek penerbangan atas nama Bagas Pranaja Mahawira.
Katakan pada Kak Ibra jika aku butuh pertolongan darinya. terima kasih sahabatku.
~Vania
Setelah itu Vania segera mematikan komputer sang suami. Vania bergegas ke kamar mandi membersihkan diri. Terlebih tadi Bagas menyuruhnya segera pulang jadi Vania akan segera bergegas pergi dari kantor dan tentunya juga akan mengambil kesempatan ini untuk mengungkap yang sebenarnya terjadi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jauhkan Hamba dr siksa neraka spt ini ya Tuhan