NovelToon NovelToon
Rissing Sun

Rissing Sun

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Epik Petualangan / Dunia Lain / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:564
Nilai: 5
Nama Author: Vidiana

Ketegangan antara Kerajaan Garduete dan Argueda semakin memuncak. Setelah kehilangan Pangeran Sera, Argueda menuntut Yuki untuk ikut dikuburkan bersama suaminya sebagai bentuk penghormatan terakhir. Namun, Pangeran Riana dengan tegas menolak menyerahkan Yuki, bahkan jika itu berarti harus menghadapi perang. Di tengah konflik yang membara, Yuki menemukan dirinya dikelilingi oleh kebohongan dan rahasia yang mengikatnya semakin erat pada Pangeran Riana. Setiap langkah yang ia ambil untuk mencari jawaban justru membawanya semakin jauh ke dalam jebakan yang telah disiapkan dengan sempurna. Di sisi lain, kerajaan Argueda tidak tinggal diam. Mereka mengetahui ramalan besar tentang anak yang dikandung Yuki—anak yang dipercaya akan mengubah takdir dunia. Dengan segala cara, mereka berusaha merebut Yuki, bahkan menyusupkan orang-orang yang berani mengungkap kebenaran yang telah dikubur dalam-dalam. Saat pengkhianatan dan kebenaran saling bertabrakan, Yuki dihadapkan pada pertanyaan terbesar dalam hidupnya: siapa yang benar-benar bisa ia percaya? Sementara itu, Pangeran Riana berusaha mempertahankan Yuki di sisinya, bukan hanya sebagai seorang wanita yang harus ia miliki, tetapi sebagai satu-satunya cahaya dalam hidupnya. Dengan dunia yang ingin merebut Yuki darinya, ia berjuang dengan caranya sendiri—menyingkirkan setiap ancaman yang mendekat, melindungi Yuki dengan cinta yang gelap namun tak tergoyahkan. Ketika kebenaran akhirnya terbongkar, akankah Yuki tetap memilih berada di sisi Pangeran Riana? Atau apakah takdir telah menuliskan akhir yang berbeda untuknya? Dalam Morning Dew V, kisah ini mencapai titik terpanasnya. Cinta, pengkhianatan, dan pengorbanan saling bertarung dalam bayang-bayang kekuasaan. Di dunia yang dipenuhi ambisi dan permainan takdir, hanya satu hal yang pasti—tidak ada yang akan keluar dari kisah ini tanpa luka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23

Dengan penuh semangat, mereka mulai bekerja—menakar tepung, mencampur ragi, dan menguleni adonan dengan tangan. Yuki merasa rileks dengan gerakan berulang saat menguleni, seakan beban pikirannya sedikit berkurang.

“Apa Pangeran Riana suka roti manis?” tanya Nayla tiba-tiba, membuat Yuki berhenti sejenak.

Yuki mengernyit, berpikir. “Aku… tidak yakin. Tapi dia selalu memakannya saat aku menyajikannya.”

Nayla mengangkat alis, tersenyum penuh arti. “Kalau begitu, mungkin dia hanya ingin menyenangkanmu.”

Yuki menatap adonan di tangannya, merenungkan kata-kata Nayla. Memang benar, setiap kali dia membuat sesuatu, Pangeran Riana selalu memakannya tanpa banyak bicara.

“Aku tidak tahu apakah itu karena dia ingin menyenangkanku atau karena dia hanya tidak ingin membuatku kecewa,” gumam Yuki pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

Nayla tertawa kecil sambil menepuk tangan untuk membersihkan sisa tepung di jemarinya. “Laki-laki seperti mereka sulit ditebak. Tapi jika dia benar-benar tidak menyukainya, dia tidak akan repot-repot menghabiskannya. Apalagi Pangeran Riana, bukan?”

Yuki menghela napas, menyadari ada benarnya juga. Pangeran Riana bukan tipe pria yang melakukan sesuatu hanya untuk menyenangkan orang lain—kecuali jika itu sejalan dengan keinginannya sendiri.

Nayla menyeringai jahil. “Kalau begitu, coba buat sesuatu yang dia benar-benar benci. Lihat apakah dia tetap memakannya atau tidak.”

Yuki mendelik geli. “Aku tidak sejahat itu.”

Mereka berdua tertawa kecil, melanjutkan pekerjaan mereka dengan suasana yang lebih ringan.

Aroma manis dari kue yang baru dipanggang menguar di udara, memenuhi seluruh dapur dengan kehangatan yang menggoda selera. Yuki berdiri di depan panggangan, mengintip melalui kaca kecil di pintunya. Matanya berbinar puas melihat adonan yang mengembang sempurna dengan warna keemasan yang menggoda.

Di sebelahnya, Nayla tersenyum tipis sambil membersihkan tangannya dengan celemek. “Kau mau pergi ke tepi hutan untuk mencari raspberry?” tawarnya santai.

Yuki menoleh, sedikit terkejut, tapi kemudian mengangguk setuju. “Itu ide yang bagus.”

Nayla segera mengambil dua keranjang rotan kecil yang tergantung di dinding dapur, lalu menyerahkan salah satunya kepada Yuki. Tanpa ragu, Yuki menerimanya, merasakan anyaman kasar yang kokoh di tangannya.

Mereka melangkah keluar melalui pintu belakang dapur, disambut oleh udara sore yang sejuk. Sinar matahari yang mulai meredup menciptakan kilauan lembut di atas dedaunan hijau yang tumbuh di sepanjang taman belakang. Jalan setapak dari batu-batu kecil mengarah ke sebuah gerbang kayu sederhana yang terbuka, membawa mereka ke jalan tanah yang dikelilingi rerumputan liar.

Suara langkah kaki mereka berpadu dengan kicauan burung yang masih terdengar, menciptakan harmoni alami yang menenangkan. Yuki berjalan di samping Nayla, sesekali mengagumi bunga-bunga liar yang tumbuh di tepi jalan.

Angin sore yang sejuk berembus lembut, menggoyangkan dedaunan di sepanjang jalan setapak yang mereka lalui. Cahaya matahari yang mulai meredup menembus celah-celah pepohonan, menciptakan pola bayangan yang menari di tanah. Yuki menggenggam erat keranjang rotan di tangannya, sesekali melirik ke arah Nayla yang berjalan di sampingnya dengan langkah ringan.

“Aku sering datang ke sini saat baru tinggal disini ketika masih kecil,” kata Nayla, suaranya terdengar lembut di antara gemerisik daun. “Dulu aku tidak terlalu mengenal siapa pun di rumah itu, jadi aku mencari tempat sendiri untuk menenangkan diri.”

Yuki mengangguk mengerti. “Dan sekarang?”

Nayla tersenyum. “Sekarang, tempat ini hanya menjadi salah satu bagian dari hariku. Aku sudah terbiasa dengan kehidupan disini.”

Mereka tiba di tepi hutan, di mana semak-semak rendah yang dipenuhi buah raspberry tumbuh subur. Yuki berjongkok, jemarinya dengan hati-hati memilih buah-buah yang sudah matang sebelum memasukkannya ke dalam keranjang.

Suara gemeresak kasar terdengar dari balik pepohonan, seolah sesuatu tengah bergerak di antara dedaunan yang rimbun. Yuki, yang tengah sibuk dengan keranjangnya, refleks mendongak, matanya mencari-cari sumber suara di antara cabang-cabang tinggi.

“Apa itu?” tanyanya pelan, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu bercampur waspada.

Nayla, yang berdiri tak jauh darinya, ikut mengangkat wajah, matanya menyipit saat menelusuri dedaunan yang bergoyang. “Biasanya banyak burung di sini,” katanya, masih berusaha menemukan gerakan di antara ranting-ranting.

Namun, bukan seekor burung yang mereka lihat.

Di balik salah satu pohon besar, berdiri sosok seorang pria. Rambutnya putih susu, kontras dengan kulitnya yang pucat seolah tak pernah tersentuh matahari. Pakaian yang dikenakannya sederhana, namun angin yang bertiup membuat jubahnya berkibar lembut, memberi kesan misterius pada keberadaannya.

Nayla tersentak mundur, wajahnya berubah tegang. “Si… Siapa?” katanya dengan suara tercekat, ketakutan jelas terpancar dalam sorot matanya.

Tapi berbeda dengan Yuki.

Yuki hanya diam mematung. Tatapannya terpaku pada pria itu, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Ada sesuatu yang berbisik di dalam benaknya—sebuah perasaan yang familiar namun tak bisa ia pahami. Dia mengenal pria itu.

Yuki yakin.

Meskipun pikirannya kosong dari ingatan, hatinya tahu.

“Ayo lari!” seru Nayla panik, tangannya mencengkeram pergelangan Yuki, mencoba menyeretnya pergi.

Namun, Yuki justru mengibaskan tangan Nayla, menolak ajakan itu. Tatapannya masih terkunci pada pria di balik pohon yang kini berjalan menghilang dalam rimbunan semak, dan sebelum Nayla bisa berkata apa pun lagi, Yuki malah berlari mengejar.

“Yuki!” Nayla memanggil, tapi gadis itu tak mendengar.

Dia terus berlari.

“Yuki!” seru Nayla dari belakang, suara panik menggema di udara. “Yuki, tunggu! Jangan ke sana!”

Tapi Yuki tidak mendengar. Atau mungkin, dia memang memilih untuk tidak peduli.

Angin menerpa wajahnya saat dia berlari menembus rerumputan, melewati jalan setapak yang mulai ditelan bayangan pepohonan. Sosok itu masih di sana, tak bergerak, hanya menatapnya dengan mata yang tak terbaca.

Yuki tidak tahu mengapa dia begitu yakin—tapi dia harus mendekatinya.

Dia harus bertemu pria itu.

...****************...

Sosok pria itu terus melangkah, bergerak dengan lincah di antara pepohonan. Seolah-olah dia sengaja menjaga jarak, memberi Yuki cukup harapan untuk mengejarnya, tapi tidak pernah cukup dekat untuk benar-benar menangkapnya.

Yuki berlari tanpa ragu, napasnya memburu, gaunnya tersangkut beberapa kali di semak-semak, tapi dia terus maju. Kakinya melangkah semakin jauh ke dalam hutan, melewati akar-akar besar dan dedaunan yang basah oleh embun sore.

“Berhenti!” serunya, suaranya menggema di antara pepohonan.

Namun, pria itu tidak menoleh.

Sebaliknya, dia semakin cepat. Gerakannya ringan, seperti angin, seperti bayangan yang hampir tak nyata.

Yuki tidak menyadari betapa dalam dia telah masuk ke dalam hutan. Sejauh mata memandang, pepohonan berdiri rapat, cahaya matahari nyaris tak bisa menembus rimbunnya dedaunan.

Tidak ada lagi suara Nayla. Tidak ada lagi suara dunia luar.

Hanya ada dia dan sosok itu.

Sampai akhirnya, pria itu berhenti.

Dia berdiri di tengah lingkaran pohon tua, tubuhnya membelakangi cahaya remang. Saat Yuki terhuyung mendekat, pria itu akhirnya menoleh.

Senyuman tipis terukir di wajahnya.

“Kau mengejarku lebih cepat dari yang kuduga, Yuki.”

...****************...

Nayla berhenti sejenak, dadanya naik turun, matanya menatap ke arah hutan yang kini menelan bayangan Yuki sepenuhnya. Dia tahu dirinya tidak akan mampu mengejar lebih jauh. Langkahnya terlalu lambat dibandingkan Yuki yang berlari tanpa ragu, seolah terpikat oleh sesuatu yang tak terlihat.

Ketidakpastian merayapi benaknya. Dia tidak tahu siapa pria itu, apakah dia berbahaya atau bukan. Tapi satu hal yang pasti—Yuki telah pergi terlalu jauh, dan dia harus segera bertindak.

Tanpa berpikir dua kali, Nayla berbalik dan berlari secepat mungkin menuju rumah. Napasnya terengah-engah, ujung gaunnya sedikit terseret oleh angin, tapi dia tidak peduli. Dia harus menemukan suaminya.

Saat mencapai halaman depan, Nayla langsung menerobos masuk ke ruang tamu. Bangsawan Tinggi Trigar, yang sedang berbincang dengan Pangeran Riana, segera menoleh dengan alis berkerut saat melihat istrinya datang dengan rambut berantakan dan wajah panik.

“Trig—Trigarr…” Nayla memanggil suaminya, suaranya terputus karena napas yang belum teratur.

Trigar segera berjalan mendekat, tangannya bertumpu pada bahu istrinya. “Apa yang terjadi?”

“Ada pria di tepi hutan!” Nayla akhirnya berkata, matanya menatap langsung ke arah suaminya sebelum berpindah ke Pangeran Riana. “Dia berambut putih susu dan berkulit pucat. Aku sudah mencoba menarik Putri Yuki, tapi dia malah berlari mengejar pria itu!”

Ruangan itu langsung dipenuhi keheningan yang berat.

Wajah Pangeran Riana yang awalnya datar berubah tajam dalam sekejap. Mata birunya berkilat dingin, rahangnya mengeras.

Dia tahu siapa pria itu.

“Lekky Darmount” desis Pangeran Riana tajam.

Dia datang lebih cepat dari yang diperkirakan.

Dan tentu saja, dia datang untuk Yuki.

Tidak tahu intrik dan manipulasi apalagi yang ingin dia gunakan kali ini untuk menarik perhatian gadis itu.

Pangeran Riana meraih pedangnya tanpa ragu, gerakannya cepat dan tegas. Matanya tajam seperti elang yang baru saja menemukan ancaman di wilayahnya. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia langsung melangkah keluar, sepatu botnya menghentak keras di lantai.

Bangsawan tinggi Trigar menatap punggungnya yang penuh ketegasan. Dia tahu Pangeran Riana tidak akan membiarkan siapa pun mengambil Yuki darinya—terlebih lagi jika orang itu adalah Lekky Darmount.

“Siapkan kuda,” perintah Pangeran Riana pada salah satu penjaga saat dia melewati halaman depan. Namun, dia sendiri tidak menunggu. Tubuhnya sudah bergerak cepat menuju jalan kecil di belakang rumah, langsung ke arah hutan tempat Yuki menghilang.

Angin dingin menampar wajahnya, tapi dia tidak peduli.

Yuki.

Dia harus menemukan Yuki sebelum Lekky berhasil membawanya pergi. Sebelum gadis itu benar-benar hilang dari jangkauannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!