Evan Dinata Dan Anggita sudah menikah satu tahun. Sesuai kesepakatan mereka akan bercerai jika kakek Martin kakek dari Evan meninggal. Kakek Martin masih hidup, Evan sudah tidak sabar untuk menjemput kebahagiaan dengan wanita lain.
Tidak ingin anaknya menjadi penghambat kebahagiaan suaminya akhirnya Anggita
rela mengorbankan anak dalam kandungan demi kebahagiaan suaminya dengan wanita lain. Anggita, wanita cantik itu melakukan hal itu dengan terpaksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Anggita
"Bibi, tolong panggil Anggita," kata Evan setelah mama Anita dan Adelia keluar dari kamar.
"Baik tuan."
Bibi Ani sangat senang setelah mama Anita dan Adelia pergi dari rumah itu. Dia mempercepat langkahnya menuruni tangga dan langsung menuju kamar tamu dimana Anggita berada.
'Non, Tuan meminta Non ke kamar atas."
Anggita hanya menoleh ke bibi Ani. Wanita itu sedang berdiri di dekat jendela Dan bisa melihat Mobil mama mertuanya bergerak menjauh dari pekarangan rumahnya.
"Non."
"Aku hendak tidur siang Bibi. Tolong katakan kepadanya seperti itu."
Bibi Ani mendekat ke arah ranjang dimana Anggita sudah tidur berbaring.
"Jangan seperti ini non. Bagaimanapun tuan Evan masih suami kamu. Berbaktilah kepadanya. Tunjukkan jika kamu adalah wanita yang tepat supaya terbukti jika kakek tidak salah memilih jodoh untuk tuan Evan."
"Tapi Bibi."
"Tidak ada salahnya berbuat baik. Biarkan dia meratapi rasa bersalahnya nanti jika tuan Evan terlambat menyadari kesalahannya."
Bibi Ani menarik tangan Anggita dengan lembut. Wanita itu masih terduduk di tepi ranjang Dan masih terlihat ragu untuk menuruti nasehat pembantunya.
"Baiklah Bibi," kata Anggita akhirnya membuat Bibi Ani mengukir senyum di bibirnya. Dalam hati Bibi Ani memuji Anggita. Wanita tulus itu sangat baik dan tidak membedakan status social antara dirinya yang sebagai pembantunya dan Anggita majikan. Anggita sangat hormat kepada orang yang lebih tua dengan dirinya.
Mengingat semua perlakuan Evan Dan terutama kehadiran Adelia hari ini, ingin sebenarnya Anggita menjauh secepat mungkin dari Evan. Menunggu satu bulan ternyata sangat lama. Tapi Anggita tidak ingin egois. Dia tidak ingin masalah rumah tangganya sampai ke telinga kakek Martin Dan membuat kesehatan kakek tua memburuk. Biarlah dirinya mengorban perasaannya yang sangat terluka. Selain it bagi Anggita tidak sopan rasanya jika tidak mendengar nasehat Bibi Ani yang jauh lebih banyak pengalaman dalam hidup.
"Kamu memanggilku mas?" tanya Anggita kepada Evan. Evan menganggukkan kepalanya dan menggerakkan tangannya untuk menyuruh Anggita duduk di sampingnya.
"Aku belum makan," kata Evan setelah Anggita duduk. Anggita mengerutkan keningnya mendengar nada manja dari suaminya. Hal baru yang pernah dilihatnya dari sang suami yang selalu bersikap dingin bahkan ketus.
"Makanlah mas, biar cepat sembuh."
Evan hanya terdiam dan melihat makanan yang sudah diletakkan oleh Anggita di kedua pahanya.
Melihat suaminya yang tidak bergerak memasukkan makanan itu ke mulutnya. Anggita berinisiatif mengambil sendok dan memasukkan makanan itu ke mulut Evan. Anggita merasa keberuntungan berpihak kepadanya. Evan membuka mulutnya Dan mengunyah makanan itu.
"Masakan kamu enak juga," puji Evan kemudian membuka mulutnya menerima suapan berikutnya. Anggita tersenyum mendengar pujian itu. Tapi tidak dengan hatinya yang masih sakit jika mengingat wanita yang bernama Adelia itu.
Anggita merasa heran dengan suaminya. Jika orang sakit biasanya tidak selera makan. Evan justru sebaliknya. Pria itu seperti manusia yang sangat kelaparan dan terlihat sangat lahap. Padahal sebelumnya, Bibi Ani sudah memasak makanan yang sama.
"Mungkinkah dia mengidam?. Tapi tidak mungkin. Dia sangat membenci aku," kata Anggita dalam hati.
"Aku mau wortelnya," kata Evan sambil menunjukkan wortel yang sengaja disisihkan oleh Anggita. Anggita mengambil wortel itu dan memasukkannya ke mulut Evan.
Hingga makanan itu habis tidak bersisa. Anggita tidak mengeluarkan sepatah kata.
"Terima kasih."
Akhirnya pria itu bisa juga berterima kasih setelah satu tahun pernikahan mereka. Anggita tidak menjawab. Dia bangkit dari duduknya dan membawa peralatan makan yang kotor itu.
"Letakkan saja dulu disini. Ada Hal yang ingin aku tanyakan," kata Evan sambil menunjuk nakas di kamar itu. Lagi lagi Anggita hanya menurut dan tidak bersuara. Dia kembali duduk di tempat duduknya semula.
"Apa kamu merasakan gejala Hamil?" tanya Evan membuat Anggita terkejut. Bukan hanya terkejut. Anggita merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Pertanyaan Evan adalah pertanyaan tiba tiba yang belum ada persiapan untuk menjawab. Andaikan rumah tangga mereka adalah rumah tangga yang berbahagia bisa dipastikan tanpa ditanya Anggita akan senang hati memberitahukan kehamilannya kepada sang suami.
"Tidak tahu."
Jawaban singkat itu akhirnya meluncur dari mulut Anggita. Lebih baik menjawab tidak tahu daripada jujur tapi akhirnya akan menyakitkan bagi Anggita sendiri.
Evan menarik nafas dan Hal itu dilihat oleh Anggita. Anggita mengartikan itu sebagai persasaan lega suaminya atas suaminya.
"Apa yang kamu lakukan jika seandainya aku hamil?" tanya Anggita akhirnya. Anggita tidak dapat menahan rasa penasarannya jika Evan mengetahui kehamilannya.
"Tidak tahu."
Jawaban singkat itu akhirnya bisa kembali meremukkan hati Anggita. Awalnya Anggita berharap jawaban suaminya adalah jawaban yang bisa menyenangkan tapi jawaban yang diucapkan oleh suaminya adalah jawaban ketidak pastian. Anggita merasa jika menyembunyikan kehamilannya adalah yang terbaik saat ini.
Tanpa mengucapkan kata kata lagi. Anggita beranjak dari duduknya. Tapi perkataan suaminya kembali menghentikan langkahnya.
"Kamu masih istriku. Make sebelum pernikahan itu berakhir. Tetaplah berpura pura menjadi istri yang baik untuk aku. Bibi Ani memantau Kita. Aku tidak ingin masalah sekecil apapun sampai ke telinga kakek. Sekali kamu berkorban untuk kakek maka berkorbanlah sampai akhir hidupnya. Jangan pergi dari rumah sebelum Kita ketuk palu."
"Baiklah, aku mengerti mas," jawab Anggita sambil menganggukkan kepalanya.
"Tapi aku juga punya permintaan," kata Anggita lagi.
"Permintaan apa?" tanya Evan.
"Siapapun bagi wanita yang bernama Adelia itu. Aku mohon selama pernikahan Kita yang tinggal menghitung hari. Jangan pernah kamu bawa dia kemari," kata Anggita. Biarlah dia tersakiti dengan sikap dingin suaminya. Tapi untuk melihat wanita lain ada di rumahnya. Sungguh Anggita merasa tidak sanggup. Apalagi wanita itu tidak tahu malu mengharapkan suami yang masih beristri.
"Baiklah kalau itu keinginan kamu," jawab Evan santai seakan itu adalah permintaan kecil baginya.
"Terima kasih," kata Anggita.
tapi di ending bikin Sad
senggol dong
tapi mengemis no.