📢📢📢WELCOME DI AREA BENGEK NGAKAK GULING-GULING 😂😂😂
Jesi yang sudah terbiasa dengan kehidupan bagai sultan, harus kehilangan semua fasilitas itu karena ayahnya yang ingin membuatnya menjadi mandiri. Dalam sekejap ia menjadi seorang mahasiswi magang, dan dihadapkan dengan team leader yang ganteng tapi sayangnya galak.
"kalo aja lo itu bukan pembimbing magang gue, ogah banget dah gue nurut gini. Ini namanya eksploitasi tenaga karyawan."
"Aku tau, aku itu cantik dan menarik. nggak usah segitunya ngeliatinnya. Ntar Bapak naksir." Jesika Mulia Rahayu.
"Cantik dan menarik emang iya, tapi otaknya nothing. Naksir sama bocah seperti kamu itu impossible." Ramadhan Darmawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikhlasin aja!
"Sayang tunggu!" Zidan masih berteriak memanggil Jesi yang pergi keluar di susul oleh Alya. Jika tangannya tak di tahan Raya dia sudah melangkah sejak tadi untuk mengejar Jesi.
"Kalo lo ngejar Jesi kita putus!"
"Lo!" Bentak Zidan dengan menunjuk wajah Raya dengan jarinya namun pada akhirnya ia menurut dan kembali duduk.
Raya ikut kembali duduk di kursinya, dia mengabaikan pengunjung cafe yang kebanyakan mahasiswa satu kampusnya masih memperhatikan mereka.
"Gue tau kalo gue harus mutusin itu anak, tapi nggak gini caranya, Ray. Lo nggak kasihan sama Jesi? Tuh anak nangis kejer pasti sekarang." Terlihat sedikit empati di wajah Zidan.
"Biarin aja. Gue udah males harus terus pura-pura baik sama dia. Toh dia udah nggak bisa dimanfaatin. Udah nggak guna." Ucap Raya dengan wajah datarnya, tak ada sedikit pun raut kasihan maupun empati terhadap gadis yang sudah dua tahun selalu bersamanya, membantu segala sesuatu yang ia butuhkan serta tak pernah dalam hal bayar-membayar setiap mereka pergi jalan.
"Lagi pula gue rasa sekarang saat yang tepat buat dia tau segalanya. Biar dia tau gimana rasanya ditinggal oleh orang yang kita sayangi." ekspresi wajah puas itu tersenyum jahat disusul oleh air mata yang menetes sedikit namun kemudian ia hapus.
"Sekarang dia udah jadi gembel, terus nggak ada yang peduli. Bener-bener sempurna." Imbuh Raya.
Zidan hanya diam tanpa ekspresi mendengar ucapan Raya. Sejauh ini ia sama sekali tak tau kenapa Raya begitu membenci Jesi. Sejak awal Zidan tak tau kenapa gadis yang ia pacari itu malah memintanya untuk memacari sahabatnya sendiri. Tapi tak khayal ia turuti toh lumayan bisa menggaet dua gadis cantik sekaligus, meskipun yang satunya kelewat polos. Mendekati Jesi bukan perkara mudah bagi Zidan karena gadis itu ramah pada semua orang tapi sulit untuk dimiliki hingga kemudian setelah ditambah bujuk rayu dari Raya ia berhasil menjadikan Jesi pacar keduanya.
Menjadi pacar Jesi membuat dirinya harus ekstra sabar menghadapi sikap manja, rewel dan segala sikap gadis itu yang jauh dari kata dewasa. Bagi Zidan, Jesi tak masuk dalam kriteria perempuan yang ia sukai, dia terlalu kekanak-kanakan. Tapi tak masalah baginya itu nomor sekian yang penting Raya selalu bisa memuaskannya. Toh lumayan juga jalan dengan Jesi dirinya tak perlu mengeluarkan uang sama sekali.
"Bebs kok malah ngelamun sih? Jangan bilang lo lagi mikirin si gembel!" Ucap Raya dengan cemberut.
"Nggak lah buat apa gue mikirin dia." Jawab Zidan.
"Lo masih rutin konsumsi kan?" Lanjutnya dengan tatapan penuh arti.
Raya mengangguk mengiyakan. Setelah tak sengaja dia dan Zidan melakukan hubungan intim saat mabuk membuat Raya sejak tiga bulan lalu ia mulai mengkonsumsi pil KB karena Zidan yang terus meminta untuk mengulangi kegiatan haram itu, namun tak dipungkiri ia pun menikmatinya.
"Kalo gitu kita ke apartemen gue sekarang!" Pinta Zidan.
"Tapi ini masih siang. Gue harus ke kelas dulu ada pengumuman penempatan magang buat abis ujian nanti."
"Pengumuman bisa liat di web kampus aja nanti." Ujar Zidan seraya pindah duduk di samping Raya.
"Gue pengen." Tangannya sudah menyusup mengelus paha Raya yang saat itu menggunakan rok pendek.
"Kasih lah cowok lo nih dopping biar semangat ngerjain skripsinya. Pusing tau main sama buku terus dari kemaren, pengen main sama lo. Lagian kan sekarang gue udah diputusin tuh sama si Jesi. Tujuan lo buat bikin tuh anak ancur juga udah terwujud. So sekarang waktunya kita buat selebrasi."
"Puasin gue!" Bisiknya di telinga Raya.
Keduanya beranjak meninggalkan meja mereka. Meskipun banyak mata yang masih memperhatikannya Raya tak peduli, dia tetap bergelayut manja di lengan Zidan. Mereka bahkan tertawa mesra saat keluar dari dari dalam cafe, tidak tau jika tak jauh dari tempatnya berdiri seorang gadis sedang menangis menatap kearahnya dengan air mata yang terus menetes.
"Mereka jahat, Al..." Jesi terisak di pelukan Alya, melihat sahabat dan mantan kekasihnya yang baru saja menaiki mobil. Zidan bahkan membukakan pintu untuk Raya, sementara dengan dirinya tak pernah melakukan hal manis itu.
Alya yang tak memiliki pengalaman soal cinta hanya bisa memeluk dan mengelus punggung Jesi berulang kali.
"Salah gue apa coba, Al? Kenapa mereka jahat banget. Kenapa Raya tega nusuk gue dari belakang, Al? Padahal selama ini gue selalu baik sama dia. Dia butuh apa pun kalo gue bisa bantu, ya gue bantu." Suara Jesi sudah makin tak jelas karena sesenggukan setelah sejak tadi terus menangis.
"Padahal kalo gue tau Raya suka sama Kak Zidan tinggal bilang aja dari awal gue nggak akan keberatan. Tapi nggak gini caranya..."
Srootts.... Jesi menyusut ingusnya yang ikut meler berbarengan dari air mata yang kian deras. Dia makin terisak mengingat semuanya. Raya, orang yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri begitu tega padanya.
Dulu Jesi sangat menjaga komitmennya yang sudah dia sepakati dengan sang ayah, yakni tak pacaran sampai lulus kuliah. Tapi Raya menawarkan hal baru padanya, membujuknya untuk berpacaran dengan Zidan dan itu berhasil. Dari yang awalnya dia tak suka pun lama-kelamaan ikut tenggelam dalam perhatian dari Zidan dan setelah ia merasa bahagia, Raya justru memberikan kenyataan yang begitu pahit.
"Aku nggak tau harus gimana supaya kamu berhenti nangis, Jes. Jujur aku nggak pernah di posisi kamu, pasti sakit banget rasanya." Alya kembali mengelus punggung sahabatnya, kemudian melepaskan pelukannya setelah tangis Jesi sedikit reda.
"Jangan nangis lagi yah. Nanti kamu pasti dapat ganti yang lebih dari kak Zidan." Lanjutnya menenangkan Jesi.
"Gue nggak habis pikir aja, Al. Kenapa nasib gue gini amat. Perasaan gue selalu berusaha bersikap baik sama semua orang. Lo tau sendiri mereka-mereka yang selalu ngehina gue yang gembel ini pun gue cuma diem. Tapi kali ini udah keterlaluan."
"Raya, Al. Dia sahabat gue. Orang terdekat gue, yang udah gue anggap keluarga gue. Dan kak Zidan... Gue udah nggak tau mesti ngomong apa lagi. Mereka jahat. Dosa apa coba gue sampe ngalamin hal kayak gini?"
"Tuhan nggak adil sama gue, Al." Ucapnya sebelum kembali terisak.
"Huss!!! Nggak boleh ngomong kayak gitu, Jes."
"Apa yang kamu alami hari ini bukan perkara dosa apa yang udah kamu lakuin sampe dapat karma kayak gini. Nggak gitu konsepnya Jesiku sayang." Alya menghapus air mata Jesi dengan tisu.
"Tak bisa dipungkiri kadang apa yang kita alami adalah karma dari dari tindakan kita sebelumnya. Tapi bisa juga Tuhan sedang menunjukan kasih sayangnya sama kamu. Kamu mestinya bersyukur tau semuanya sekarang sehingga kami tak perlu terlalu lama terjebak dalam permainan mereka."
"Aku kan udah bilang Jes, liat segala sesuatunya dari berbagai sudut pandang, jangan cuma pake emosi. Percaya deh semua yang terjadi hari ini adalah yang terbaik buat kamu, Jes. Meskipun sekarang kamu nangis, sakit hati, kecewa... Ikhlasin aja. Kadang apa yang kita sesali hari ini akan menjadi rasa syukur di kemudian hari."
.
.
.
Ikhlasin Jes. percaya sama aku deh...aku pasti kasih pengganti yang lebih-lebih dari si Zidan Zidun itu.