"Nak!" panggil Pak Basuki. "Masih belum rela, ya. Calon suami kamu diambil kakak kamu sendiri?"
Sebuah senyum tersungging di bibir Sashi, saat ini mereka sudah ada di sebuah restoran untuk menunggu seseorang.
"Ya sudah, mending sama anak saya daripada sama cucu saya," kata sang kakek.
"Hah?" kaget Sashi. "Cucu? Maksudnya, Azka cucu eyang, jadi, anaknya eyang pamannya Mas Azka?"
"Hei! Jangan panggil Eyang, panggil ayah saja. Kamu kan mau jadi menantu saya."
Mat!lah Sashi, rasanya dia benar-benar tercekik dalam situasi ini. Bagaimana mungkin? Jadi maksudnya? Dia harus menjadi adik ipar Jendral yang sudah membuangnya? Juga, menjadi Bibi dari mantan calon suaminya?
Untuk info dan visual, follow Instagram: @anita_hisyam TT: ame_id FB: Anita Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suamiku?
Sashi mundur satu langkah. Matanya menyala, wajahnya merah padam karena amarah yang membakar habis batas kesabarannya.
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi kiri Komandan Dirga. Suaranya nyaring memecah udara yang sebelumnya hening, seperti cambukan dari harga diri yang tercabik.
Dirga hanya terdiam, pipinya sedikit miring, lalu tersenyum kecil yang menjengkelkan di mata siapapun yang melihatnya.
Sikap kurang ajar yang Dirga lakukan membuat Sashi mengertakkan gigi. Air mata mulai mengalir karena kemarahan yang tak bisa ditumpahkan cukup lewat kata.
"Kamu... kamu pikir kamu siapa?" Suaranya gemetar, tapi tatapannya menusuk. "Kamu pikir bisa mempermainkan perempuan seenaknya karena kamu punya pangkat?"
Ia menunjuk wajah pria itu dengan tangan yang masih gemetar.
"Apa yang kamu lakukan barusan... bukan tindakan seorang Letnan Kolonel. Bukan tindakan seorang prajurit, apalagi manusia waras."
Ia menyeka air matanya dengan kasar. Hidungnya memerah. Nafasnya semakin tersendat, saking kesal dan sakit hati sebab dilecehkan oleh pria berpangkat di depannya.
"Kamu bukan pahlawan. Kamu bukan pemimpin. Kamu cuma... bajingan cabul yang suka memanfaatkan keadaan. Dasar penjahat berseragam."
Dirga masih tak bicara. Masih diam di tempat. Hanya memainkan rahangnya perlahan, lidahnya menyentuh sisi pipi yang baru saja ditampar, seperti sedang mencicipi sisa rasa penghinaan, padahal dia yang menghina.
"Saya cuma mau bicara baik-baik tadi. Cuma ingin bilang satu hal." Air matanya jatuh lagi, tanpa suara kali ini.
"Kalau saya jatuh ke parit... kepala saya bocor... dipatuk ular... kesamber geledek... tolong jangan datang. Jangan tolong saya. Saya lebih baik mati daripada diselamatin orang gila kayak kamu."
Ia membalikkan tubuhnya dan pergi, dengan bahu berguncang karena tangis yang tak lagi bisa ia tahan.
Sementara itu, Dirga masih berdiri. Masih dengan senyum tipis yang entah menyimpan luka atau hanya kelicikan. Tatapannya mengikuti punggung Sashi yang menjauh, lalu ia mendesah pelan.
"Cantik sekali kalau marah," gumamnya—entah kepada siapa.
** **
Di balik tenda logistik, Sashi memeluk lututnya. Matanya sembab. Yania duduk di sebelahnya, meremas jemari yang masih bergetar.
"Aku nggak ngerti... kenapa dia lakuin itu..." Suara Sashi parau. "Aku cuma mau bicara... bukan mau godain dia"
Yania terdiam sejenak. Tatapannya lelah, seperti perempuan yang sudah terlalu sering melihat ketidakadilan dianggap angin lalu.
"Sashi, tenang dulu. Mungkin... mungkin dia khilaf."
"Khila—" Sashi terdiam. Matanya membelalak, lalu tertawa getir. "Dia bukan anak SMA yang baru kenal dunia luar, Yan. Dia... dia Komandan. Dia tahu apa yang dia lakukan."
"Aku tahu. Tapi kamu juga tahu gimana dunia kita. Kalau kamu laporin, siapa yang percaya? Dia dokter berbintang, Kita... relawan. Suamimu juga nggak tahu kamu ke sini. Nanti malah kamu yang disalahin."
Kepala Sashi menunduk. Tangisnya pecah lagi, Yania tidak sepenuhnya benar, dia sudah menitipkan izin kepada Ayah Mertuanya.
"Dulu aku pikir hidupku bakal lebih tenang setelah nikah. Tapi ternyata... sama aja. Tetep harus diam. Tetap harus kuat meski dijatuhin berkali-kali."
Yania cukup mengerti, dia juga tahu bagaimana sepak terjang Sashi selama ini, menurut Yania, Sashi tidak gila saja itu sudah cukup, ia memeluknya seraya memejamkan mata.
"Kamu nggak sendiri. Tapi untuk sekarang... kita harus tetap tenang. Jangan gegabah."
"Aku kesel, Ni. Bisa-bisanya orang kayak dia enggak punya moral sama sekali."
"Udah, enggak usah terlalu dipikirin, bentar lagi kita pulang dan enggak akan ketemu komandan gila itu."
Ketika mereka sibuk menenangkan hati, ponsel Sashi yang tergeletak di sampingnya bergetar.
Sashi menoleh, mengusap sisa air matanya, lalu mengambil gawai itu. Sinyalnya naik turun, tapi cukup kuat untuk menerima satu pesan.
Dari nomor tak dikenal.
"Assalamu'alaikum, Dek."
Kening Sashi mengerut. Ia membuka profil pengirim, tak ada wajah, hanya foto punggung seseorang berseragam.
Lalu, chat kedua masuk.
"Kita sudah menikah bukan? Boleh saling save nomor?"
Sontak Sashi terdiam, Nafasnya tercekat, Matanya membelalak, lalu tubuhnya menegang seperti baru tersambar petir, ia langsung berdiri membuat Yania yang ada di sampingnya terkejut setengah mati.
"Siapa?" tanya Yania. "Kayak dapet chat dari presiden aja."
Matanya menatap dalam kepada Sashi, penasaran dengan apa yang sedang sahabatnya baca. Lalu, ketika sudah melihatnya, mata Yania ikut membelalak. "Sudah menikah? Dia suami kamu?"
apa fpto ibu mbak ika dan bapaknya dirga???
penasarannnn...
❤❤❤❤❤
foto siapa ya itu?
❤❤❤❤❤❤
apa yg dibawa mbak eka..
moga2 dirga segera naik..
❤❤❤❤❤
😀😀😀❤❤❤❤
mending pulang ke rumah mertua yg sayang banget ama sashi..
❤❤❤❤❤