NovelToon NovelToon
The Big Families 2

The Big Families 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO
Popularitas:101.1k
Nilai: 5
Nama Author: Maya Melinda Damayanty

Sekuel ke empat Terra The Best Mother, sekuel ke tiga Sang Pewaris, dan sekuel ke dua The Big Families.

Bagaimana kisah kelanjutan keluarga Dougher Young, Triatmodjo, Hovert Pratama, Sanz dan Dewangga.
Saksikan keseruan kisah pasukan berpopok dari new generasi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ONE UPON A TIME IN SAVELIVED

Hunian Terra masih jadi tempat berkumpulnya keluarga, hunian itu makin ramai setelah bertambahnya anggota baru. Para pengawal sesi pertama tak pergi dari sana, mereka betah di rumah besar nan hangat dan penuh cinta itu.

Dahlan sudah memasuki masa pensiun begitu juga Gomesh. Walau banyak.silih.berganti para pengawal. Tetapi tak ada satu yang bisa menggantikan mereka.

"Ketua! Kita perlu rapat untuk pencarian ketua baru!" ujar Dahlan pada Gomesh.

Pria bertubuh tinggi besar itu menghela nafas panjang. Menatap kalender yang sudah berganti tahun setengah bulan lalu.

"Ketua tak memaksa kita untuk segera pensiun. Tapi jujur, aku ingin lebih lama tinggal bersama keluarga sekarang," ujar Gomesh lirih.

'Saya juga Ketua ...," sahut Dahlan.

Keduanya duduk di ruangan, markas pelatihan SaveLived. Banyak anggota baru berdatangan. Baik laki-laki maupun perempuan.

Gedung untuk pelatihan bodyguard perempuan memang dipisah. Tetapi untuk pelatihnya. Kadang Gomesh, Dahlan bahkan Virgou masih turun tangan. Walau lada h Saf dan Azizah ikut membantu.

"Kita perlu pelatih khusus perempuan," celetuk Dahlan teringat.

"Kita bisa sewa dari ABRI atau kepolisian," sahut Gomesh.

Langit pagi itu bersih, hanya awan tipis menari di atas gedung pelatihan SaveLived.

Sebuah papan besar bertuliskan PT. SaveLived — Security & Protection Academy berdiri tegak di depan gerbang besi hitam. Di baliknya, barisan calon pengawal berdiri rapi, sebagian tegang, sebagian terlalu percaya diri.

Salah satunya adalah Clark Andreas.

Usianya baru dua puluh lima tahun, tapi dada sudah membusung seperti veteran perang.

Rambutnya dipotong pendek gaya militer, dan cara ia melangkah memamerkan keyakinan berlebihan.

Clark pernah masuk barak militer selama dua tahun sebelum keluar dengan alasan “tidak cocok dengan atasan yang terlalu banyak perintah”.

Namun bagi dirinya, itu bukan kegagalan — itu keputusan seorang bebas.

Ia melirik ke kanan dan kiri, memandangi para pelamar lain yang tampak gugup. “Dasar cupu,” gumamnya kecil.

“Jadi pengawal aja kelihatan gemetaran. Kalau ketemu perampok, bisa-bisa kabur duluan!" gumamnya sambil terkekeh geli.

“Nomor antrean dua belas, maju ke meja pendaftaran!” teriak seorang petugas bernama Deni, dari balik meja panjang.

Clark melangkah dengan dada membusung. Ia menerima lembar formulir dan langsung menulis cepat tanpa berpikir panjang.

Namanya, alamat, riwayat kerja, semua ditulis singkat dan penuh percaya diri.

Setelah yakin mengisi dengan baik, ia berdiri dan kembali duduk di mengikuti peserta lain yang sama.

Setelah menyerahkan berkas, Clark duduk menunggu panggilan.

Ia bersandar santai, kedua kaki disilangkan.

Beberapa pelamar di sebelahnya menunduk dan berdoa, sementara Clark malah bersiul pelan.

“Yang gugup tuh belum pernah ngerasain barak kayak gue,” katanya dengan suara cukup keras.

“Gue tuh dipanggil Brimob tanpa tes, loh. Tapi males latihan keras lagi. Mending jadi pengawal, gajinya juga lumayan.”

Beberapa pelamar menatapnya sekilas, ada yang tertawa kecil, ada yang pura-pura tidak dengar.

Clark tersenyum puas. Ia senang menjadi pusat perhatian.

Tak lama, suara petugas memanggil namanya.

“Clark Andreas, silakan masuk ruang wawancara.”

Ia berdiri cepat dan melangkah dengan gaya seperti tentara yang baru naik pangkat.

Di dalam ruangan, Juan, salah satu penguji senior SaveLived, sudah menunggu dengan wajah datar.

“Silakan duduk,” ucap Juan singkat.

Clark menjatuhkan diri ke kursi dengan santai.

Juan membuka berkas di tangannya, lalu menatap pria muda itu dengan tenang.

“Saudara Clark, saya akan menanyakan beberapa hal. Bisa kita mulai?”

“Siap,” jawab Clark ringan, menautkan jari dan menegakkan punggung seolah ia sedang wawancara menjadi komandan.

Juan membuka kertas pertama.

“Apa motivasi Anda ingin menjadi pengawal di SaveLived?”

Clark tersenyum miring. “Apa harus punya motivasi? Saya rasa, jadi pengawal itu tidak buruk daripada nganggur. Lagian saya kan udah biasa kerja di lapangan.

Sebenarnya, saya tuh dipanggil satuan Brimob tanpa tes. Tapi karena saya males latihan keras lagi, jadi saya pilih jadi pengawal aja. Latihannya kan nggak seberat tentara.”

Juan menatapnya lama. Tidak berkata apa-apa.

Clark mengira dirinya membuat kesan keren, padahal di catatan Juan, baris pertama sudah terisi:

“ANGKUH. TIDAK PANTAS.”

Pertanyaan berikutnya mengalir, dan Clark menjawabnya seenaknya — kadang malah bercanda sendiri.

Setiap kali Juan menatapnya datar, Clark justru menertawakan suasananya.

Setelah selesai, Juan menutup map pelan.

“Baik, Saudara Clark. Anda boleh pulang. Kami akan menghubungi Anda nanti.”

Clark berdiri dengan angkuh. “Saya tunggu kabarnya. Saya yakin lulus, Pak.”

Juan tak menanggapi, ia diam dan membiarkan Clark berbicara semaunya.

Begitu pintu tertutup, ia langsung mencoret nama Clark Andreas besar-besar dan menstempel kolom merah:

BOIKOT.

Clark keluar ruangan dengan langkah santai, bahkan sempat bersiul.

Namun matanya menangkap pemandangan aneh: beberapa peserta yang diwawancara setelahnya keluar dengan wajah haru, bahkan ada yang sujud syukur di lantai depan.

“Lho, kok mereka diterima?” gumamnya bingung.

“Padahal jawabannya tadi biasa aja.”

Ia baru mau keluar gerbang ketika suara berat menghentikan langkahnya.

“Clark!”

Ia menoleh. Di depan berdiri sosok besar berkulit hitam legam, tinggi nyaris menyentuh plafon, dada bidang, dan mata tajam seperti elang — Gomesh, sang legenda SaveLived.

Clark refleks tegak, tapi tatapan curiganya tetap muncul.

“Bapak ngomong sama saya?”

Pertanyaan itu membuat beberapa staf yang lewat langsung menunduk, pura-pura sibuk.

Gomesh menarik napas panjang, menatap anak muda di depannya dari ujung sepatu sampai kepala.

“Iya, kamu. Sini sebentar.”

Clark melangkah pelan, namun tetap menjaga gaya pongahnya.

“Kalau ini soal hasil tes, saya yakin saya diterima, Pak.”

“Diterima?” Gomesh tersenyum samar. “Menarik. Kamu tahu apa itu ‘pengawal’?”

Clark mendengus. “Ya orang yang jaga orang penting lah, Pak. Saya kan udah biasa latihan militer.

Jadi pengawal sih, tinggal berdiri, awasi, sesekali dorong orang kalau ganggu. Gitu aja kok repot.”

Gomesh menatapnya diam selama beberapa detik, lalu berbalik menuju halaman belakang.

“Ikut saya.”

“Untuk apa, Pak?”

“Katanya kamu mau diterima, kan? Saya bantu.”

Mereka pergi ke sebuah ruangan, besar dan nyaman. Clark sampai tertegun melihatnya. Karpet mewah nan empuk. Sofa-sofa mahal yang ia yakini produk luar negeri.

Perlahan, Clark menelan saliva kasar. Sebuah layar besar di dinding. Ada seperangkat game virtual terletak di sana.

"Kita main game misi mencari Abang haji .... Eh Baby Arsh!' ujar Gomesh.

“Game misi mencari Abang Haji?” ulang Clark bingung.

Gomesh menatapnya dengan ekspresi netral — ekspresi yang bisa berarti dua hal: sabar tingkat dewa, atau mau nendang seseorang keluar jendela.

“Iya. Kalau kamu benar-benar calon pengawal SaveLived, kamu harus bisa melindungi siapa saja. Bahkan karakter virtual pun.”

Clark tertawa. “Oh, latihan digital, gitu ya, Pak?”

“Kurang lebih,” jawab Gomesh datar, lalu menyerahkan helm VR besar. “Pakai ini. Kamu akan masuk ke misi simulasi kami.”

Clark menerima, memasangnya dengan sok yakin. Begitu alat itu aktif, layar menyala, dan dunia virtual terbuka di hadapannya.

Ia berdiri di tengah taman luas — mirip taman kota, tapi semua serba miniatur. Ada bayi berlari, ayam berkokok, dan seekor kambing nyanyi dangdut di pojokan.

“Apaan ini?!”

“Cari dan selamatkan Baby Arsh sebelum waktunya habis,” suara Gomesh terdengar dari speaker. “Oh, dan hati-hati… di taman itu ada Abang Haji yang sensitif kalau tersenggol.”

Clark mendengus. “Ini konyol banget.”

Namun, saat melangkah, tiba-tiba seekor kelinci besar melompat dari semak sambil membawa penggorengan. Clark refleks meninju — dan seketika layar menampilkan tulisan merah besar:

“Kamu baru saja memukul salah satu penjaga bayi. Misi gagal.”

Helm VR-nya terlepas. Clark ternganga. Gomesh menatapnya pelan sambil bersedekap.

“Gagal dalam waktu 15 detik. Hebat.”

“Pak, itu kan cuma permainan!”

“Ya, tapi permainan itu dibuat untuk mengukur kesabaran, kecermatan, dan empati. Tiga hal yang tidak kamu punya.”

Clark ingin membantah, tapi bibirnya tak sempat terbuka. Gomesh berjalan mendekat, dan kini suaranya menurun satu oktaf — berat dan menggetarkan.

“Jadi pengawal bukan cuma soal otot. Kalau cuma kuat, sapi juga kuat. Tapi apa sapi tahu kapan harus melindungi, kapan harus menahan diri?”

Clark menelan ludah.

“Pengawal SaveLived dilatih untuk jadi perisai yang berakal, bukan hanya benteng hidup.” Gomesh berhenti sebentar, menatapnya lurus. “Kamu tahu kenapa anak-anak di vila bisa tidur tenang setiap malam?”

Clark diam.

“Karena di luar sana ada orang-orang yang rela tidak tidur. Mereka bukan cuma menjaga nyawa tuannya, tapi juga menjaga doa yang menyertainya.”

Ruangan hening. Hanya terdengar dengung pendingin udara.

Clark menunduk, untuk pertama kalinya kehilangan sikap pongahnya.

“Pak… saya cuma pengin kerja. Saya nggak tahu kalau harus serumit itu.”

“Bukan serumit,” sahut Gomesh tenang. “Serius. Di SaveLived, yang main-main cepat tersingkir.”

Gomesh berbalik, berjalan menuju pintu. Tapi sebelum keluar, ia menambahkan satu kalimat pelan yang justru menancap kuat di dada Clark:

“Kalau kamu cuma mau jadi penjaga, di luar banyak lowongan. Tapi kalau kamu mau belajar jadi pelindung, mungkin aku masih mau repot ngajarin kamu.”

Clark terdiam di tengah ruangan.

Bersambung.

Jadi pengawal Savelived itu bukan sekedar jaga doang Clark. Tapi ada dedikasi dan tanggungjawab tinggi. Bayaran pertama tiga ratus juta cuma buat jaga-jaga, pasti banyak yang mau!

Next?

1
Raysah Baper
semangat baby Dimas💪💪
Sugiharti Rusli
dan dasar bocah yah, pertanyaannya suka sotoy sih yah mereka walo belum paham konteks apa yang dibicarakan😆😆😆
Sugiharti Rusli
gimana lah hukum akan ditegakkan kalo aparatnya saja malah juga terjerat kasus hukum juga, sering juga yah di dunia nyata hakimnya tertangkap karena kasus suap
Sugiharti Rusli
nah benar kan yang mau disuap si Nanda salah satu hakim yang mengawal sidang ayah mertuanya,,,
Sugiharti Rusli
itu maksudnya si Nanda mau menyogok siapa dia, apakah hakim yang mengurus perkara ayah mertuanya Danar🙄🙄🙄
Sugiharti Rusli
eh Exel mentang" yang minta es krim Kalila dia jadi kesenangan dunk, walo yang minta dua selaian Ila yah Dewi sih😄😄😄
Sugiharti Rusli
jadi tandemnya si Faza buat nguping si Mala yah, atau dia sedang ditutor in sama yang senior tuh🤭🤭🤭
yonahaku
yah batal lagi tidak gercep Dimas mah jadi nanti dilamar orang lain lagi
Rokhyati Mamih
patlet bial onty Loja bersinal baleng patlet dat pa'a
evvylamora
lah kmrn bukannya sdh ngomong sm Seroja, mau menjadikan istri dia kan
puji indari
rejeki,jodoh dan maut ditangan Tuhan patlet minas jd selamat befjuang. 💪💪💪💪💪
Deyuni12
jodoh gak akan kemana paklek dimas
Oktavia Ariani
serba salah ya pakek dimas
Atik Marwati
Alhamdulillah 😍😍😍
Bak Mis
dasar pria iblis dan serakah gak tau di untung ya
Bak Mis
dasar anak kurang ajr masak ayahnya sendiri di tuduh korupsi
Deyuni12
helleh
nyari mati rupanya
Erma Erpiyana
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Oktavia Ariani
siapa yg mau di sogok uang Nanda?
Lilo Stitch
cari mati namanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!