NovelToon NovelToon
AKU YANG DIANGGAP HINA

AKU YANG DIANGGAP HINA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Pelakor / Kehidupan di Kantor / Wanita Karir / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:16.1k
Nilai: 5
Nama Author: Dae_Hwa

“Perut itu harusnya di isi dengan janin, bukan dengan kotoran mampet!”

Ara tak pernah menyangka, keputusannya menikah dengan Harry—lelaki yang dulu ia percaya akan menjadi pelindungnya—justru menyeretnya ke dalam lingkaran rasa sakit yang tak berkesudahan.

Wanita yang sehari-harinya berpakaian lusuh itu, selalu dihina habis-habisan. Dibilang tak berguna. Disebut tak layak jadi istri. Dicemooh karena belum juga hamil. Diremehkan karena penampilannya, direndahkan di depan banyak orang, seolah keberadaannya hanyalah beban. Padahal, Ara telah mengorbankan banyak hal, termasuk karier dan mimpinya, demi rumah tangga yang tak pernah benar-benar berpihak padanya.

Setelah berkali-kali menelan luka dalam diam, di tambah lagi ia terjebak dengan hutang piutang—Ara mulai sadar: mungkin, diam bukan lagi pilihan. Ini tentang harga dirinya yang terlalu lama diinjak.

Ara akhirnya memutuskan untuk bangkit. Mampukah ia membuktikan bahwa dia yang dulu dianggap hina, bisa jadi yang paling bersinar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Malam itu, di sebuah restoran bergaya modern klasik, Harry duduk berhadapan dengan Puspa. Suasana hangat restoran, dengan alunan musik jazz yang pelan, membuat pertemuan mereka terasa lebih akrab dari seharusnya.

Pada Ara, Harry memilih berdusta — mengirim pesan kalau ia harus lembur di kantor. Nyatanya, di sinilah ia sekarang, menikmati makan malam bersama karyawan baru, yang kebetulan juga teman dari adiknya sendiri.

“Aku suka banget tempat ini, Mas Harry,” ucap Puspa sambil tersenyum manis.

Harry mengangguk, ikut tersenyum kecil. “Iya, tempatnya nyaman. Makanannya juga enak.”

“Makasih ya, Mas. Baik banget sampai nraktir aku ke tempat semahal ini. Selera Mas Harry memang oke punya.” Puspa mengacungkan jempolnya. Pujian dari wanita itu membuat Harry tersipu malu.

Egonya sangat terusik, apalagi—sudah lama ia tak menerima pujian dari seorang wanita. Selama menikah dengan Ara, bukanlah pujian yang ia dapat dari sang istri. Melainkan aduan yang tak pernah putus—mengeluh karena selalu diintimidasi ibunya. Memohon kepada Harry untuk sesekali membelanya.

Percakapan antara Harry dan Puspa mengalir lancar. Sesekali Harry tertawa kecil mendengar cerita-cerita Puspa tentang dunia magang, tentang harapan-harapannya, tentang betapa ia mengagumi orang-orang yang serius dalam berkarier.

Entah kenapa, setiap tawa Puspa, setiap kilatan matanya yang jernih, membuat hati Harry terasa sedikit lebih ringan. Sesuatu yang belakangan ini jarang ia rasakan di rumah.

“Ngomong-ngomong, Mas Harry udah berapa lama nikah sama—siapa sih namanya, aku lupa. Ara ya?” tanya Puspa, suaranya terdengar lugu tapi penasaran.

Harry mengangguk pelan, mengaduk minumannya. “Iya. Ara, namanya. Sudah 3 tahun, Pus.”

Puspa mengangguk-angguk, “lama juga, ya,” lalu bertanya lagi, “Mbak Ara orangnya kayak gimana, sih, Mas? Dwi hampir nggak pernah cerita tentang kakak iparnya—kayak orang nggak pernah akur.”

Harry menarik napas dalam. Ada keraguan di matanya sejenak sebelum akhirnya ia membuka suara.

“Ara, orangnya baik. Nggak pernah neko-neko. Penurut, nggak pernah banyak nuntut. Dia—nerima semua kekurangan aku sebagai suami, tanpa mengeluh sedikitpun. Tapi—entah kenapa belakangan ini ... Ara jadi sensitif. Cepat marah. Kadang aku juga bingung sendiri,” lirihnya.

Puspa memiringkan kepalanya, pura-pura berpikir. “Mungkin ... Mbak Ara hamil?”

Pertanyaan yang sangat sederhana, tetapi, sangat mengusik ego pria di sampingnya. Dan, Puspa jelas sengaja menduga-duga seperti itu.

Ia menyenggol lengan Harry dengan lembut, nyaris seperti gesekan menggoda. “Katanya orang hamil emang lebih sensitif, Mas,” ucapnya lagi.

Harry tersenyum kecut dan tertawa sumbang. “Hahaha, hamil apanya?” Ia menggeleng pelan. “Aku udah ... nggak mau berharap soal keturunan lagi. Rasanya capek, terus berharap—tapi, nggak pernah ada hasil.”

Puspa membulatkan mulutnya, seolah-olah mengerti. Ia lalu menegakkan badan, tampak bersemangat.

“Mungkin sebelum nikah—Mbak Ara nggak pernah jaga badan, kali, Mas. Kalau aku sih dari dulu rajin minum jamu-jamu tradisional,” katanya sambil tertawa kecil. “Buat jaga rahim tetap sehat. Aku pengen lekas memberikan keturunan untuk pasangan aku kelak, Mas. Aku takut banget kalau sampai—udah menikah lama, tapi, tak juga mampu memberikan keturunan. Aku nggak mau mengecewakan pasangan aku kelak, Mas. Lebih baik aku jaga dari sekarang, ‘kan?”

Harry mendengarkan dengan tatapan kosong. Kata-kata Puspa entah kenapa terasa menusuk hatinya.

‘Benar kata Puspa. Mungkin ... mungkin kalau dulu Ara juga seperti itu, aku tidak perlu merasa seterpukul ini ...,’ batinnya.

Harry menghela napas, lalu pura-pura tersenyum. “Kamu perhatian banget ya. Udah mikirin hal ini dari jauh-jauh hari, untuk pasangan kamu nantinya. Beruntung banget—pria yang bisa memiliki kamu nanti, Pus.”

Puspa terkikik, matanya bersinar. “Hehehe ... aku hanya sedang mempersiapkan diri untuk bisa jadi istri yang membanggakan bagi siapapun yang menjadi suamiku nanti, Mas.”

Harry kembali mengaduk minumannya, hatinya meringis, tak berani menatap mata Puspa terlalu lama.

Ia takut semakin tak bisa menyingkirkan rasa nyaman yang sulit ia sangkal saat ini.

...****************...

“P-pak —Davin?!” Ara nyaris pingsan melihat Davin keluar dari sudut gelap dengan asap rokok yang mengepul.

Jantung Ara nyaris copot, ia baru saja memaki-maki sang atasan dan keciduk langsung oleh orang kepercayaannya.

‘Mampus aku! Bisa-bisa dipecat ini?! Duhhh, mulut nggak ada adaaaab!’ teriak Ara dalam hati.

“Santai aja ah mukanya—jangan kayak orang abis ngeliat setan begitu.” Ledek Davin ketika melihat mulut Ara menganga lebar, di tambah lagi wajah yang pias.

“Sekali-kali, Elan emang pantes di maki,” kata Davin. Kali ini, ia berbicara dengan bahasa yang jauh lebih santai. Tidak formal seperti biasanya.

Ara masih mematung di tempat, rahangnya terasa kaku. Lidahnya terasa kelu.

“Jangan ngelamun gitu, Ar. Kesambet setan ntar. Di atas sini angker loh.” Kata Davin sambil menghisap rokoknya.

“Setan?!” Ara seketika tersadar, ia memang sangat takut dengan hal-hal berbau mistis. Terbukti dalam hitungan detik, ia sudah berdiri di sisi Davin. Seolah-olah hendak berlindung.

Davin terkekeh-kekeh, “Sudah waktunya pulang. Pastikan besok masuk—kamu nggak trauma kan, jadi asisten Elan?”

“Apa itu trauma? Saya lebih takut nggak punya duit, Pak Davin,” jawab Ara.

Davin tertawa renyah. “Lebih horor dari pada ketemu kepala terbang, ya—nggak?”

Ara semakin menempel pada Davin ketika mahluk mistis itu disebut-sebut. Davin semakin tertawa.

“Selesai jam kerja, kita pakai bahasa santai aja, Ar. Ternyata kita seumuran.” Davin tersenyum melihat Ara mengangguk. “Ya sudah, kamu boleh pulang. Semangat berjuang besok.”

.

.

Satu jam kemudian, setelah melawan macetnya ibukota, Ara akhirnya tiba di rumah. Seluruh ruangan nyaris gelap, pertanda Harry juga belum pulang.

Ara menghela napas panjang setelah menyalakan semua lampu. Ia menyambar handuk yang masih dijemur di pekarangan rumah dan lekas mandi. Seluruh tubuhnya terasa lengket akibat peluh yang mengering.

Malam itu, Ara menyantap lauk-pauk sisa tadi pagi, yang hampir basi. Ia menelan makanan itu dengan hati yang sedikit meringis. Usai makan, ia memeriksa lemari—tempat biasanya ia menyimpan uang belanja. Namun, laci kecil di dalam lemari itu, kali ini kosong. Tak ada uang belanja di sana. Pun tak ada penjelasan dari Harry tentang hal ini.

Namun, Ara tau, ini bisa jadi sebagai bentuk hukumannya karena berani sedikit protes masalah keuangan tempo hari.

“Kamu kira, aku akan merangkak di bawah kakimu—hanya perkara nominal uang yang tak seberapa itu, Mas? Maaf, aku nggak peduli—mau kamu menafkahi aku lagi atau tidak, aku benar-benar nggak peduli lagi. Bukan karena aku sudah memiliki pekerjaan—tapi, karena aku masih punya harga diri!” Gumam Ara sambil menatap nanar laci kosong tersebut.

...****************...

Harry keluar dari kamar dengan kemeja yang sudah rapi, rambutnya disisir klimis. Aroma parfumnya kali ini lebih menusuk dari biasanya. Bagaimana tidak, nyaris seperempat botol ia menyemprotkan parfum di kemeja hitamnya.

“Semalam chat Mas kok nggak dibalas, Dek?” Tanya Harry sambil menatap Ara yang sedang menikmati sarapan teh hangat dan roti jagung.

“Lupa,” jawab Ara singkat.

“Lupa? Tumben—apa gara-gara kecapean kerja? Gimana rasanya? Nggak enak kan, kerja di swalayan begitu? Di suruh angkat berat-berat, pasti. Kamu, sih, buat masalah segala,” ujarnya remeh. Harry memang belum tau, bahwa Ara bekerja di kantoran.

Pria itu melemparkan pandangannya ke arah dapur.

“Bekalnya mana?” Tanyanya saat melihat tak ada kotak bekal, yang biasanya sudah diletak rapi di atas meja makan.

Harry sengaja membahas perihal bekal agar pembicaraan ini berujung ke uang belanja. Ia ingin Ara merayu—memohon padanya untuk dinafkahi. Namun, justru jawaban Ara di luar dugaannya.

Ara menghela napas panjang, lalu menjawab tanpa menatap Harry, “Aku nggak buat bekal hari ini.”

Harry mengernyit. “Lho, kenapa? Apa karena nggak ada yang bisa dimasak? Makanya ... kamu sih, bikin aku kesel. Coba aja kamu—”

“Untuk apa juga aku repot-repot nyiapin bekal, kalau ujung-ujungnya tiap pagi bekal buatan aku selalu dikasih untuk anjing-anjing liar sarapan?”

Deg!

Jantung Harry berdetak kencang, tau dari mana Ara? Pikir pria itu.

“Maksud kamu ap—”

“Kalau capek, aku sih sudah terbiasa—jadi babu di rumah sendiri. Di era modern seperti ini, aku masih nyuci pakaian pake tangan. Menghaluskan cabai bawang dan lainnya dengan ulekan—kompor pun masih pakai kompor minyak tanah. Nimba air sumur, nggak pake mesin. Udah kayak hidup di tahun 90an. Jadi, nggak ada itu perkara kecapean. Aku nggak buat sarapan mu kali ini, karena aku ngerasa—aku nggak dihargai.”

Harry membeku di tempat, lidahnya kelu.

“Lagipula ... mau nyiapin bekalmu itu pakai duit. Emang—kamu ada ninggalin uang belanja? Nggak mungkin dong, aku yang nafkahin kamu? Bekal kali ini, minta siapkan sama ibumu—kayak biasa. Toh, semua uang belanja sama ibu, ‘kan?”

Jawaban itu membuat Harry terdiam sejenak. Rahangnya mengeras. Tanpa kata ataupun ucapan maaf, pria itu melangkah—menjauh dari Ara.

Pintu rumah dibanting cukup keras. Ara memejamkan mata, menahan rasa sesak yang menghantam dadanya.

Di luar sana, Harry menghidupkan motornya dengan perasaan dongkol. Meskipun bekal itu sebenarnya tak penting baginya. Tapi, tetap saja ... ada rasa aneh di dadanya. Seperti Raja yang terbiasa dilayani, kini dibiarkan berangkat perang tanpa pedang.

“Kamu udah mulai jadi pembangkang ya, Ara!” desisnya. Kemudian, motornya pun melaju—melesat jauh dari pekarangan rumah.

Setelah Harry pergi, Ara menghela napas berat, menguatkan diri. Ia segera bersiap untuk berangkat kerja.

.

.

Di SW Group, suasana kantor sudah ramai. Ara menundukkan kepala, ketika melintas di depan para senior kantor.

“Ara?!” Suara berat namun pelan dari seorang lelaki, membuat langkah Ara terhenti.

Ara menoleh. “Dicky?!”

“Wuah, beneran lo, Ra? —Gue kira halusinasi, lo kerja di sini?” tanya Dicky, teman kampus Ara.

Ara mengangguk. “Lo juga?”

Dicky mengangguk. “Bukan gue aja. Danang, Yusuf, Bondet juga kerja di SW group. Cuman, beda divisi aja. Lo divisi mana, Ra?”

“Duh, gue divisi apa, ya? Gue baru aja resmi semalam, jadi asistennya Pak Elan.” Ara menggaruki kepalanya yang tak gatal.

“Anjaaaay, serius lo? —Congrats, bisa nih, traktir anak-anak makan siang,” palak Dicky.

“Bisaaa, tapi, nggak hari ini ya. Gue banyak kerjaan. Biasa lah, kalau baru-baru join gini, atasan kan pada suka ngetes kinerja kita.”

Dicky mengangguk setuju. “Nomor gue masih lo simpan, kan, Ra? —Japri gue ya, kalau udah bisa nongki makan siang.”

“Masih, aman itu. Ya udah, gue lanjut dulu ya.” Ara berlalu, pun Dicky.

Pagi itu, Ara mulai sibuk dengan tugas-tugasnya yang menumpuk di meja. Ia mengetik laporan, membalas email, menyusun berkas rapat.

Tapi konsentrasinya sedikit goyah.

Sesekali, dari sudut matanya, ia merasa ada tatapan yang menusuk-nusuk. Ara berusaha tetap fokus, jemarinya berusaha lincah di atas keyboard. Namun, nalurinya tak bisa dibohongi. Perlahan, ia melirik ke arah jendela kecil yang menjadi pembatas antara ruangan CEO dengan tempat dirinya mengemban tugas.

Dan benar saja.

Ada sepasang mata elang yang mengintip tajam dari balik celah jendela.

Dan pastinya, mata itu milik Elan. Pria yang seharusnya terlalu sibuk untuk hal-hal konyol seperti ini.

Ara buru-buru menunduk lagi, berpura-pura tak melihat. Pipinya terasa panas. Tangannya malah gemetar saat mengetik, membuat beberapa huruf typo berkali-kali.

Beberapa menit kemudian, saat ia mulai tenang, bayangan itu muncul lagi.

Elan mengintip, lalu dengan ekspresi sok polos, pura-pura iseng mengetuk kaca kecil itu dua kali.

Tok!

Tok!

Ara hampir tersedak napasnya sendiri. Ia memejamkan mata sejenak, menahan keinginan untuk berteriak.

‘KENAPA SIH ORANG INI?!’ Di dalam hati, Ara meraung sejadi-jadinya. Ia menekuk bibir, lalu pura-pura sibuk membuka dokumen.

Tak berapa lama, layar ponsel Ara menyala. Sebuah pesan baru masuk. Dari Elan.

“Kalau kerja harus fokus, jangan pasang wajah tegang kayak mau ujian nasional. Kasihan keyboard kamu.”

Ara membulatkan matanya. Tangannya terkepal di atas meja.

Ia mendongak sejenak, melotot ke arah jendela, tapi Elan sudah menghilang—kabur seperti maling ketahuan.

Ara mendesah panjang. “Ya ampun ... ini orang kenapa sih!” Gumamnya pelan, hampir ingin menjambak rambutnya sendiri.

Tapi tanpa sadar, sudut bibir Ara sedikit terangkat. Ada rasa aneh, lucu, dan hangat yang sempat menyusup di sela-sela kepenatan hari itu. Ia—terkenang kembali masa-masa singkat yang ia lalui bersama Elan dulu.

“Elan ...,” gumamnya.

*

*

*

1
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
kamu kan levelnya makan masakan makmu, masakan istri mah, buat makan gukguk komplek.. 🏃🏃🏃
Dae_Hwa💎: hussss, 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
💕Bunda Iin💕
waktu kerja kantoran gaya lo pongah har...boro² nyukupin nafkah istri...giliran kerja kyk begini ngeluh...dasar manusia bersyukur kau har
Dae_Hwa💎: betul. syukur² ada kerjaan. padahal halal
total 1 replies
💕Bunda Iin💕
kesian😂😂😂 ( ketawa jahat )
Dae_Hwa💎: NGIAHAHAHHAHA
total 1 replies
💕Bunda Iin💕
🤣🤣🤣🤣🤣
Dae_Hwa💎: 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
istianah istianah
apa" jngan" si erlan dan ara mau di makcomblangin sama si davin ya ,kalau bener bgitu se 7 aq , tak pantau terus sampe mereka menikah
Dae_Hwa💎: Bisa jadiiii~ pantau terus 🫵
total 1 replies
Tini Ratnadilla
wulan sama Davin aja, aku merestui....
Dae_Hwa💎: Kak, Davin punya ku 🙂‍↕️
total 1 replies
Mba Ayuu
the real karma yang sering dituduhkan sama ara
Dae_Hwa💎: betul.
sayangnya dia gak bersyukur. padahal halal.
total 1 replies
Miaaaoowww😸
si wulan disuruh ngapain itu sama si davin???
pinisirinnnnnn🤭🤭🤭
Dae_Hwa💎: Jangan-jangan~~~
total 1 replies
Miaaaoowww😸
bolehkah saya menculik yang namanya Hary???
Dae_Hwa💎: Mau di apain kak? 🙂‍↔️
total 1 replies
Miaaaoowww😸
gendeng banget jadi cowokk, pengen tonjok dehhhhh🤬🤬🤬
Dae_Hwa💎: Banting² ke lantai
total 1 replies
Sayur segar
ya gapapa sih. yg pnting kan tangan istrimu mulus. kau kan suka?
Dae_Hwa💎: Nah iya, kemarin di pujapuji
total 1 replies
Sayur segar
dsr gk tw brsyukur kau
Dae_Hwa💎: Betul sangat!
total 1 replies
Star Ir
suaminya keponakan saya aja buruh angkut di pasar gak kekurangan makanan kok, gpp gak bakal kelaperan. 😁😁
Dae_Hwa💎: Betul. Apapun itu, selagi halal dan mencukupi, syukuri. Biar berkah.
Sayur segar: betul tuh. memang si harry nya aja yg suka memandang rendah pekerjaan org.
total 2 replies
Sayur segar
ngomongin apa kalian woy 🤣
Dae_Hwa💎: bisik² 🙆🏼‍♂️
total 1 replies
Sayur segar
😆😆😆😆😆😆😆
Dae_Hwa💎: /Joyful/
total 1 replies
Sayur segar
apa jgn2 bapaknya elan ngejodohin sama cwe ini?
Dae_Hwa💎: Mungkinkah~
total 1 replies
Sayur segar
aku rasa si harry ngelarang ara kerja karna takut tersaingi
Dae_Hwa💎: itu sudah pasti, hahahah
total 1 replies
Tini Ratnadilla
selamat ara atas perceraiannya, semoga dapat ganti yang lebih baik
Dae_Hwa💎: Aamiin, pantau selalu 🙂‍↕️
total 1 replies
Mba Ayuu
siapa yang ingin diposisi ara, pasti semua wanita ingin lMenikah sekali seumur hidup. tapi kalau suaminya modelan Harry ya, nggak usah mikir 2 kali sih untuk pisah.
Dae_Hwa💎: betul, semua pasti pengennya sekali seumur hidup.
tapi kalau kyk Harry, sendiri lebih baik.
total 1 replies
💕Bunda Iin💕
klo macam² manusia kadal ini dipenjarakan aj ra😡
Dae_Hwa💎: 🦎 : tolong jangan samakan daku dengannya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!