Arunika Nrityabhumi adalah gadis cantik berusia dua puluh tujuh tahun. Ia berprofesi sebagai dokter di salah satu rumah sakit besar yang ada di kotanya.
Gadis cantik itu sedang di paksa menikah oleh papanya melalu perjodohan yang di buat oleh sang papa. Akhirnya, ia pun memilih untuk melakukan tugas pengabdian di sebuah desa terpencil untuk menghindari perjodohan itu.
Abimanyu Rakasiwi adalah seorang pria tampan berusia dua puluh delapan tahun yang digadang - gadang menjadi penerus kepala desa yang masih menganut sistem trah atau keturunan. Ia sendiri adalah pria yang cerdas, santun dan ramah. Abi, sempat bekerja di kota sebelum diminta pulang oleh keluarganya guna meneruskan jabatan bapaknya sebagai Kepala Desa.
Bagaimana interaksi antara Abi dan Runi?
Akankah keduanya menjalin hubungan spesial?
Bisakah Runi menghindari perjodohan dan mampukah Abi mengemban tugas turun temurun yang di wariskan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Ramalan Simbok
"Pak Abi, maaf ya. Gara - gara saya, bapak jadi diomeli bapak dan Ibu." kata Runi.
"Gak apa. Salah saya juga, harusnya saya gak ninggalin kamu kayak tadi." jawab Abi.
"Run, pegangan. Jalannya jelek." titah Abi.
"Ini udah pegangan kok, pak. Pak tapi nanti kalau jadi gosip warga gimana? Saya orang baru di sini loh, pak." kata Runi.
"Apa yang mau di gosipkan?" pancing Abi.
"Ya, kita yang kayak gini." jawab Runi ambigu.
"Emang kita kayak gimana, Run?" Abi semakin menggoda gadis di boncengannya.
"Ih, tau lah pak Abi!" Kesal Runi sembari mencubit pinggang Abi, tempatnya berpegangan.
"Hahaha. Biarin aja, namanya juga di desa, kecepatan gosipnya, lebih cepat dari pada sinyal five G. Jadi kamu harus bisa memaklumi." Nasihat Abi.
"Terus, kalau saya baper karena di gosipin sama bapak, gimana?" gurau Runi.
"Kamu mau saya nikahin? Biar gak baper karna di gosipin warga. Tenang aja, saya orangnya bertanggung jawab kok." kata Abi
"Bapak ngelamar saya ceritanya?" tanya Runi.
"Menurut kamu, gimana?" Abi balik bertanya.
"Wuuah.... Bisa - bisa saya di teror fans bapak. Secara, bapak terkenal sebagai pria tertampan di desa." jawab Runi.
"Kata siapa? Baru sehari, kamu udah gosipin saya?" tanya Abi.
"Kata Ica. Ica yang ngajak saya ngegosip, pak." jawab Runi.
keduanya tampak sesekali menjawab sapaan dari warga desa yang berkumpul di tengah obrolan mereka. Abi pun tak segan menyapa mereka terlebih dahulu, sementara Runi lebih banyak tersenyum saja, karena Abi sudah menjawab pertanyaan warga yang bertemu mereka berdua.
Sore hari adalah waktu di mana warga saling berkumpul untuk sekedar mengobrol, bertukar informasi, dan bergosip tentu saja.
Melihat Abi dan Runi yang berboncengan di sore hari dengan baju santai, tentu saja membuat kedua orang itu menjadi bahan ghibah warga. Terlebih lagi, Runi tampak berpegengan pada pinggang Abi.
"Tuh kan, pak. Lihat deh perempuan - perempuan itu pada sinis ngeliatin saya." Keluh Runi yang kini melepaskan pegangannya.
"Baru sehari ini, pak. Saya gak mau cari musuh. Apa lagi kalo musuhnya cegil, ngeri paakk!!" Imbuh Runi.
"Hahaha. Mereka gak akan ganggu kamu, kalo mereka tau siapa kamu." kata Abi santai.
"Siapalah saya ini, cuma dokter yang bertugas di desa ini. Kalo mereka ngusir saya karna ganggu pria idola mereka, saya bisa apa?." Ujar Runi.
Pria tampan dengan postur tubuh idaman setiap kaum hawa itu memarkirkan motornya di depan sebuah gubuk bambu. Ia turun dari motornya dan menghadap ke arah Runi, hendak membopongnya lagi.
"Mereka gak akan berani ngusir kamu, kamu kan calon istri saya?" goda Abi sembari menaik turunkan alisnya, membuat gadis dalam gendongannya tercengang.
"Eeiiss, jangan ngadi - ngadi, pak. Nanti saya baper beneran loh ini, bapak bercandain kayak gitu." gurau Runi.
"Kalo saya serius, kamu mau?" tanya Abi yang membuat Runi tertegun. Pikirannya melayang pada perjodohan yang di minta papanya.
"Tau Ah! Gak lucu bercandanya, pak Abi." jawab Runi dengan mengerucutkan bibirnya.
"Duduk sini dulu, saya panggil simbok." ujar Abi yang menurunkan Runi di sebuah bale - bale dari bambu yang beralaskan tikar.
Setelahnya, Abi mengucapkan salam pada si empunya rumah sembari mengetuk pintu rumah.
"Waalaikumsalam, Ealah Abi. Ono opo, le? (Ada apa, nak?)" tanya seorang wanita yang berusia sekitar enam puluh tahunan.
Abi segera meraih tangan simbok dan menyalaminya dengan takzim, sebelum menyampaikan tujuan kedatangannya.
"Niku bu dokter nyuwun di urut, mbok. Ampeyan ne kesleo. (Itu bu dokter minta di urut, mbok. Kakinya kesleo.)" jawab Abi.
"Owalah, iku to bu doktere? Simbok kiro bakal garwomu, le. (itu to bu dokternya? Simbok kira calon istrimu, nak.)" goda simbok.
"Njih menawi piyambake purun. Nyuwun dungone mawon, mbok. (Ya kalau orangnya mau. Minta doanya saja, mbok)" Jawab Abi dengan tawa lirihnya.
"In syaa Allah bakale dadi garwomu, le. (In syaa Allah akan jadi istrimu, le)" jawab Simbok.
"Hahaha. Njih kulo aminke mawon. (Ya saya aminkan saja.)" kata Abi.
"Simbok tenanan leh muni, le. Deso Banyu Alas ora tau salah milih biyunge. La kowe karo genduk kuwi bakale sing dadi bopo lan biyunge deso iki. (Simbok bicara benar, nak. Desa Banyu Alas gak pernah salah memilih ibunya. Kamu dan anak perempuan itu yang akan menjadi ayah dan ibunya desa ini.)" jelas Simbok.
Abi hanya tersenyum simpul. Ia tak bisa menafsirkan perasaannya kini. Rasa senang, takut, bahagia, khawatir, bercampur jadi satu. Tak di pungkiri jika ia memang benar jatuh hati pada Runi saat awal mereka bertemu, kemarin.
Selama ini, warga desa memang percaya kalau apa yang di ramalkan oleh simbok ini, sembilan puluh persen akan benar - benar terjadi.
"Apa karena ini juga bapak dan ibunya membuat Runi dekat dengan mereka?" batin Abi.
Sementara itu, Runi yang tak mengerti bahasa jawa kromo, hanya diam saja. Walaupun ia merasa kalau dua orang yang sedang berdiri di ambang pintu itu sedang membicarakannya.
"Maaf, simbok baru tau kalau ini bu dokter. Tadi pagi gak sempat ikut kumpul di balai." Sapa simbok ramah. Wanita itu menghampiri Runi dengan membawa mangkuk dari batok kelapa yang berisi minyak.
"Iya, mbok. Salam kenal, nama saya Runi." Runi memperkenalkan diri, tak lupa menyalami dan mencium tangan simbok dengan sopan.
"Yongalah, kok sampai bengkak gini to, nduk?" Tanya simbok, wanita tua itu sampai menggelengkan kepalanya melihat pergelangan kaki Runi yang bengkak.
"Iya, karena jatuh, mbok." jawab Runi yang meringis menahan sakit saat simbok memegang kakinya yang bengkak.
"Bakal sakit ini. Gak apa, nduk?" tanya simbok.
"Gak apa, mbok. Yang penting sembuh." Sahut Abi sembari duduk di sebelah Runi. Sementara Runi menatap pria di sebelahnya dengan bibir yang terkerucut.
"Simbok mulai ya, nduk." Ujar simbok memberi aba - aba, sementara Runi menarik nafas dalam - dalam.
"Astaghfirullah! Sakitnya ya Allah. Pelan - pelan ya, mbok." Pinta Runi. Air matanya berderai tanpa permisi, membuat Abi tak tega melihatnya.
"Tahan ya, nduk. Kalau sudah parah, nanti susah jalan." kata Simbok.
"Iya, mbok. Tapi pelan - pelan ya, mbok." pinta Runi yang tak mampu menahan sakit dan air mata.
Sementara itu, Abi hanya bisa meringis membayangkan rasa sakit yang di alami Runi. Tangannya terulur mengusap bahu Runi untuk menenangkan gadis yang menangis di sebelahnya itu.
setelah tiga puluh menit di urut, Rasa sakit di kaki Runi perlahan mereda. Ia pun sudah bisa menggerakkan pergelangan kakinya saat simbok memintanya mencoba.
"Sudah enak to, nduk?" tanya Simbok.
"Iya, mbok. Terima kasih." jawab Runi sembari menyurut air mata dan ingusnya.
"Cup, cup, cup, cah ayu!" Goda Abi sembari mengusap kepala Runi seperti anak kecil.
"Jangan ngeledek ya, pak. Beneran sakit tau." gerutu Runi.
"hehe, iya iya, maaf." jawab Abi.
Sementara itu, simbok hanya bisa cengar cengir melihat tingkah Abi dan Runi.
"Mbok, niki enten titipan saking bapak. (mbok, ini ada titipan dari bapak.)" Ujar Abi sembari memberikan sebuah amplop pada simbok.
"Njih, simbok terimo yo, le. Sampekne matur suwun karo bapakmu. (iya, simbok terima ya, nak. Sampaikan terima kasih ke bapakmu.)" pesan simbok.
"Njih, mbok. Kulo njih yo matur suwun kalih simbok. Kulo pamit wangsul riyen. (Iya, mbok. Saya juga mengucapkan terima kasih ke simbok. Saya pamit pulang dulu.) Assalamualaikum." Kata Abi
"Pulang dulu ya, mbok. Terima kasih banyak. Assalamualaikum." Runi juga ikut berpamitan.
"Iya, hati - hati nduk, le." ujar Simbok melepas kepergian Abi dan Runi.