Hanum: Istri Cacat Dari Desa

Hanum: Istri Cacat Dari Desa

Cakrawala Haristanto

"Papa tidak ingin tahu! Pokoknya kamu harus menerima perjodohan ini!" suara bariton itu terdengar begitu menggema- memenuhi seisi ruangan di mansion keluarga besar Haristanto.

Tatapan si kepala keluarga begitu tajam menyoroti putra pertamanya yang terlihat sangat terkejut.

Cakrawala Haristanto namanya.

"Papa apa-apaan sih!? Gak mau! Pokoknya Cakra gak mau di jodohin! Cakra masih mau bebas!" tolaknya tak kalah lantang. Baru kali ini Cakra berani meninggikan suaranya di hadapan sang Papa.

"Tidak ada penolakan! Satu bulan lagi kamu akan papa nikahkan." telak Arya Wiguna Haristanto, yang sontak membuat Cakra semakin dibuat terkejut.

Termasuk sang istri yang sedari tadi hanya menyimak. "Pa! Apa tidak terlalu cepat? Menikah kan butuh persiapan yang sangat matang-"

"Gak mau! Pokoknya Cakra gak mau! Titik!" ucapan Liliana Haristanto- si ibu rumah tangga sekaligus pemilik brand kecantikan terkenal, terpotong oleh teriakan putranya itu.

Tak ingin semakin kelepasan, Cakra berlalu begitu saja membawa emosinya- dengan kedua tangan yang terkepal. Mengabaikan teriakan sang papa yang memerintah nya untuk kembali dengan penuh murka.

"Sudah, Pa. Biarkan dulu Cakra mendinginkan pikirannya. Dia masih sangat terkejut." ucap Liliana menenangkan sembari mengusap sebelah pundak sang suami.

Arya menarik nafas dan menghembuskan nya secara kasar, ia lepas kendali.

Bukan tanpa sebab, pria berusia 50 tahun itu sudah sangat muak dengan perilaku putranya selama ini yang selalu saja bertindak bebas di luaran sana. Padahal dia sudah sering sekali memperingati Cakra untuk jangan coba-coba meminum alkohol apalagi tidur dengan sembarangan wanita.

"Napa lu?"

Cakra hanya diam saja, tak menggubris pertanyaan sahabatnya yang baru saja tiba, lalu duduk di sampingnya sembari menepuk pundak- kebiasaannya.

Beberapa waktu lalu Cakra menghubungi sahabatnya tersebut untuk datang ke club', sebab ia butuh jalan keluar atas permasalahan yang menimpa nya saat ini. Dan Cakra memilih sahabatnya yang satu ini untuk berbicara- membagi keresahannya.

"Ada masalah apaan?" tanya Demian lagi. Ia tahu sahabatnya ini sedang dalam masalah. Karena hanya saat ada masalah saja Cakra selalu memanggilnya. Dan sekarang saat melihat raut wajahnya yang tidak mengenakkan sudah semakin jelas bahwa Cakra memang sedang tidak baik-baik saja.

Cakra mengusap rambutnya kasar, lalu menutup wajah dengan kedua tangannya sembari bertumpu di kedua lutut. "gue di jodohin," ungkapnya pelan, sarat akan keresahan.

Mendengar perkataan Cakra, Demian sesaat tertegun. Apa? Barusan dia tidak salah mendengar, kan? Tapi rasanya tidak, pendengarannya sedang baik-baik saja.

Satu detik..

Dua detik..

Tiga detik..

Dan di detik berikutnya, sontak Demian tertawa dengan begitu terbahak- tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh seorang Cakrawala.

Cakrawala Haristanto yang dikenal sebagai penakluk wanita di seantero Jakarta Selatan- mau di jodohkan!? Demian sungguh tak mempercayainya.

Demian terlihat puas sekali menertawakan, tanpa menyadari Cakra sudah meliriknya sangat tajam.

Ditengah tawanya, Demian pun menoleh pada Cakra, dan seketika saja tawanya terhenti begitu menyadari tatapan membunuh dari sahabatnya itu.

"Sorry sorry, gue kelepasan hehe.." ringis nya dengan tawa kecil yang ter-patah.

Memutar bola matanya- malas, Cakra kembali menutupi wajahnya sembari menghembuskan nafas jengah.

"Lu ada jalan keluar gak? Gue gak mau di jodohin." Cakra bersuara tanpa merubah posisi.

Sedangkan Demian, sejujurnya ia masih ingin tertawa. Tapi sepertinya, saat ini bukanlah waktu yang pas untuk meledek, ngeri juga kalau sampai di amuk.

Sekali lagi Demian berdeham, "ini jelas bukan masalah biasa, bro. Urusannya udah sama ortu lu."

Mendengar itu Cakra menghela nafas kasar. "please, bantu nyari jalan keluar. Kalo lu bisa bantu, gue bakal kasih salah satu koleksi mobil gue buat lu."

Demian terkejut. "Seriusan lu!? Dah ah gak usah becanda. Gue tau mobil-mobil itu kesayangannya lu semua, rasanya mustahil banget elu mau ngelepasin salah satu mobil lu itu hanya untuk permasalahan sepele gini."

"Sepele lu bilang? Ini menyangkut masa depan gue. Gue gak mau nikah sama perempuan yang gak gue suka. Apalagi yang mau di jodohin sama gue, gue gak tau orangnya kayak gimana?" ujar Cakra sewot, sambil melirik Demian tajam- lagi.

"Calm bro, calm. Kalo menurut gue sih, lu temuin dulu aja orangnya. Kalo sekiranya cocok, gas aja kawinin."

"Kawin kawin, lu kira kucing apa!?"

"Dih, gak nyadar apa? Kelakuan lu kan selama ini emang kek kucing garong. Kawin sana kawin sini."

Cakra tak menggubris ledekan Demian, karena yang dikatakan memang tidak salah. "Intinya gue belum mau nikah!"

"Emangnya kenapa dah? Kawin kan enak, apalagi sama istri, halal."

"Lu bisa bantu kagak? Kalo enggak, pulang aja sana!"

"Oke oke, sorry. Gue pikirin dulu."

Mengacak rambutnya kasar, Cakra menyandarkan punggungnya menatap lampu disko di atas sana. "gue serius, kalo lu bisa bantu bakalan gue kasih satu mobil gue. Bebas mau pilih yang mana."

Sejujurnya dalam hati, Demian sudah kesenangan. Karena memang ada salah satu mobil sport milik Cakra yang sangat dia inginkan.

Bukannya Demian tak mampu membeli. Keluarganya juga termasuk golongan konglomerat, setara dengan keluarga Haristanto. Hanya saja mobil-mobil milik Cakra semuanya termasuk limited edition, dan ketika Demian ingin membeli selalu saja kehabisan stok.

"Oke, gue bantu cari jalan keluar. Abis itu gue bakalan tagih ucapan lu. Deal ya?"

Cakra hanya berdeham sebagai jawaban, lalu menutup matanya saat merasa sedikit tenang.

Sedangkan Demian sudah sibuk dengan pikirannya. Jalan keluar apa yang sekiranya sangat membantu untuk permasalahan manusia di sampingnya ini.

Beberapa menit berlalu, Demian masih berkutat dengan pikirannya. Sedangkan Cakra sudah merasakan jenuh. Tiga gelas whisky sudah habis di teguk nya, tapi Demian masih belum juga bersuara.

"Aha! Gue ada ide!" celetuk Demian. Reflek membuat Cakra terduduk tegak.

"Apa!? Apa!? Cepet bilang!" titah Cakra rusuh.

"Sabar- elaah, gue harus jelasinnya secara terperinci."

"Bacot! Buruan dah jelasin aja intinya."

Demian memutar bola matanya kesal. "Oke, jalan keluarnya adalah... Lu kabur aja! Gimana? Jalan keluarnya bagus kan?"

"Sialan." celetuk Cakra, kesal.

"Lah? Kok sialan? Menurut gue kabur adalah jalan terbaik untuk menghindari perjodohan. Lu bisa kabur kemana aja, ke luar negri kek, kemana kek."

"Lu lupa bokap gue siapa?" tanya Cakra datar.

"Tau lah, bokap lu kan yang punya perusahaan terbesar di Asia tenggara."

"Dan lu kira bokap gue bakalan gak bisa gitu lacak keberadaan gue?"

Demian kicep. Ia tidak berpikir sampai kesana karena otaknya sudah dipenuhi oleh mobil-mobil mewah milik Cakra. "iya juga ya, lupa gue," cicit nya cengengesan.

Cakra menubrukkan kembali punggungnya pada sofa. Sepertinya ia sudah salah memanggil sahabatnya yang satu ini.

Demian sendiri memutar otaknya lagi sembari menahan dagu. "Mmm.. Gimana kalo lu kaburnya ke Bandung aja." celetuk Demian lagi.

Cakra tidak menggubris, membiarkan saja Demian ingin berkata apa. Terserah saja, pikirnya.

Karena tak mendapat tanggapan, Demian pun melanjutkan ucapannya, "jadi gini, bokap gue punya vila kecil di daerah Bandung, pelosok banget lokasinya. Dan yang tau vila itu cuma keluarga inti gue. Lu sembunyi dulu aja di sana, dan urusan bokap lu biar bokap gue yang urus, gimana?"

Mendengar perkataan Demian, Cakra pun menegakkan kembali punggungnya.

Cakra menimang sebelum akhirnya menyetujui. "Oke, ide lu kali ini bisa diterima," responnya. "tapi bokap lu mau gak bantuin gue? dia kan sahabatan sama bokap gue."

"Udah, lu tenang aja. Urusan bokap gue biar gue sendiri yang urus." Demian menepuk dadanya beberapa kali, merasakan bangga karena sudah berhasil memberikan jalan keluar.

Cakra geleng-geleng kepala melihatnya. "Jadi, kapan gue harus kabur kesana?"

"Nanti aja kalo udah di nikahin." celetuk Demian, terkikik.

Sabar.. Sabar.. Cakra men-sugesti pikirannya untuk tidak marah. Jangan sampai ia kelepasan menarik sahabatnya ini dan melemparkannya ke lantai dasar dari balkon lantai 5 diskotik ini.

"Maaf, maaf," ucap Demian di sela tawanya.

Senang sekali melihat wajah kesal seorang Cakra, karena biasanya yang selalu membuat kesal orang lain adalah Cakra- termasuk pada dirinya. "lu bisa kabur kapan aja. Kalo bisa ya, besok. Takutnya lu keburu di kurung terus di kawinin paksa sama ortu lu."

"Serius, nyet!" kesalnya, tapi tak urung pikirannya memilah-milah kapan sekiranya waktu yang pas untuk kabur.

"Besok! Kita kesana besok!" putus Cakra akhirnya. Reflek membuat Demian menghentikan aksi jahilnya.

"Kita? Lu aja sendiri sana. Yang punya masalah kan elu bukan gue." ujar Demian yang selalu saja berhasil memancing kekesalan Cakra. Kalau membun*h di perbolehkan, sudah Cakra cekik manusia satu ini.

"Mau gak mobil gue? Kalo gak mau ya terserah, bisa gue kasih sama yang lain."

Demian memutar bola matanya seraya berdecak sebal. "Ok ok, kita kesana besok! Puas lu!?"

"Anak baik." Cakra tersenyum puas, tangannya mengelus rambut Demian layaknya memperlakukan anak kecil- yang langsung ditepis pemuda itu dengan ekspresi dongkol.

TBC

Terpopuler

Comments

Lina Zascia Amandia

Lina Zascia Amandia

Tetap semangat.

2025-04-12

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!