Maxwell, Daniel, Edric dan Vernon adalah keempat CEO yang suka menghambur - hamburkan uang demi mendapatkan kesenangan duniawi.
Bagi mereka uang bisa membuat mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan bahkan seorang wanita sekalipun akan bertekuk lutut di hadapan mereka berempat demi mendapatkan beberapa lembar uang.
Sampai suatu hari Maxwell yang bertemu dengan mantan calon istrinya, Daniel yang bertemu dengan dokter hewan, Edric yang bertemu dengan dokter yang bekerja di salah satu rumah sakitnya, dan Vernon yang bertemu dengan adik Maxwell yang seorang pramugari.
Harga diri keempat CEO merasa di rendahkan saat keempat wanita tersebut menolak secara terang terangan perasaan mereka.
Mau tidak mau Maxwell, Daniel, Edric dan Vernon melakukan rencana licik agar wanita incaran mereka masuk ke dalam kehidupan mereka berempat.
Tanpa tahu jika keempat wanita tersebut memang sengaja mendekati dan menargetkan mereka sejak awal, dan membuat keempat CEO tersebut menjadi budak cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si_orion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8
Maxwell saja tak tahu jawabannya, Bahkan pikiran pria itu kini begitu kemelut semenjak dia melihat bayi kecil itu, apalagi setelah Pricilla mengatakan bahwa itu adalah anaknya.
"Apa menurutmu dia anakku?" tanya balik Maxwell membuat Olivia berdecak.
"Kenapa kau bertanya padaku? Kau yang memproduksinya, seharusnya kau mengenali hasil produksimu sendiri." jawab Olivia sewot.
Maxwell kembali terdiam. Dia memang tak mengenali dan tak menyakını bahwa Zayden adalah anaknya. Tapi dia mengutuk nurani sialannya yang terus menerus membawanya berputar di sekeliling Pricilla dan anak itu.
"Kak, meskipun jauh, tapi ikatan batın antara Ayah dan Anak baik di sadari atau tidak, akan tetap terasa. Coba kau pikirkan kembali." ucap Olivia yang melihat kebingungan kakaknya.
"Berapa usia Zayden sekarang?" tanya Olivia kembali mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi kalender.
"Mana aku tahu." jawab pria yang fokus menyetir itu.
Olivia berdecih, dia mulai memperkirakan usia Zayden, kemudian dia menghitungnya bersama dengan waktu Maxwell berhubungan badan dengan Pricilla.
"Kau melakukannya saat ulang tahun pernikahan Paman Jasper dan Bıbı Gina, kan?" tanya Olivia dijawab anggukan Maxwell.
Olivia menghitung jika ada kemungkinan Zayden adalah anak Maxwell. Pertama, jarak usia Zayden dengan hubungan badan Pricilla dan Maxwell cukup meyakinkan. Jika saat itu Pricilla sedang dalam masa subur, itu artinya hanya butuh waktu kurang lebih 1 minggu untuk kehamilan setelah berhubungan. Peristiwa itu terjadi sekitar 1 tahun 6 bulan yang lalu, usia Zayden sekarang perkiraan 10/11 bulan, itu artinya ada kemungkinan Zayden adalah anaknya Maxwell.
Kemungkinan kedua, bagian tubuh anak biasanya akan mengikuti garis keturunan kedua orang tuanya, baik itu dari Ayah, Ibu, maupun keduanya. Dan Olivia melihat garis keturunan Klan Addison pada mata Zayden. Mata bayı itu bulan dengan bulu mata yang lentik persis seperti Maxwell.
Dan ketiga, Zayden tadi begitu gembira ketika melihat Maxwell. Olivia yakin bahwa 'Pa' yang dimaksud Zayden adalah Maxwell.
"Aku rasa dia benar - benar anakmu, Kak." kesimpulan Olivia.
"Kau bahkan tak berpengalaman dalam hal seperti itu, bahkan kau tidak bekerja di bidang itu." jawab Maxwell.
"Meskipun aku tidak berkecimpung dalam bidang kedokteran apalagi kehamilan dan anak, tapi tahu dan sedikit mengerti mengenai hal itu, Kak." ucap Olivia, sebab selama ini dia memiliki seorang teman yang merupakan dokter kandungan, sehingga Olivia suka sekali berdiskusi dengan temannya itu.
"Tak perlu analisismu, jaman sudah canggih, sudah ada tes DNA."
"Terserah." balas Olivia, kakaknya memang keras kepala.
Suasana di mobil kembali hening, Olivia hampir tertidur jika Maxwell tidak memanggilnya.
"Bagaimana dengan tawaran Vernon?"
"No."jawab Olivia langsung.
"Kau yakin? Tak ingin mempertimbangkannya dulu?"
Olivia merotasikan bola matanya. "Kau memang ingin menjualku rupanya. Kau tahu usiaku baru 22 tahun, dan kau menjadikan aku alat barter dengan pak tua itu? kau sungguh pak tua keras kepala yang menyebalkan." omel Olivia.
"Yak! Berhenti memanggilku pak tua, usiaku baru 30 tahun. Lagi pula bukannya anak muda sepertimu lebih menyukai pria yang lebih tua? Like sugar daddy, right?"
"You wrong. Aku lebih suka brondong." bantah Olivia.
"Ck, bahkan aku melihat kau memfollow intagram para sugar daddy dan hot daddy." ejek Maxwell.
Olivia memukul bahu Maxwell. "Dasar stalker."
"Jadi bagaimana? Kau menerimanya? Vernon pria yang, yaa meskipun brengsek tapı dia penyayang keluarga. Dia pria matang yang bisa menuntunmu." ucap Maxwell.
"Menuntun dalam hal apa? Oke fine, i like sugar daddy, but, you know him. Dia orang mesum, astaga." jawab Olivia.
"Mesum?" tanya Maxwell memicingkan matanya.
"Hah, dunia memang sudah menggila. Setelah Orang tua yang menjadikan anaknya tumbal kerjasama bisnis, sekarang Kakak yang menjadikan adiknya tumbal bisnis." ledek Olivia dramatis mengalihkan pertanyaan Maxwell tadi. Bisa - bisa Olivia langsung diseret ke Gereja jika mengetahui dia tidur bersama Vernon hanya memakai pakaian dalam saja.
"Jadi bagaimana? Kau menerimanya atau tidak, bocah?" tanya Maxwell lagi.
"Astaga, aku sudah bilang tidak tadi. Kau memanggilku bocah? Tapi kau akan menjodohkanku dengan pria tua? Oh god, kalian sungguh pedofil." jawab Olivia kesal.
"Kau memang bocah. Bocah bertubuh seksi sampai lebih cocok di panggil Tante daripada bocah." ejek Maxwell
Mata bulat Olivia memelotot. "Apa kau bilang? Oke, aku akan melaporkanmu pada Papa bahwa kau sudah punya anak dari Pricilla!" ancam Olivia merogoh tasnya untuk mengambil ponsel.
Maxwell langsung merebut ponsel Olivia. "Jangan membuat fitnah!"
"Itu bukan fitnah, itu fakta." bantah Olivia.
Maxwell menepikan mobilnya lalu menatap nyalang pada sang adik perempuannya. "Kau benar - benar pengadu."
"Kau pemaksa keras kepala." balas Olivia.
Keduanya masih diam saling melempar kekesalan. "Oke, aku juga akan melaporkan pada Papa bahwa Vernon ingin segera menikahimu, dengan begitu kau tak bisa mengelak lagi."
"Yak! Ancamanmu itu! Aku juga bisa mengadu pada Papa bahwa kau sudah menghamili mantan calon istrimu, bahkan sekarang anak itu sudah lahir. Aku yakın Papa akan langsung menyeretmu ke hadapan Paman Jasper. Dan burung kecilmu yang hobi keluar masuk itu akan dipotong dan dijadikan pakan ternak!" omel Olivia.
Maxwell tak menggubris omelan Olivia, dia merogoh ponselnya. "Mengadu saja sana, maka aku akan langsung menyetujui tawaran Vernon. Biarkan dia yang menghukum mulut tukang mengadumu itu."
"Jangan, jangan! Aku tak akan mengadu, serius, tapi jangan setujui tawaran itu." pinta Olivia menahan ponsel Maxwell.
"Deal?" Maxwell dengan wajah menyebalkannya.
"I-iya deal."jawab Olivia.
"Tapi aku akan tetap menyetujuinya. Hallo Vernon, aku menerima tawaranmu." ucap Maxwell mendekatkan ponselnya ke telinga.
"MAXWELL!" teriak Olivia kesal.
***
Chelsea kabur ke kamar mandi, dia memasuki kamar mandi untuk merapikan penampilannya meskipun penampilannya masih sangat rapi. Dia merapikan rambutnya sedikit lalu menghembuskan nafasnya jengah. Ada apa dengan Ayahnya itu, kenapa tiba - tiba menerima lamaran keluarga Dexter tanpa persetujuan Chelsea? Memangnya yang mau menikah itu siapa, Damian atau Chelsea.
Chelsea tentu saja ingin menolak lamaran itu, tapi Damian justru malah berkata.
"Selama ini sudah cukup Daddy mengalah padamu. Daddy mengizinkan kamu menjadi dokter meskipun Daddy ingin kamu meneruskan perusahaan. Daddy bahkan sudah berkorban banyak untuk kuliahmu di luar negeri. Sekarang saatnya kau menuruti keinginan Daddy."
Chelsea memang awalnya tak diizinkan oleh Damian untuk menjadi dokter, sebab yang Damian ingin Chelsea mengambil sekolah bisnis lalu meneruskan usaha keluarga mereka. Namun sayang, putri semata wayangnya itu keras kepala dan keukeuh ingin sekolah dokter.
Gadis itu menatap wajah menyedihkannya, padahal dia bermimpi untuk menikahı pangeran tampannya, tapi nyatanya justru dia dijodohkan dengan paman tua cerewet menyebalkan Itu. Tapi tunggu, dengan siapa Chelsea akan di jodohkan? Austin atau Edric? Atau putra Dexter yang lainnya?
Hah, semoga bukan Austin Dexter sı paman menyebalkan itu. Tak apa - apa dengan Edric, karena Chelsea bisa menyentuh abs pria itu sepuasnya. Ups.
Chelsea tak mau kembali ke aula hotel, dia memilih berjalan menuju area belakang hotel, lebih tepatnya area kolam renang. Gadis itu berjalan menyusuri pinggiran kolam renang sambil melamun. Sepatu hak tingginya beradu dengan lantai terdengar nyaring. Sepi, mungkin sekarang hanya ada dia disını. Beruntung arena ini diterangi dengan terang, jadi Chelsea tidak terlalu takut.
Bolehkah Chelsea berharap sekarang bahwa pria yang melamarnya adalah Edric Dexter? Meskipun keduanya sama saja, tapi bagı Chelsea, Edric satu taraf diatas menyebalkannya Austin. Edric juga terlihat lebih muda, dan tentu saja absnya yang belum sempat Chelsea sentuh.
"Hey!"
"Aaa." Chelsea teriak kaget ketika seseorang berteriak tepat di telinganya.
Chelsea limbung, kakinya menghentak hingga heelsnya patah, dia hampir terjatuh ke kolam renang jika tidak orang itu tahan.
Mata Chelsea memejam erat takut, tangannya refleks memegang erat baju orang yang menahannya. Merasa tak ada pergerakan apapun apalagi tubuhnya yang dirasa tertahan, Chelsea membuka matanya dan lagi terkejut ketika rupanya, pria didepannya adalah Edric Dexter.
Edric terkekeh menyeringai melihat ekspresi ketakutan Chelsea. Kemudian terlintas ide jahil di kepalanya. Posisinya sangat dekat sekarang, Mungkin Edric bisa mencuri kesempatan.
Edric mendekatkan wajah mereka, tapı Chelsea yang tersadar dia segera berontak. Namun, berontakan Chelsea justru membuat keseimbangan Edric hilang lalu keduanya limbung hingga
Byurrr
Kedua manusia itu terjatuh ke dalam kolam renang secara bersamaan. Chelsea maupun Edric langsung berenang ketepian dan menggapai pinggiran kolam.
Edric menolong Chelsea dengan mengangkat tubuhnya supaya bisa naik ke pinggiran kolam, setelahnya Edric ikut naik.
Edric duduk sambil memeluk dirinya sendiri merasakan kedinginan yang hebat. Edric berdiri di depan Chelsea sambil mengusak rambutnya ke belakang.
"Kenapa kau berontak? Kita jadi basah kan." seru Edric.
"Aku berontak karena kau mencoba untuk mencuri kesempatan. Dasar pria lift mesum." jawab Chelsea sambil berdiri meskipun badannya gemetar kedinginan.
Edric melepaskan jas basahnya lalu menyampirkannya dibahu Chelsea.
"Aku rasa percuma, karena jas mu pun basah." ejek Chelsea yang semakin menggigil kedinginan.
"Setidaknya itu bisa menutupi dadamu yang tercetak jelas. Kau tak memakai dalaman?" jawab dan tanya Edric dengan wajah iseng menyebalkan.
"Ya mesum!" teriak Chelsea merapatkan jas kebesaran Edric menutupi tubuhnya. Oh my, asetnya terekspos pada pria aneh itu.
Edric menyeringai sambil melangkah mendekati Chelsea. Gadis itu ingin mundur tapi sayang belakangnya adalah kolam renang.
"Simpan itu untuk nanti." bisik Edric sebelum pergi meninggalkan Chelsea yang kedinginan sendirian.
"Pria mesum tak bertanggung jawab, sudah membuat aku basah dan kedinginan seperti ini malah pergi begitu saja. Ish." omel Chelsea sambil celingukan berharap tak ada yang melihat tubuh basah kuyupnya.