Lana, seorang gadis yang tumbuh dalam pengabaian orangtua dan terluka oleh cinta, harus berjuang bangkit dari kepedihan, belajar memaafkan dan menemukan kembali kepercayaan pada cinta sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lidya Riani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 17 Apa itu cinta ?
Hari-hari berlalu, membentang sunyi sejak pengakuan cinta Sakha di bawah langit malam bertabur bintang hari itu. Lana, bagai bayang-bayang yang menjauh, meninggalkan jejak tanya yang membakar dada Sakha.
Apakah Lana menerima cinta itu? Tentu saja tidak. Penolakan itu, seperti belati yang menusuk, Sakha sudah menduganya. Namun, sikap Lana yang menghindarinya, membangun tembok tak kasat mata yang tiba-tiba memberi jarak di antara mereka, menjadi luka yang tak terprediksi.
Seminggu berlalu, sunyi senyap tanpa suara Lana. Sakha, yang biasanya tegar, kini rapuh oleh rindu.
"Lana, tunggu!" serunya, menggenggam tangan Lana yang hendak melarikan diri dari kelas yang baru saja dibebaskan oleh bel pulang.
Lana tersentak, mata bulatnya menatap Sakha dengan kaget.
"Ah, Sakha, maaf, aku buru-buru," ujarnya, berusaha melepaskan diri dari genggaman Sakha yang erat.
"Tidak. Kita harus bicara," tegas Sakha, matanya memancarkan tekad.
"Tapi aku..." Lana tergagap, wajahnya memerah.
"Tidak ada tapi-tapian. Kau ikut denganku," putus Sakha, menarik Lana keluar.
Di taman yang sepi, di bawah naungan senja yang mulai meredup, mereka duduk berdampingan.
"Kenapa kau menghindariku?" tanya Sakha, suaranya parau.
"Aku... aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja..." Lana meremas jarinya, gugup.
"Maaf," bisik Sakha, menundukkan kepala.
Lana menatap Sakha, rasa bersalah menghantui hatinya. Ia menjauh karena tak ingin Sakha semakin terluka.
"Jika pernyataanku kemarin membuatmu menjauh, aku tarik kembali semuanya," ujar Sakha, suaranya bergetar.
"Aku yang seharusnya minta maaf. Aku tidak ingin menyakitimu, itu sebabnya aku menjauh," jawab Lana, suaranya bergetar. "Kupikir dengan kita menjaga jarak, kau tidak akan terlalu terluka."
"Dengan menjauh, kau justru menyakitiku," sahut Sakha, matanya menatap Lana sendu.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Lana, bingung.
"Apakah kau benar-benar tidak bisa membalas perasaanku?" tanya Sakha, matanya menuntut jawaban.
Lana menghela napas panjang, menatap anak-anak yang bermain di kejauhan.
"Maaf tapi, bukankah kita masih terlalu kecil untuk jatuh cinta." mata Lana menatap dengan polosnya. "Kita masih SMA."
"Lana..kau tidak lihat, teman-teman seumuran kita banyak yang berpacaran?"
"Aku tahu, tapi.." Lana mengigit bibirnya, ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Aku... aku tidak mengerti apa itu cinta," ujarnya, suaranya pelan namun tegas.
"Maksudmu?" tanya Sakha, mengerutkan kening.
"Maaf, tapi aku tidak mengerti apa itu cinta. Aku mungkin salah, tapi kadang aku berpikir kalau cinta bisa melukai diri kita dan orang yang kita sayangi. Saat mencintai, kita juga harus siap kehilangan. Dan aku terlalu pengecut untuk itu," jelas Lana.
"Kehilangan?" kedua alis Sakha bertaut, mencoba memahami maksud Lana.
Lana menundukan kepalanya.
"Kau takut..kehilanganku?" tanya Sakha, matanya menatap Lana dengan lembut.
Lana mengangguk.
"Maksudku, kau teman yang baik. Aku tidak ingin kehilangan itu. Kau berhak dicintai oleh seseorang yang istimewa, yang tahu cara mencintai. Dan itu, sepertinya...bukan aku," ujarnya, berharap Sakha mengerti.
"Omong kosong," sergah Sakha, suaranya meninggi. "Kenapa kau begitu penakut?"
Lana terdiam, tak mampu berkata-kata.
"Untuk apa mengkhawatirkan hal yang belum tentu terjadi? Yang penting, saat ini aku menyukaimu, aku jatuh cinta sama kamu! Sekarang, jawab aku, apakah kau juga menyukaiku?" tanya Sakha, matanya menuntut kejujuran.
Lana membeku, lidahnya kelu. Perasaan dan logika berperang dalam hatinya.
Namun, akhirnya, logika menang.
"Aku... aku hanya menganggapmu sebagai teman," jawab Lana dengan suara bergetar.
tak bapak tak ibu sama aja dua duanya jahat sama anak sendiri