Seorang mafia kejam yang menguasai Italia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki sisi gelap serupa dengannya. Mereka saling terobsesi dalam permainan mematikan yang penuh gairah, kekerasan, dan pengkhianatan. Namun, di antara hubungan berbahaya mereka, muncul pertanyaan: siapa yang benar-benar mengendalikan siapa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricca Rosmalinda26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan Kematian
Valeria tetap berdiri tegak, menyembunyikan gejolak yang mulai menggerogoti dirinya. Dante mungkin mengira dia sudah menang, tapi dia salah. Ini belum berakhir.
Matanya bertemu dengan milik Matteo, mengisyaratkan sesuatu tanpa kata. Matteo mengangguk halus sebelum berbalik dan menghilang di tengah kerumunan.
Dante memperhatikan interaksi itu dan terkekeh. “Kau masih mencoba melawan?”
Valeria menyesap anggurnya perlahan, kemudian menatapnya dengan ekspresi percaya diri. “Kau tahu aku tidak akan menyerah begitu saja.”
Dante tersenyum miring. “Tentu saja.”
Namun, sebelum Valeria bisa berkata lebih banyak, ponselnya bergetar di dalam genggamannya. Satu pesan masuk. Dari Matteo.
— “Masalah besar. Kita harus keluar sekarang.”
Valeria tidak menunjukkan reaksinya, tetapi pikirannya segera bergerak cepat.
Dante menatapnya dengan mata penuh kemenangan. “Kau kehilangan sesuatu, Valeria?”
Valeria hanya tersenyum, lalu meletakkan gelasnya di atas meja dengan tenang. “Sepertinya aku harus pergi.”
Dante memiringkan kepalanya, seolah menikmati situasi ini. “Kemana buru-buru? Pesta ini baru saja dimulai.”
Valeria menatapnya tajam. “Percayalah, Dante. Aku akan kembali.”
Dante mengangkat gelasnya seolah memberikan penghormatan. “Aku tunggu.”
Valeria berbalik dan berjalan dengan elegan, tetapi dalam pikirannya, dia sudah merancang langkah berikutnya. Jika Dante benar-benar sudah mengendalikan situasi, maka dia harus mengambil risiko lebih besar.
Sementara itu, Dante menyaksikan kepergiannya dengan senyum penuh arti.
Valeria baru saja masuk ke dalam jebakannya.
Dan kali ini, dia tidak akan membiarkannya lolos.
Valeria melangkah cepat keluar dari aula pesta, Matteo sudah menunggunya di lorong belakang. Napas pria itu sedikit terengah, wajahnya menegang.
"Apa yang terjadi?" suara Valeria tetap dingin, meskipun di dalam kepalanya, ribuan skenario berputar cepat.
Matteo menoleh ke kiri dan kanan sebelum berbisik, "Orang-orang kita menghilang. Markas utama kita dibakar. Seseorang membocorkan lokasi kita ke musuh."
Darah Valeria mendidih. Dante.
Ia merogoh ponselnya, membuka jalur komunikasi dengan salah satu orang kepercayaannya. Tidak ada jawaban. Ia mencoba satu nomor lain—tetap sunyi.
Jari-jari Valeria menggenggam ponselnya lebih erat. "Dante sudah tahu semua rencanaku."
Matteo mengangguk, wajahnya mengeras. "Dan dia sedang menunggu langkah berikutnya darimu."
Valeria menyadari sesuatu—ini bukan hanya pertempuran biasa. Ini perang.
Suara langkah kaki yang teratur terdengar dari ujung lorong. Matteo langsung mencabut pistolnya, tetapi Valeria mengangkat tangan, menghentikannya.
Dari balik bayangan, beberapa pria bersetelan hitam muncul. Dan di antara mereka, Dante.
Matanya gelap, dingin, penuh kepastian.
Valeria tersenyum kecil. Dia benar-benar datang untuknya.
Dante berhenti hanya beberapa langkah di depannya, menatapnya tanpa ekspresi.
"Kau seharusnya tahu, Valeria," suaranya tenang, tapi mematikan. "Aku selalu lebih dulu dari langkahmu."
Valeria tetap tersenyum, meskipun di dalam dirinya, ia merasakan tekanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Dan kau seharusnya tahu, Dante," ia membalas dengan suara serupa. "Aku selalu punya jalan keluar."
Dalam sekejap, suara tembakan meledak di udara. Lorong berubah menjadi medan perang kecil, Matteo menarik Valeria ke belakang sementara anak buah Dante menembak tanpa ragu.
Dante tetap berdiri di tempatnya, matanya terkunci pada Valeria.
Dia tidak akan membiarkan wanita itu pergi begitu saja.
Tidak kali ini.
Lorong itu berubah menjadi neraka kecil. Tembakan saling bersahutan, suara peluru menghantam dinding, memecahkan kaca, dan menciptakan kekacauan. Matteo berhasil melumpuhkan dua anak buah Dante, tetapi sisanya bertahan dengan formasi yang rapi.
Valeria bergerak cepat, menarik pistol dari pahanya dan menembak ke arah pria di sebelah Dante. Kepala pria itu tersentak ke belakang, darah menyembur sebelum tubuhnya ambruk.
Dante tetap tidak bergerak. Ia hanya menatap Valeria dengan ekspresi tajam—tanpa kemarahan, tanpa keterkejutan. Hanya penilaian.
“Kau masih berpikir bisa lepas dariku, Valeria?” suaranya terdengar di antara kekacauan.
Valeria tersenyum miring, lalu melangkah mundur perlahan. “Aku tidak pernah berpikir untuk lari, Dante.”
Tiba-tiba, Matteo melempar granat asap ke lantai. Dalam hitungan detik, asap tebal memenuhi lorong, membuat penglihatan kabur. Dante menutup hidungnya, mendengar suara langkah kaki cepat Valeria dan Matteo yang berusaha kabur.
“Jangan biarkan dia lolos!” Dante memberi perintah, tetapi Valeria sudah menghilang ke dalam bayangan.
—
Di luar gedung, Valeria dan Matteo berlari ke arah mobil yang sudah disiapkan. Matteo membuka pintu untuknya, tetapi Valeria berhenti sejenak, menatap ke arah gedung yang masih dipenuhi asap dan suara tembakan.
Dante tidak akan berhenti.
Dan dia juga tidak akan menyerah.
Dengan napas yang masih memburu, Valeria masuk ke dalam mobil. Saat kendaraan melaju kencang meninggalkan tempat itu, ia menyentuh pelipisnya yang sedikit berdarah.
Matanya menyipit.
Dante ingin permainan ini menjadi lebih besar?
Baiklah. Dia akan mendapatkannya.
—
Di dalam gedung, asap mulai menghilang. Dante berdiri di tengah lorong dengan ekspresi gelap.
Valeria berhasil lolos.
Tapi dia tahu, ini belum selesai.
Ia merogoh ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Kita naikkan taruhannya." suaranya tenang, tetapi berisi ancaman tersembunyi. "Mulai sekarang, Valeria bukan hanya musuh biasa. Dia target utama."
Dante menyimpan ponselnya, lalu tersenyum kecil.
Jika Valeria ingin bermain lebih besar—maka dia akan memastikan wanita itu tenggelam dalam permainan yang ia ciptakan.
---
Di sebuah gudang tersembunyi di pinggiran kota, Valeria berdiri di depan meja panjang yang dipenuhi peta, senjata, dan dokumen. Matteo dan beberapa orang kepercayaannya menatapnya dengan serius.
“Dante sudah menargetkanmu,” kata Matteo. “Dia tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan kepalamu.”
Valeria tersenyum miring, mengangkat belati kecil dan memainkannya di antara jarinya. “Bagus. Aku juga tidak berniat berhenti.”
Matteo menatapnya ragu. “Kita bisa menarik diri, menghilang sebentar—”
“Tidak,” potong Valeria tajam. “Aku tidak pernah lari dari pertarungan. Dante ingin permainan ini naik level? Maka kita buat dia menyesal.”
Ia mengambil peta yang menunjukkan beberapa titik penting—lokasi bisnis ilegal Dante, markas utama, dan tempat-tempat yang menjadi sumber kekuatannya.
“Kita mulai dari sini.” Valeria menunjuk sebuah gedung pencucian uang terbesar milik Dante. “Ledakkan. Buat dia tahu aku tidak bermain-main.”
Matteo menatap Valeria sejenak, sebelum akhirnya mengangguk. “Baik. Aku akan siapkan tim.”
—
Di sisi lain kota, Dante berdiri di balkon kantornya, memandangi pemandangan malam Roma yang tenang—kontras dengan badai yang sedang ia siapkan.
Luca, tangan kanannya, masuk dengan ekspresi serius. “Kami telah mengerahkan orang untuk mencari keberadaan Valeria. Tapi ada masalah.”
Dante berbalik, menatapnya tajam. “Apa?”
Luca meletakkan sebuah tablet di meja. Di layar, terlihat siaran berita darurat—sebuah ledakan besar menghancurkan gedung pencucian uang terbesar miliknya.
Dante menyipitkan mata, lalu terkekeh pelan.
“Dia benar-benar berani.”
Luca tampak tegang. “Kita harus balas secepat mungkin sebelum dia menghancurkan lebih banyak.”
Dante menyesap segelas whiskey sebelum menaruhnya kembali dengan tenang. “Tidak. Biarkan dia berpikir dia sedang menang.”
Luca mengernyit. “Maksudmu?”
Dante tersenyum miring. “Aku ingin tahu sejauh mana dia berani melangkah.”
Ia menatap ke luar jendela dengan mata penuh rencana.
“Lalu, aku akan menjatuhkannya dari tempat paling tinggi.”