Alvian, seorang pria muda nan tampan menginginkan sosok seorang Istri yang cantik dan aduhai.
Ia terpaksa harus menelan kekecewaan saat orang tuanya justru menjodohkan dia dengan Aylin, seorang perempuan tertutup dan bercadar.
Hal itu membuat Alvian berbuat sesuka hati agar Aylin tak kuat menjalani bahtera rumah tangga dengannya dan meminta untuk berpisah.
Namun, siapa sangka hal itu justru menjadi bumerang bagi dirinya sendiri setelah dia tahu kalau di balik cadar istrinya, tersembunyi paras cantik yang selama ini sangat ia idam-idamkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
"Masih mending aku ganti yang baru, bukannya bilang terima kasih malah marah-marah! "
Aylin seketika membulatkan matanya, bukankah dia sendiri yang sudah merusaknya jadi sudah seharusnya dia menggantinya.
"Sudah lah, aku lelah, aku mau tidur," ucap Aylin, ia melepas kaca matanya lalu merebahkan tubuhnya dan mengurung diri dalam selimut.
Alvian merasa tak terima, saat dirinya hendak menarik selimut itu justru di tahan oleh Aylin.
Akhirnya, justru ia yang ikut tetarik oleh Aylin dan terjatuh tepat menimpa tubuh sang istri.
Saat ini tatapan mereka bertemu, dalam jarak yang sangat dekat Alvian baru menyadari jika kedua bola mata Aylin berwarna kecoklatan dengan bulu mata lentik alami dan di bingkai oleh alis tebal yang nyaris sempurna.
"Astaga, tubuhnya wangi sekali. Kenapa wangi tubuhnya membuatku nyaman?" batin Alvian.
Keduanya sama-sama gugup, Aylin reflek mendorong tubuh suaminya dengan keras sehingga membuat Alvian terjatuh dari ranjang.
"Sial!" umpat Alvian sambil terus mengusap bagian belakangnya yang terasa sakit.
Aylin sama sekali tidak perduli dengan hal itu, ia lebih memilih kembali mengurung dirinya dengan selimut untuk menutupi rasa gugupnya.
"Hahh, jangan terlalu percaya diri! Tadi aku hanya terjatuh dan sama sekali tidak berniat untuk menyentuhmu! Kekasihku jauh lebih cantik dan menarik dibanding kamu!" umpat Alvian lagi.
Aylin tak menanggapi perkataan Alvian dan lebih memilih berpura-pura tidur.
Karena jika menanggapi hal itu, Alvian justru akan semakin menjadi.
Alvian yang melihat Aylin yang tidak merespon sama sekali, akhirnya merasa lelah sendiri.
Dia mematikan lampu dan tidur di samping Aylin tanpa melewati batas guling yang diletakkan di tengah.
Saat hendak memejamkan mata, Alvian terus terbayang-bayang sorot kedua mata Aylin yang begitu indah.
Bahkan aroma tubuh istrinya yang begitu harum, membuat dirinya merasa tak menentu.
"Ini pertama kalinya aku melihat mata seindah itu." batin Alvian hingga tanpa sadar sudut bibirnya melengkung tipis.
"Tunggu dulu! Aku tidak boleh terpedaya olehnya, aku hanya mencintai Riana dan hanya dia perempuan yang paling cantik. Hanya matanya saja indah, belum tentu dengan bagian yang lainnya," batin Alvian lagi setelah mengembalikan akal sehatnya.
Alvian mencoba mengusir bayang-bayang kedua mata istrinya, bahkan dia sampai kembali terbangun untuk mengambil parfum miliknya sendiri demi menghilangkan aroma tubuh istrinya.
"Seperti lebih baik, " gumam Alvian.
Namun, pikiran dan raganya seolah saling bertentangan, Alvian merasa bagian tubuh sensitifnya menegang tegak tak terkendali.
"Sial, kenapa dia harus bangun di saat seperti ini ..."
Alvian mengacak rambutnya frustasi dan langsung masuk ke kamar mandi demi menghilangkan hawa panas di tubuhnya.
Hasrat di tubuh Alvian terpancing untuk bangkit, sebagai pria normal teramat sangat wajar jika tubuhnya bereaksi ketika berada satu kamar dengan lawan jenis.
Aylin yang juga belum bisa terlelap semakin merasa heran dengan tingkah suaminya yang begitu aneh.
"Kenapa dia mandi malam-malam begini? Apakah aku ini seburuk itu sampai bersentuhan denganku saja dia merasa jijik?" batin Aylin dengan polosnya.
**
**
Keesokan harinya, Aylin tak kuasa menahan air matanya saat dia harus pindah rumah, dan hal itu membuat Alvian merasa sangat kesal.
"Kita ini hanya akan pindah rumah, bukan pindah ke alam lain. Kenapa sampai harus menangis?" cecar Alvian.
"Alvian, kamu sungguh anak yang tidak memiliki perasaan. Aylin saja merasa sedih berpisah dengan Mama dan Papa, tapi kamu malah bersikap acuh seperti itu," ucap Mama Veny di sela isak tangisnya.
"Kita hanya berpisah dengan jarak 30 menit dari sini, jadi, tidak perlu banyak drama."
Plak...
Pak Bastian memukul kepala putranya cukup keras, sedangkan Alvian hanya menyeringai sambil menahan sakit.
Kalau sudah begini dia tidak akan berani melawan Papanya yang sangat tegas.
"Ma, Pa, kalau gitu Aylin pamit dulu ya? Jangan lupa nanti jenguk kami," pinta Aylin.
"Iya, Nak. Kamu kalau mau makan apa-apa, bilang saja pada Mama, nanti masakan dan mengantarnya ke rumah kamu," jawab Mama Veny lembut.
Alvian semakin merasa terabaikan, dia masuk ke mobil lebih dulu dan membanting pintu mobil dengan keras.
"Aylin, ayo cepat berangkat!" sentak Alvian.
"Alvian, jika kamu sampai berani menyakiti Aylin, kami akan mencoretmu dari kartu keluarga!" ancam Pak Bastian.
"Iya, Pa. Aku ini hanya sedang buru-buru karena di kejar waktu. Assalamualaikum," jawab Alvian berubah santai.
"Waalaikumsalam," jawab Pak Bastian dan Mama Veny bersamaan.
Alvian segera melajukan mobilnya secara perlahan, setelah keluar dari wilayah perumahan orang tuanya ia mulai menambah kecepatan.
Aylin merasa sangat takut, hanya bisa beristighfar dalam hati memohon perlindungan Allah.
Karena ia yakin jika dirinya protes, suaminya akan berbalik marah padanya dan semakin menambah kecepatan.
"Aylin, pokoknya mulai sekarang apapun yang terjadi antara kita berdua jangan pernah melibatkan Papa dan Mama. Jangan karena mereka membelamu, kamu menggunakan hal itu untuk melawanku!" ancam Alvian.
"Iya," jawab Aylin pasrah.
"Dan satu lagi, aku ingin kamu tetap mengerjakan tugas sebagai seorang istri. Mulai dari memasak, bersih-bersih rumah, karena aku tidak ingin ada pembantu. Bukannya aku tidak mampu membayar, tapi aku tidak suka ada orang lain di rumahku!"
"Iya," jawab Aylin singkat.
"Awas saja kalau masakan kamu tidak enak, aku setiap pagi sebelum bekerja sudah terbiasa sarapan di rumah!"
"Iya."
Setelah peringatan panjang lebar Alvian, kini keduanya sama-sama terdiam.
Alvian fokus menyetir sedangkan Aylin menatap ke arah luar jendela.
"Mungkin ini sudah takdir hidupku, mengeluh sebentar saja wajar karena aku hanya manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Namun, aku tetap tidak boleh menyerah, anggap saja semua ini adalah ujian hidup sebagai penghapus dosa-dosaku," batin Aylin dengan tatapan kosong ke arah luar.
Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah perumahan yang ukurannya cukup besar.
Aylin hanya bisa menghela nafas panjang saat membayangkan betapa lelahnya nanti jika ia mengurus rumah itu seorang diri.
Belum lagi ia juga harus berangkat pagi untuk mengajar mahasiswa.
"Aylin, kamu ingat ya! Aku ingin rumah ini selalu dalam keadaan bersih dan rapi! "
"Iya."
"Bisa tidak kamu menjawab selain iya... iya.. saja! " sentak Alvian.
"Lalu aku menjawab apa, Mas? Aku diam nanti kamu pikir aku tidak punya telinga. Aku menjawab tidak mau, nanti aku, kamu anggap sebagai istri yang tidak patuh!" sindir Aylin.
"Sudah lah, cerewet kamu!" umpat Alvian seraya keluar dari dalam mobil, ia membuka bagasi dan hanya mengambil koper miliknya saja.
Aylin segera menyusul, sebelum masuk ke dalam rumah ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah yang ternyata memiliki sebuah halaman yang indah.
"Wah... Sepertinya membaca novel di sana akan sangat menyenangkan," batin Aylin seraya menatap sebuah gazebo.
"Aylin, cepat masuk!" teriak Alvian.
"Iya, tidak perlu sampai berteriak, aku masih bisa mendengar suara kamu, Mas," protes Aylin.
"Salah sendiri kamu lambat sekali seperti siput," jawab Alvian tidak mau kalah.
"Bukankah Mas Alvian tidak suka melihatku? Lalu kenapa Mas Alvian terus memanggilku?"
"Aku hanya ingin mengatakan jika mulai sekarang kita pisah kamar, aku di sebelah kanan dan kamu di sebelah kiri!"
"Iya, terima kasih banyak," jawab Aylin tampak senang lalu melangkah lebih dulu ke arah kamarnya.
"Hey, aku belum selesai bicara!" teriak Alvian.
"Ada apa lagi, Mas Alvian .... ?" tanya Aylin seraya dengan malas menoleh, menghadapi manusia seperti suaminya ini memang butuh kesabaran yang sangat ekstra.
"Setelah ini kamu belanja untuk keperluan dapur, karena ini rumah baru jadi semuanya masih kosong!"
"Iya, Mas." jawab Aylin dengan segala kesabarannya.
**********
**********
Lanjuuuut kakak 💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼