Reyhan menikahi Miranda, wanita yang dulu menghancurkan hidupnya, entah secara langsung atau tidak. Reyhan menikahinya bukan karena cinta, tetapi karena ingin membalas dendam dengan cara yang paling menyakitkan.
Kini, Miranda telah menjadi istrinya, terikat dalam pernikahan yang tidak pernah ia inginkan.
Malam pertama mereka seharusnya menjadi awal dari penderitaan Mira, awal dari pembalasan yang selama ini ia rencanakan.
Mira tidak pernah mengira pernikahannya akan berubah menjadi neraka. Reyhan bukan hanya suami yang dingin, dia adalah pria yang penuh kebencian, seseorang yang ingin menghancurkannya perlahan. Tapi di balik kata-kata tajam dan tatapan penuh amarah, ada sesuatu dalam diri Reyhan yang Mira tidak mengerti.
Semakin mereka terjebak dalam pernikahan ini, semakin besar rahasia yang terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kontrak
Mira terbangun karena suara pintu kamar yang dibanting. Reyhan baru pulang, jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Ini bukan pertama kalinya. Pria itu sengaja pulang larut agar tak perlu berhadapan dengannya.
Mira bangkit dari ranjang dan berjalan mendekat.
"Kamu sudah makan malam?" tanyanya lembut.
Reyhan menatapnya dingin. "Tidak usah pura-pura perhatian, Mira. Aku muak."
Mira menghela napas, menahan rasa sakit di hatinya. "Aku tidak pura-pura. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."
Reyhan tertawa kecil, sinis. "Kalau kamu benar-benar peduli, kamu seharusnya pergi dari hidupku."
Mira menggigit bibirnya, tapi tetap tersenyum. "Aku tidak akan pergi, Reyhan. Aku mencintaimu. Bagaimana bisa aku meninggalkan seseorang yang aku cintai?"
Reyhan menatapnya tajam sebelum melangkah mendekat. "Kamu mencintaiku? Lalu bagaimana dengan ayahmu yang menghancurkan keluargaku? Bagaimana dengan semua penderitaan yang harus aku tanggung karena dia?" suaranya berbisik, nyaris mengancam.
Mira terdiam, dadanya sesak. Ia sudah berusaha mencari tahu kebenaran tentang apa yang dilakukan ayahnya pada keluarga Reyhan, tapi setiap kali ia hampir menemukan sesuatu, selalu ada penghalang yang membuatnya ragu.
"Aku akan menebus kesalahan itu, aku tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu, tapi aku ingin kamu bahagia." bisiknya lirih.
Reyhan tertawa tanpa humor. "Kamu pikir cintamu bisa menghapus semua itu? Aku ingin kamu menderita, Mira. Sama seperti aku."
Tanpa peringatan, Reyhan meraih dagunya, mencengkeramnya dengan kasar.
"Kamu terlalu naif," ucapnya, suaranya dingin seperti es.
Mira menahan air mata yang menggenang di sudut matanya. Tapi ia tidak mundur. Ia menatap suaminya dengan penuh kasih sayang, meskipun pria itu hanya memberinya kebencian.
"Aku tetap mencintaimu," katanya dengan suara bergetar.
"Cintamu menjijikkan." Reyhan melepaskannya dengan kasar. Ia lalu berbalik, meninggalkan Mira sendirian di kamar, tapi wanita itu tidak menangis.
Mira tahu, di balik kebencian Reyhan, ada luka yang belum sembuh. Dan ia berjanji, tak peduli seberapa kejam suaminya, ia akan tetap mencintainya.
Tak peduli seberapa banyak luka yang harus ia tanggung.
Mira tahu, semakin ia bertahan, semakin Reyhan ingin menghancurkannya. Namun, ia tak peduli. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri, ia akan membuat suaminya jatuh cinta padanya, tak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan.
Hari ini, ia bangun lebih pagi, memasak sarapan dan menyiapkan kopi kesukaan Reyhan. Namun, begitu pria itu turun dari kamar, bukannya menyentuh makanan yang disiapkan, ia justru mengambil gelas kopi dan membuang isinya ke wastafel.
“Aku tidak butuh perhatianmu,” katanya dingin.
Mira hanya tersenyum. “Aku tahu. Tapi aku tetap akan melakukannya.”
Reyhan menatapnya tajam, penuh kebencian. “Sampai kapan kamu akan bertahan dalam pernikahan ini, Mira? Kamu bisa pergi kapan saja. Aku tidak akan menahanmu.”
Mira menggeleng. “Aku tidak akan pergi.”
Pria itu mendekat, berdiri tepat di depannya. Mata gelapnya menelanjangi setiap sudut kelemahannya, mencari titik di mana Mira akan menyerah. Tapi yang ia temukan hanyalah keteguhan hati seorang wanita yang tak takut hancur demi cinta.
“Kamu terlalu bodoh,” bisiknya dengan suara penuh kebencian.
Mira tersenyum kecil. “Mungkin. Tapi aku bodoh untukmu.”
Reyhan meremas rahangnya dengan kasar, membuat Mira sedikit meringis. “Jangan berpikir bahwa kelembutanmu akan meluluhkan hatiku. Aku tidak akan pernah mencintaimu.”
Mira tidak mundur, bahkan ketika rahangnya terasa sakit.
“Tidak masalah, aku akan tetap di sini.” katanya lembut.
Reyhan melepaskannya dengan kasar, lalu melangkah pergi tanpa melihat ke belakang.
Namun, Mira tetap berdiri di tempatnya. Ia tidak akan menangis. Tidak hari ini. Tidak untuk seseorang yang ia yakini masih memiliki sisi baik, meskipun tersembunyi di balik kebenciannya.
Ia akan tetap bertahan.
Karena ia tahu, di balik semua kejamnya Reyhan, ada hati yang terluka dan suatu hari nanti, ia akan menjadi orang yang menyembuhkan luka itu.
Mira semakin terbiasa dengan sikap dingin Reyhan, tetapi bukan berarti hatinya tidak sakit. Setiap kali pria itu mengabaikannya, setiap kali ia diperlakukan seolah-olah tidak ada, ia merasakan perih yang sama. Namun, ia tidak menyerah.
Hari itu, Mira pergi ke perpustakaan rumah. Ia mulai mencari-cari dokumen lama yang mungkin bisa membantunya memahami lebih jauh tentang apa yang sebenarnya terjadi antara keluarga mereka.
Jika Reyhan begitu membencinya, pasti ada alasan yang lebih dalam dari sekadar nama belakangnya.
Tangannya berhenti pada sebuah berkas tua di dalam lemari kaca. Ia menariknya keluar dengan hati-hati dan mulai membaca isinya.
Matanya membelalak.
Itu adalah kontrak bisnis lama antara ayahnya dan ayah Reyhan. Kontrak yang tidak adil, yang tampak seperti perangkap. Ada tanda tangan Hartono Pratama, ayah Reyhan—dan di bawahnya… tanda tangan Ario Sindu, ayahnya.
Mira menggigit bibir. Ayahnya tidak pernah membicarakan ini sebelumnya. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu?
“Sedang apa kamu di sini?” Suara dingin Reyhan membuatnya tersentak.
Ia buru-buru menyembunyikan dokumen itu di belakang tubuhnya, tetapi tatapan tajam pria itu langsung menangkap gerak-geriknya.
Dalam sekejap, Reyhan meraih dokumen itu dari tangannya dan mulai membacanya. Mata pria itu menggelap. Rahangnya mengeras.
"Jadi kamu mulai mencari tahu, ya?" suaranya penuh kemarahan.
"Reyhan, aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi," ujar Mira, mencoba tetap tenang.
Reyhan menatapnya dengan kebencian yang lebih pekat dari sebelumnya. "Kamu ingin tahu? Baiklah, aku akan memberitahumu."
Ia melemparkan dokumen itu ke meja dengan kasar. "Ayahmu menghancurkan keluargaku. Karena kontrak itu, bisnis ayahku hancur. Kami kehilangan segalanya. Ayahku terkena serangan jantung karena tekanan itu dan meninggal! Sementara keluargamu… menikmati semua yang seharusnya menjadi milik kami."
Mira terdiam. Ia tidak tahu tentang ini. Ayahnya tidak pernah memberitahunya apa pun.
“Aku tidak tahu… Reyhan, aku benar-benar tidak tahu,” ucapnya lirih.
Reyhan mendekat, menatapnya dengan mata berkilat marah. "Tentu saja kamu tidak tahu. Karena keluargamu hidup nyaman di atas penderitaan orang lain!"
Mira menggeleng, air mata mulai menggenang di matanya. "Aku tidak pernah berniat menyakitimu, Reyhan. Aku bersumpah."
Pria itu tertawa sinis. "Jangan bersumpah, Mira. Karena mulai hari ini… aku akan pastikan kamu merasakan rasa sakit yang sama seperti yang aku rasakan bertahun-tahun."
Mira tertegun. Jantungnya berdebar kencang saat melihat senyum kejam Reyhan.
Reyhan tidak hanya akan mengabaikannya lagi. Ia akan membalas dendam.
Dan Mira… harus bersiap menghadapi badai yang lebih besar.
Bersambung...